Elnath menatap besi-besi pagar yang
tersusun rapi dan tinggi, berpikir apakah kembali atau melarikan diri saja dari penjara berbentuk rumah yang selama ini mengurungnya.Jika melarikan diri, ke mana ia pergi?
Ini kali pertamanya, Elnath keluar rumah
dan melihat dunia luar. Tidak tau seluk-beluk dunia luar. Hal ini menjadi pikiran pertimbangan Elnath.Dia tidak punya tujuan dan persiapan.
Jika menetap apakah ia bisa keluar seperti sekarang? Tidak bisa kembali merasakan hembusan angin, berlari bebas,
melihat bangun-bangun pencakar
langit dan lain-lainnya. Seperti burung terbang bebas.Elnath menghela nafas berat. Bingung.
Pilihan memusingkan.
Dinginnya udara malam memutuskan Elnath kembali ke rumah sebelum ada yang melihatnya. Itu lebih berbahaya!
Elnath yakin, ia bisa keluar rumah lagi. Selama tidak ada yang mengetahuinya. Semuanya bisa diatur.
Dia menaiki pagar dan mengendap-endap kebelakang rumah, masuk lewat pintu dapur.
Elnath tahu sekarang pintu itu belum terkunci karena biasanya salah satu pembantunya bertugas mencuci baju."Naa ... Nanaaaa .. naaaa ...." senandung lirih Mbak Sully memecahkan kesunyian malamnya, sibuk memasuki beberapa lembar baju ke dalam mesin cuci. Posisi Mbak Sully membelakangi pintu. Elnath melangkah dengan pelan dan panjang.
"Aduuuh, abis." wanita itu melempar bungkusan deterjen ke bak sampah
di dekatnya, tiba-tiba ia berbalik badan."Eh, Den Elnath!" seru Mbak Sully terkejut melihat penampakan sosok tampan dihadapannya sekarang. Sampai mendekap dada dan mulut setengah terbuka.
Elnath berusaha tenang. Tidak menampakkan raut terkejut. Beruntung kakinya sudah sampai didepan pintu membatas ruang pencuci dengan ruangan lain.
"Kok, Den ada di sini? Mau apa?" tanya Mbak Sully heran. Sangat jarang lelaki itu menginjak kaki di tempat tersebut. Atau lebih tepatnya tidak pernah.
Elnath menunjuk hoodie berwarna abu-abu yang sudah berjemur. Mbak Sully seketika mengerti. "Oh, mau ambil hoodie. Emang cocok sekarang Den memakai pakaian tebal supaya ndak masuk angin. Sekarang lagi musim hujan," cerocos wanita itu sembari mengambilkan dan memberikan pada Elnath.
Elnath mengangguk, sebagai ucapan terimakasih. Dia tersenyum kemudian melenggang pergi.
Mbak Sully menatap tak berkedip.
" Sangat tampan," pujinya terpaku setelah melihat senyuman Elnath pertama kalinya.Elnath menghela nafas lega. Akhirnya sampai di kamar dengan lancar. Dia duduk di meja belajarnya, sembari mengeluarkan kue coklat pemberian Tyara dari kantong celananya.
Mata Elnath terpejam saat indra pengecapnya merasakan kue coklat itu, berukuran sebesar genggaman anak kecil. Teksturnya lembut didalamnya ada lumeran coklat kental. Terasa amat manis. Sepert senyuman si pemberi bayangan wajah gadis manis itupun
terlintas di pelepuk mata Elnath." Terimakasih ... Tuhan telah menghadirkan dia dalam hidupku .... Hadiah engkau paling indah di sepanjang hidupku. "
Elnath mengerakkan pensilnya diatas selembar kertas dengan semangat. Melukis wajah seorang gadis yang pertama kali ia temui dan memberi warna kebahagiaan dalam hidupnya.
"Cantik," batin Elnath menatap lukisan, lebih tepatnya orang yang dia lukis. Tyara, sangat persis seperti wajah asli si gadis.
Bola mata besar seperti mata kelinci, bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir tipis yang berbentuk hati dan rambut hitam panjang bergelombang yang dikepang dua dan pipi chubby. Helaian rambut menutup sepasang bulu alis yang tumbuh indah. Dua kata jika melihat wajah Tyara imut dan manis.
