17

1.7K 234 34
                                    

Happy reading

Hasan tidak ingat apa yang terjadi setelah papa pergi membawa Marty yang merintih kesakitan dan memegangi perutnya. Sebab tepat ketika dia mencoba untuk mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Jaki, tiba-tiba saja pandangannya menggelap, dan dia tidak merasakan apa-apa selain kesadarannya yang terenggut secara perlahan.

Hasan pikir begitu terbangun, dia masih akan berada di posisi yang sama, atau justru di dalam ruang rawat. Namun, yang terjadi justru di luar perkiraan. Dia justru membuka mata dengan posisi berdiri di sebuah ruangan yang tampak familiar. Ini seperti rumah milik orang tua mama. Hasan ingat betul seluk-beluk rumah yang mereka tinggali dulu. Sebab rumah tersebut memiliki banyak kenangan yang menyakitkan untuknya. Akan tetapi, kenapa dia bisa kembali ke sini? Apa yang terjadi? Siapa yang membawanya kemari? Apakah dia sedang bermimpi saat ini?

Terlalu sibuk dengan isi pikirannya sendiri, Hasan sampai terkejut ketika seorang anak laki-laki tiba-tiba saja berlari di sampingnya. Melihat anak itu berhenti di depan pintu sebuah kamar yang terbuka sedikit, Hasan berjalan mendekat sambil mengernyitkan dahi. Hingga sampai tepat berada di sampingnya, Hasan baru menyadari jika anak kecil itu adalah dirinya sendiri—yang berusia sekitar delapan tahun. Tetapi, kenapa dia ada di sini?

Belum sempat memikirkan jawaban pasti dari segala pertanyaan yang berada di kepalanya, samar-samar Hasan mendengar suara dua orang yang tengah bertengkar di dalam kamar. Lantas dengan begitu saja, Hasan berjalan memposisikan diri di belakang dirinya yang masih kecil. Sekarang, bisa Hasan lihat mama yang tengah bertengkar dengan seorang laki-laki. Siapa dia?

"Mau sampai kapan? Mau sampai kapan kamu bersikap seperti ini? Hasan anak kamu Sekar, sudah seharusnya kamu memperlakukan dia dengan baik." Laki-laki itu berucap penuh penekanan, menatap mama begitu tajam.

"Aku nggak bisa. Gara-gara kehadiran dia mimpi aku hancur. Gara-gara dia aku nggak akan bisa punya anak lagi. Gara-gara dia juga mama dan papa nggak mempedulikan aku lagi. Semuanya hancur gara-gara anak haram itu!"

"Anak haram? Begitu maksud kamu? Yang haram itu bukan Hasan, tapi kelakuan kamu dengan Heru! Yang salah itu kamu!" Laki-laki itu mendekati mama dengan sorot mata yang tak kunjung meredup. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tetapi melihat pertengkaran mereka, Hasan tahu bahwa itu pasti karena dia. Kenapa selalu seperti ini? Tidak di dunia nyata, tidak di alam mimpi (jika ini memang mimpi) kenapa dia selalu menjadi alasan orang-orang bertengkar? Kenapa?

"Ingat ini, kalau sampai sekarang kamu terus bersikap seperti ini pada Hasan. Jangan menyesal jika suatu hari nanti anak itu akan membenci kamu. Aku harap kamu nggak akan menyesal jika hari itu datang nantinya. Pikirkan baik-baik untuk ke depannya, Sekar." Melihat laki-laki itu berjalan menuju ke arahnya setelah berucap demikian, Hasan segera menunduk dan meminggirkan tubuhnya.

Namun, melihat kedua sepasang sepatu pantofel itu berhenti tepat di depan pintu, Hasan kembali mengangkat pandangannya hanya untuk mendapati laki-laki itu tersenyum pada dirinya yang masih kecil. "Ayo pergi," katanya, sambil tersenyum hangat. Sebuah senyuman yang berhasil membuat kepala Hasan kembali diserang rasa sakit, hingga tanpa sadar memegangi kepala dan menyandarkan tubuhnya pada dinding.

"Tapi Mama?" Samar-samar, Hasan mendengar suara dirinya yang masih kecil itu bertanya.

"Mama sedang ada urusan. Hasan hari ini sama Om saja, ya? Kita jalan-jalan ke mal, gimana?"

Dilihatnya, Hasan kecil mengangguk. Menggenggam tangan yang lebih besar itu dengan senyum lebar. Om? Itu berarti, itu Om yang Marty maksud?

Dan belum sempat Hasan berpikir jauh, kini dia merasa tubuhnya tiba-tiba ditarik oleh sesuatu. Membuat dia memejamkan mata dan kembali membukanya begitu tarikan sudah tak lagi dia rasakan. Dilihat sekelilingnya dengan pandangan penuh tanya. Kalau tidak salah ingat, ini adalah kamar milik mama di rumah orang tuanya dulu. Walaupun Hasan tidak pernah memasuki kamar ini, tetapi diam-diam Hasan selalu membuka pintu kamar di malam hari hanya untuk melihat mama yang tengah tertidur pulas, dan itu dia lakukan setiap malamnya.

Dermaga Hasan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang