Happy reading
Sudah satu Minggu berlalu sejak Hasan tinggal di rumah papa dan selama itu pula, tidak ada satu pun hari tanpa Marty menyuruhnya. Untuk sekali dua kali sih Hasan masih bisa memaklumi, tetapi ini hampir setiap hari—ada saja hal yang harus ia cari. Belum lagi, perempuan itu selalu menggunakan anaknya yang masih berada di kandungan, dengan alasan sedang mengidam membuat papa mengeluarkan perintah yang mana itu tak pernah bisa Hasan tolak. Sebab takut kualat dan berdosa. Entah kenapa, Hasan yakin sekali kalau Marty sengaja melakukannya agar ia pergi dari rumah.
Siang ini contohnya, baru saja dia mendudukkan diri di atas dipan yang berada di samping warung belakang sekolah, papa sudah meneleponnya. Kali ini, apalagi yang harus ia cari mengelilingi kota?
Awalnya, Hasan membiarkan ponsel itu tergeletak di atas dipan. Dia berniat untuk tidak mengangkatnya. Karena jujur saja, dia sudah sangat lelah. Belum lagi semalam ia pulang larut karena harus mencari belimbing yang perempuan itu inginkan. Beruntung, Nanda memberitahu bahwa salah satu tetangganya memiliki pohon belimbing sehingga Hasan segera meluncur ke rumah tetangga Nanda untuk membelinya.
Siang itu matahari bersinar cukup terik, beruntung daun pohon kersen yang berada di atas cukup lebat sehingga bisa sedikit menyejukkan. Hanya saja, dering ponsel Hasan yang ribut justru membuat telinga mereka panas. Sehingga tanpa berpikir panjang, Riski yang sedari tadi tertidur di atas dipan pun mendudukkan dirinya hanya untuk menempeleng kepala Hasan cukup keras. "Angkat, pekok! Telinga gue pengang!" teriaknya.
Hasan hanya bisa meringis, mengambil ponselnya dengan wajah super duper masam. "Apa!" katanya kesal, begitu sambungan telepon tersambung.
Nanda yang baru saja datang sambil membawa satu plastik extra Joss dan mengambil duduk di samping Jaki yang sedang sibuk menghisap rokok pun mengernyitkan dahi, sementara Riski kini sudah menyandarkan punggungnya pada pohon kersen. Memandangi wajah Hasan yang sedang menerima panggilan. Kalau tak salah lihat, nama yang tertera pada ponsel itu adalah papanya. Biasanya, anak itu akan kegirangan setiap kali mendapatkan telepon dari salah satu orang tuanya. Jangankan telepon, pesan singkat pun dia akan memamerkan kepada mereka. Tetapi hari ini, kenapa anak itu terlihat berbeda? Tumben sekali pikirnya.
"Nggak bisa, Hasan ada kerkom sepulang sekolah!" Anak itu bahkan sudah sedikit meninggikan suaranya, pun dengan wajahnya yang terlihat memerah.
"Emang nanti ada kerkom, ya?" Nanda bertanya pada Jaki, pemuda yang sedang menikmati sebatang rokok itu hanya mengangkat bahu.
"Itu nggak akan lama, Hasan. Hanya membeli satu buah kelapa muda, setelah itu pulang." Suara Heru samar-samar terdengar, membuat mereka bertiga terdiam dan fokus mendengarkan percakapan Hasan dengan papanya yang tergolong langka.
"Iya itu tahu nggak akan lama, kenapa nggak Papa aja? Lagian Tante Marty itu istri Papa, bukan istri Hasan."
"Saya sibuk, banyak kerjaan di kantor."
"Ya begitu pun Hasan. Hasan sibuk mau ngerjain tugas."
"Tugas kamu itu bisa ditinggal sebentar, kalau pekerjaan saya nggak. Saya hari ini pulang lebih sore, jadi nggak bisa bawain kelapa buat Marty. Kamu pulang dulu aja, bawain dia kelapa, nanti terserah mau pulang ke rumah lagi atau nggak."
Tepat setelah mendengar kalimat itu, Hasan menjauhkan ponselnya sejenak. Dia berteriak tanpa suara dengan tangan yang mengepal. Hal itu sontak membuat tiga temannya tergelak. Hasan, anak yang selalu bisa menahan semua perasaan, kini terlihat sedikit meledak. Jelas itu sesuatu yang sangat langka untuk mereka lihat.
"Nggak bisa—"
"Atau jangan-jangan yang dibilang sama Marty itu benar?"
Tepat setelah Hasan mendekatkan kembali ponselnya dan berucap, papa sudah lebih dulu memotongnya menggunakan pertanyaan yang membuat Hasan mengernyitkan dahinya. "Benar apanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dermaga Hasan (END)
Teen FictionTidak seperti anak pada umumnya, Hasan adalah salah satu dari sekian anak yang tidak mempunyai tempat untuk pulang. Apa itu rumah? Dia hanya memiliki tempat untuk singgah. Seperti sebuah kapal yang berlabuh di sebuah dermaga, begitu juga dengan Hasa...