"Sully, kenapa teriak-teriak?" tegur Mbok Ina spontan mendekap mulut si keponakan.
"Sully ngeliat ada putih-putih dalam lemari kayak lagi ngintip," jawab Sully seusai lepas dari dekapan tangan Mboknya. "Itu pasti hantu!" Sully bergidik negri, menggenggam erat lengan Mbok Ina.
Mendengar hal itu Elnath menutup sepenuhnya lemari, baru sadar dirinya kelihatan walaupun dalam kegelapan
seperti ini."Halah! Halusinasi kau aja kali, kebanyakan
nonton film horor." Mbok Ina tidak percaya,
ia sangat kenal dengan keponakannya satu ini yang gemar sekali nonton film horor tapi jiwa penakut."Beneran Mbok, Sully dengan jelas ngelihat." Sully menyakinkan, apa yang dia katakan itu benar. Tidak bohong.
"Sudahlah, lebih baik kita mencari senter." Mbok Ina tidak ingin membuang waktu dengan hal yang tidak jelas.
"Ini kita lagi nyari. Mbok, tapi nggak ada. Dimana?" geram Sully mendadak kesal.
"Oh iya, Mbok baru ingat. Mbok nyimpannya di lemari kamar Mbok." Mbok Ina menepuk jidatnya pelan, ia baru sadar.
"Ya ampun ... Mbok, coba dari tadi Mbok ingat. Biar kita ndak kesana-kemari nyari," keluh Sully.
"Ya mau gimana lagi, Mbok sekarang mudah lupa. Maklum makin tua. " kali ini Mbok Ina yang mengeluh.
Suara mereka berlahan menjauh dan derap langkah yang berarti mereka sudah tidak berada di sekitar Elnath.
Lelaki itu bernafas lega, ia keluar dari lemari yang sedikit sesak dan berlanjut menyelusuri tembok.
"Jendela," batin melonjak senang.
Saat mendapati gorden dan jendela.
''Aku bisa keluar lewat ini!" lanjutnya,
dengan hati-hati ia membuka jendela.Tek! Bunyi kunci jendela bergeser.
Jantung Elnath kembali berdegup kencang
Jangan sampai bunyi geseran kunci itu menimbulkan kedatangan seorang untuk mencari tahu. Tamatlah impian Elnath.Berapa detik Elnath terdiam, ia melihat keadaan. Sepertinya suara kunci itu tidak didengar siapapun.
Dia kembali melanjutkan, berlahan membuka jendela. Pemandangan rerumputan halus yang jauh sekitar 7 tombak dari jendela.
Apakah Elnath harus turun dari ketinggian yang lumayan tinggi? Apakah tidak bahaya?
Tidak mau banyak pikir, ia tetap turun karena hanya kesempatannya ini bisa keluar rumah. Maka, lelaki remaja itu tetap nekad. Dia terjun.Bruk!
Elnath menapaki rerumputan halus
dengan kaki tanpa alas. Baru pertama kali ini ia merasakan menginjak rumput. Rasanya senang sekali. Senyuman yang tak pernah terlihat pun mengembang.Elnath mendongak tuk melihat langit yang luas dan penuh gemilang bintang. Sampai ternganga menatap langit. Baru pertama kali ini Elnath melihat tanpa ada kaca. Sungguh lebih indah dan tidak terbatas!
Dia tersentak, lampu hidup kembali. Harus cepat-cepat keluar sebelum ada yang melihatnya.
Irisan bola mata biru itu beralih menangkap gerbang pagar yang terbuka, ini ke sempatnya keluar.
Belum sampai kaki tanpa alas itu melalui gerbang, Elnath dikejutkan dengan teriakan.
"Hati-hati!"
Dia menghentikan langkahnya dan sedikit memalingkan wajah, suara itu mirip ibunya— Zora. Ternyata benar ibunya berdiri di teras yang tengah lambaian tangan pada Javer, ayah Elnath yang sedang berjalan membawa koper menuju mobil.
Merasa dirinya tidak diketahui, Elnath melanjutkan langkahnya dan berlari keluar pagar. Berbelok ke kiri.
Mungkin hanya kesempatan ini. Dia bisa keluar dan bisa merasakan apa yang ia impikan. Elnath berjalan menyusuri komplek sembari menikmati suasana yang tak pernah ia dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evening Day
Teen FictionTyara Trisha, gadis manis yang berhati peri dibalik badut kelinci imut. Suka menolong dan menghibur orang lain. Terlahir di keluarga yang kejam dan ringan tangan, terutama Gena, ibu Tyara dan tidak dianggap atau lebih tepatnya tidak pedulikan Anom...