4

1.7K 172 10
                                    

Happy reading


14 Februari merupakan hari kasih sayang. Banyak orang yang mengungkapkan perasaan cinta kepada orang yang dikasihinya. Dan mitosnya, bayi yang lahir di hari kasih sayang akan mendapatkan banyak cinta di sepanjang hidupnya, walaupun sebenarnya tidak di hari kasih sayang pun bayi memang akan mendapatkannya. Namun, sepertinya itu tidak berlaku bagi Hasan.

Tanggal dan bulan lahirnya yang sama dengan papa, nyatanya tak membuat hubungan mereka menjadi dekat. Tembok yang papa bangun terlalu tinggi, membuat Hasan kelelahan untuk memanjatnya. Bahkan tak jarang, dia akan tergelincir dan terjatuh ke jurang yang paling dasar. Lalu setelah beristirahat, dia akan memanjatnya lagi hanya untuk memberanikan diri berkata, "Pa, Hasan sayang sama papa." Walaupun pada akhirnya kalimat itu sepertinya hanya akan sampai di kerongkongan saja.

Jika orang-orang berpikir bahwa Hasan tidak pernah mengeluh, itu adalah kebohongan besar. Nyatanya hampir setiap hari, setiap jam, setiap detik, dia ingin mengeluhkan semuanya kepada Tuhan. Berkata bahwa dia sangat lelah dan ingin berhenti saat ini juga.

Pemikiran untuk mengakhiri hidup pernah Hasan rasakan. Namun, mengingat akibat yang akan ditanggungnya nanti, Hasan buru-buru mengenyahkan semuanya. Di dunia ini dia sudah tidak diterima oleh mama dan papa, jangan sampai Tuhan juga menolaknya. Itu akan menjadi kemalangan yang tak berkesudahan. Lagi pula, masih ada teman-teman yang menyayangi dia dengan tulus, membantu tatkala dirinya dalam kesulitan. Itu semua sudah cukup menjadi alasan untuk bertahan hingga sekarang, atau juga di masa yang akan datang.

Sikap mereka memang serampangan, tak jarang dihukum karena kedapatan merokok atau membolos. Namun, dibalik itu semua mereka adalah orang-orang yang penuh akan kasih sayang, tak pernah meninggalkannya sendirian di jurang kehampaan. Mereka secara sukarela mengulurkan tangan, membantunya untuk berdiri setelah tubuhnya berdarah-darah oleh perkataan kedua orang tuanya. Dan itu membuat Hasan selalu berpikir, apakah seperti ini rasanya memiliki keluarga? Apakah seperti ini rasanya memiliki saudara? Sepertinya memang iya.

Bahkan ketika tiba-tiba kepalanya ditempeleng pun, bukannya marah Hasan justru tergelak dan membalas tanpa rasa kasihan.

"Anjing!" Umpatan Nanda terdengar memenuhi koridor sekolah, mengundang tatapan beberapa siswa-siswi yang melintas. Mereka hanya menggeleng, lalu kembali fokus pada kegiatan masing-masing. Sudah kelewat hafal dengan tingkah empat sekawan yang saat ini kurang satu itu.

"Gue cuma ngomong fakta!" Hasan masih tergelak di belakang punggung Jaki, menghindari serangan Nanda.

"Lo sendiri yang nyuruh gue buat tobat kemarin ya, Nyet!"

"Astaghfirullah Nanda! Kamu ini kalo ngomong kasar sekali!" Hasan masih terkikik, menggeser-geser tubuh Jaki untuk melindungi diri.

"Bodo amat! Sini nggak, lo?"

"Gue suruh tobat biar lo nggak mainin perasaan cewek sama fokus ibadah aja. Bukan tobat jadi buaya darat doang!"

"Seenggaknya gue masih ada keinginan!"

"Keinginan apa? Nabung dosa sama satu cewek doang?" Kalimat Hasan tepat mengenai inti kehidupannya. Membuat Nanda memegangi dada dengan mata yang memejam.

"Tapi lo nggak perlu nempeleng kepala gue, Hasan!" Pemuda yang memakai dasi, tetapi baju dikeluarkan semua itu menarik tangan lawan bicaranya.

"Jangan, Mas! Aku masih perjaka!" Hasan menghempas tangan Nanda hingga tak sengaja mengenai wajah Jaki yang sedari tadi hanya menonton keributan mereka. "Sorry, Ki!" teriaknya, berlari menuju kelas lebih dulu.

Nanda yang merasa mangsanya kabur langsung mengejar, seperti predator yang tidak akan memberikan mangsanya kehidupan kedua. Sementara yang dikejar masih saja tergelak dengan kaki yang terus berlari kencang. Sesekali menoleh ke belakang untuk melihat Nanda yang masih saja mengejarnya.

Dermaga Hasan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang