Tyara terduduk lemas di depan pintu.
Air matanya meluncur bebas tak terkendali
dan isakan tangis sekuat hati, ia tahan agar tidak pecah.Hidupnya seperti sebatang kara setelah kematian Narumi— Sang nenek, 1 bulan lalu. Bagi Tyara, sang nenek adalah penyemangat dan kebahagiaan dalam hidupnya.
Sejak Tyara lahir hanya Narumilah memberi kehidupan yang penuh kasih sayang dan layak.
Orang tua Tyara dari dulu selalu bertengkar. Walaupun hal sepele, Anom hanya terkadang saja datang dan begitu juga dengan Gena. Mereka menghabiskan waktu diluar bersenang-senang dengan cara masing-masing.
Semenjak Narumi meninggal, hubungan mereka semakin buruk. Gena menginginkan perceraian dan mengambil alih warisan Tyara, yaitu rumah dan sebuah butik.
Sebelum Narumi meninggal, keluarga Tyara termasuk kalangan atas. Berkat kerja keras sang nenek dari muda, memiliki perusahaan sebuah butik yang cukup sukses.
Kematian sang nenek membawa perubahan total di kehidupan mereka. Perusahaan butik itu tak terurus, terabadikan. Gena tak pandai mengurusnya sementara Anom tak perduli,
ia masih suka berfoya-foya, semua tabung Narumi habis dihabiskan Amon untuk main judi, berharap menang dan mendapatkan uang lebih banyak ternyata hanya membuang dengan sia-sia.Sekarang keluarganya semakin melarat.
Gena terpaksa berkerja sebagai pelayan
di sebuah restoran yang gajinya belum bisa memuaskan dirinya. Demi memenuhi hobinya belanja perhiasan dan pakaian baru."Nenek, Tya lelah ....." desis Tyara serak, mencurah segala isi pikirannya di dalam senyap. "Sampai kapan Ibu dan Ayah
seperti ini, Nek?""Tya lelah ...." tangan Tyara mengambil sebuah foto yang terletak di atas meja dan mendekapnya erat. "Tya kangen, Nenek."
Bayangan kebersamaan bulan lalu masih tersimpan rapi di ingatan Tyara. Sang nenek duduk diatas kasur, tersenyum menyejukkan, menyambut kedatangan sang cucu.
Tyara datang membawa mapan berisi semangkuk bubur, segelas air putih
dan 1 botol kecil berisi obat-obatan."Nenek makan ya, abis itu minum obat." Tyara duduk disamping Narumi, meletakkan mapan dimeja sudut kasur, mengambil mangkok bubur, ingin menyuapi sang nenek.
Narumi mengangguk lemah dan tersenyum.
Tyara menyuapi bubur dengan kelembutan.
Sudah 2 minggu sang nenek jatuh sakit, hanya bisa beristirahat di kamar. Tyara sudah menyarankan sang nenek ke rumah sakit. Namun, sang nenek tidak mau hanya ingin beristirahat di kamarnya dan menganggap sakitnya tidak perlu dikhawatirkan.
"Tya ...." Narumi mengelus lembut kepala Tyara. " Sekarang cucu nenek sudah besar," ucapnya dengan suara parau.
"Iya, Nek." Tyara menggenggam lembut jari jemari Narumi dan menempelkan di pipinya.
Mata sayu sang nenek turun melihat kostum yang dikenakan si cucu. Dari minggu lalu, Tyara berkerja sebagai badut dan pedagang kaki lima demi kebutuhan hidup mereka dan obat-obatan untuk sang Nenek. Mendadak kedua mata Narumi mengalir butiran bening.
" Nenek, Kenapa? Ada yang sakit?" tanya Tyara panik melihat sang nenek menangis tiba-tiba.
Tyara menyeka lembut air mata Narumi.
Sang nenek merasa terluka karena diusia muda seperti Tyara sekarang harus merasakan panas dan lelahnya berkerja beserta tidak bisa melanjutkan sekolah lagi. Seharusnya Tyara sekarang duduk di bangku kelas 1 SMA.
Kini hidup mereka dilanda sangat kesusahan. Butik sang nenek telah bangkrut berapa minggu lalu bersamaan sang nenek jatuh sakit sampai sekarang.
Narumi menggeleng." Tidak apa-apa."
Sang nenek merebahkan kepala cucunya
ke pundaknya dan memeluknya lembut.
" Tya ... kalau Nenek sudah tidak ada dihadapanmu, Nenek masih ada di hatimu kekal." Kening Tyara mengerut mencerna ucapan Narumi. "Maksud, Nenek?" tanyanya.Berapa detik kemudian."Nenek, nggak boleh pergi kemana-mana. Tya cuma punya Nenek." Tiba-tiba air mata Tyara berderai deras.
Di dekapan sang nenek. Telah mengerti maksud Narumi." Nenek tau, tapi kau harus kuat Tyara. Nenek
percaya padamu." Tyara menggeleng cepat dan terisak." Nggak, Nek. Tya, nggak bisaa ....""Tya ... Kamu masih punya kedua orangtua—"
"Tapi, Ibu selalu memarahi Tya. Nek," adu Tyara kian sesenggukan. " Dan ayah ... Kayak gak pernah anggap Tya ada ...."
Narumi mengelus lembut rambut bergelombang Tyara. " Nenek, tau. Mereka dari dulu seperti itu. Namun, suatu saat nanti mereka akan berubah ... Seiring waktu ... Percayalah ...." Tyara diam mendengarkan.
"Jagalah dirimu baik-baik, Tya. Jika lelah istirahat, jangan mudah putus asa dan mudah menyerah ... Jalanilah dengan keikhlasan dan penuh kebaikan."
"Hidup ini banyak kebahagiaan namun selalu ada penderitaan, Tyaaa ...." suara sang nenek semakin lirih. Tertidur tuk selamanya.
Tyara melepaskan pelukannya, menatap Narumi lekat, lalu menyelimuti tubuh sang nenek hingga dada. Tak menyadari neneknya telah tiada dimalam itu.
"Nenek ..." Tyara kembali memeluk tubuh lemah sang nenek. Mereka tidur bersama saling memeluk.
Tangisan Tyara mereda, hatinya terasa kembali hangat setelah mengingat Almarhum sang nenek.
Dia menyeka air matanya."Semangat, Tya ... waktunya istirahat untuk menghadapi hari esok," batinnya.
Tyara bergerak berdiri, melepaskan kostum kelincinya, menyisakan baju pink tipis namun renggang dan celana legging.
Tyara keluar dari kamar mandi, sekarang mengenakan baju piyama tidur, bergambar kelinci-kelinci imut dan warna pink. Wajahnya terlihat segar selepas membersihkan diri.
Jam berbentuk anak kelinci diatas nakas sudah menunjukkan jam 1 malam dini.
Tyara merebahkan tubuhnya di kasur yang tidak terlalu besar dan menarik selimut sampai lehernya, setelah merapal doa tidur. Tak lama iapun terbuai dalam mimpi entah indah atau buruk yang pastinya wajahnya terlihat tenang saat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evening Day
Teen FictionTyara Trisha, gadis manis yang berhati peri dibalik badut kelinci imut. Suka menolong dan menghibur orang lain. Terlahir di keluarga yang kejam dan ringan tangan, terutama Gena, ibu Tyara dan tidak dianggap atau lebih tepatnya tidak pedulikan Anom...