Arina berdiri di sebuah ruangan yang berwarna putih, nyaris tidak ada sudut atau sisi yang terlihat di sekitarnya. Warna putih itu tidak membutakan jarak pandang Arina, tetapi justru memberikan Arina sebuah pemandangan yang begitu jelas dari sosok Sander yang sedang terduduk di sebuah bangku kayu, tidak jauh di hadapannya.
Mereka berdua saling menatap ke dalam mata masing-masing, mencoba untuk menyerbu masuk ke dalam pikiran masing-masing.
Seketika langkah pertama Arina terhenti tatkala ia mendengar suara dentingan dari arah bawah dan melihat hamparan cermin adalah tempat di mana ia sedang berdiri. Arina berusaha untuk tidak berpikir banyak tentang keberadaannya saat ini dan melanjutkan langkahnya secara berhati-hati dengan kedua kaki yang telanjang.
"Aku ada di mana?" Tanyanya kepada Sander yang masih terduduk dengan postur tubuh tegak, tetapi tidak terprovokasi sama sekali.
"Saya pun tidak tahu kamu berada di mana, tapi saya bersyukur karena kamu mau menemui saya. Kita tidak punya banyak waktu."
Arina mendengus, tidak menyukai jawaban yang selalu membawanya kepada lebih banyak pertanyaan.
Keduanya saling berhadapan dengan Sander yang mengulas senyuman sederhana, sedangkan Arina penuh dengan kewaspadaan.
"Dua ratus tahun yang lalu, ketiga ksatria terkutuk karena telah membunuh saya." Sander mulai berbicara tanpa bergerak sama sekali dari posisi duduknya. Arina pun memutuskan untuk menyimak. "Saya dipisahkan dari sosok yang saya cintai, kemudian saya disiksa hingga meninggal dunia. Namun, saya bersumpah bahwa saya akan kembali kepada orang itu, bahkan jika harus menunggu dua ratus tahun lamanya."
Rahang Arina mengeras. "...aku tahu soal itu."
"Ada yang kamu tidak tahu." Sander membalas cepat. "Ini bukan hanya tentang saya dan Kusumaningrum. Ini tentang pendirian dan keadilan. Saya dan Ningrum tidak hanya jatuh cinta, kami berdua menginginkan yang terbaik untuk teman-teman kami."
"Kamu harus bicara lebih jelas lagi, Sander!"
"Abimanyu, Adji Putih, dan Tanubaya adalah tiga orang yang berhasil mendapatkan rasa hormat dari orang-orang Belanda karena mereka berbakat, datang dari keluarga yang patuh kepada Belanda dan berkontribusi dalam pergerakan Belanda, masing-masing di bidang keahlian mereka."
Arina menelan ludah.
"Kedekatan saya dengan mereka adalah bukti dari kehebatan mereka yang bisa melunakkan hati pemerintah Belanda, dan akhirnya saya menjalin hubungan dengan mereka karena mereka sangat cerdas, penuh dengan semangat, pemuda-pemuda yang mau berjuang terlepas dari kesulitan. Namun, mereka sudah menderita untuk waktu yang cukup lama dan mereka berhak untuk mendapatkan kebahagiaan."
Arina mengerutkan kening. "Yang saya lihat di dalam ilusi itu... apa bukan kebahagiaan? Kalian berempat kelihatan sangat bahagia."
"Mereka dibebani oleh kutukan ini karena saya, ini semua adalah salah saya." Sander melihat ke arah bawah tanpa menghapus senyuman miris pada bibirnya. "Saya tahu, saya meminta untuk dipulangkan kepada Kusumaningrum. Namun, saya juga pantas untuk berlutut di hadapan mereka dan meminta maaf dengan seluruh hidup saya atas semua penderitaan yang sudah mereka rasakan."
"Jadi," bibir Arina tandus, "kamu mau aku menemui semua ksatria supaya kamu bisa minta maaf sama mereka?"
Sander mengangkat kepalanya dan menatap Arina dengan mata yang berkaca-kaca. "Apa kamu akan memaafkan saya, Arina?"
"Kenapa... kenapa jadi saya?"
"Kamu menderita karena kesalahan saya. Karena saya yang tidak cukup kuat untuk melindungi kamu. Karena saya terlalu lemah dan mudah menyerah. Saya menyesali hal ini lebih dari siapapun."
![](https://img.wattpad.com/cover/358936777-288-k209315.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be: Rebound ✔️ [TERBIT]
FantasyIni cerita tentang Arina Chandani Rahmi dan musuh terbesarnya: cermin, kamera, foto atau apapun yang dapat memantulkan bayangan persona cantik sang nona. Kebenciannya terhadap bayangan tercipta saat Sander-si hantu Belanda berusia 200 tahun yang men...