Elnath meraih sebuah bingkai foto, menepatkan lukisan itu kedalam sana dan memanjang di atas meja belajarnya. Dia menatap sambil membatin. "Selamat malam Tya, semoga mimpi indah."
▼・ᴥ・▼
Tok! Tok! Tok!"Woy, banguuuun!"
Ketukan dan teriakan berisik diluar kamar membangunkan seorang lelaki berbaring
di kasur berwarna abu-abu. Dia menggeliat dan berusaha membuka kelopak mata yang terasa berat. Beranjak bangun, sedikit semboyan karena efek bangun tidur. Dia membukakan pintu, terlihat seorang lelaki berseragam putih berlapis jaket hitam dan celana panjang abu-abu dengan tas hitam yang menggantung di bahu kirinya."Mana gambaran gue?" tanyanya.
Mata Elnath seketika melebar. Ia melupakan tugas perintah kakaknya menggambar Monas. Setiap ada tugas menggambar pasti kakaknya meminta Elnath yang mengerjakan. Selain
tidak bisa menggambar juga karena malas
untuk mengerjakan."Mana?" desak lelaki itu sembari melihat jam tangannya di lengan kirinya.
Elnath mengangkat tangannya, mengisyaratkan tunggu sebentar. Dia langsung mengambil buku gambar kakaknya dan menggambarkan dengan tergesa-gesa. Sang kakak menatap heran dan menggerutu.
" Lo belum bikin?" tanyanya dengan nada kasar. Elnath tak merespon tetap fokus dengan gambarannya.
" Duuuh, telat nih gue! Napa sih lu sampe lupa bikinin. Ini tinggal lima menit lagi gue masuk," omel kakaknya itu, mendengus.
Berkat keahlian tangan Elnath lukisan menara Monas tak memakai waktu lama pun jadi. Dia langsung menyodorkan pada kakaknya yang terus mengoceh kesel.
Tanpa mengucapkan terimakasih, si kakak melengos pergi. Elnath menghela nafas lega. Akhirnya makhluk ada maunya saja itu pergi dari pandangannya. Dia malas mendengar ocehan yang menyebalkan kakaknya itu.
Dia beranjak menuju kamar mandi, menggosok gigi dan mencuci muka.
Serta berganti baju dengan celana hitam selutut dan kaos putih.Sudah menjadi kebiasaan Elnath tiga kali dalam seminggu berolahraga. Dia keluar kamar dan masuk ke ruangan khusus olahraga keluarganya. Disana sudah ada peralatan untuk olahraga.
Elnath mulai berolahraga dengan awal pemanasan, bergerak-gerakkan anggota tubuh, kemudian mengangkat angkat besi. Untuk membentuk tubuh yang sehat
dan gagah.Setelah merasa cukup berolahraga, ia duduk beristirahat di sofa panjang. Berada di sudut ruangan.
Gluk, gluk, gluk.... bunyi lelaki itu minum dengan mata terpejam dan jakun yang naik-turun.
Tling... Tling ... Tling .... Bunyi ponsel berdering membuat Elnath memalingkan wajahnya ke kiri-kanan mencari benda berbunyi tersebut.
Tling... Tling .... Tling .... Bunyi ponsel itu terus mendesaknya untuk mencari dan Elnath menemukannya dibawah meja. Dengan cepat dia mengambil. Mata Elnath melebar saat melihat layar ponsel yang otomatis masih menyala, memperlihatkan wallpaper depan.
Gambar wallpaper itulah membuat Elnath terkejut setengah mati. Ponsel itu milik kakaknya. Tapi kenapa ada gambar seorang yang melukiskan senyuman Elnath semalam?
Foto wallpaper, dua remaja yang berbeda jenis sedang berpose. Seorang gadis memakai seragam putih, berdasi biru, rambut berkuncir 2 dan bergaya jari V di samping kakak Elnath yang tersenyum senang.
"Tya ...." batin Elnath, meremas kasar ponsel, hatinya merasa panas sekaligus penasaran. Apakah mereka sepasang kekasih?
TBC.
Thanks you somat buat kalian udah baca sampai part ini ♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Evening Day
Teen FictionTyara Trisha, gadis manis yang berhati peri dibalik badut kelinci imut. Suka menolong dan menghibur orang lain. Terlahir di keluarga yang kejam dan ringan tangan, terutama Gena, ibu Tyara dan tidak dianggap atau lebih tepatnya tidak pedulikan Anom...