Sampai saat ini, hal yang paling aku takuti adalah jatuh dan patah ke dalam rasa yang salah. Tentang hati yang kini seakan kubiarkan mati dengan sendirinya pada cinta.
Histologi Hati by IraKarrella
"Mau langsung berangkat, ya, Zah?" tanya seorang wanita paruh baya yang sibuk dengan peralatan masak ketika Hamzah baru saja turun dari lantai dua.
Itu adalah Nia, ibu dari Daffi yang sekarang rumahnya ditempati Hamzah untuk sementara selama menjalani PPDS jauh dari pamannya. Meski awalnya Hamzah sempat menolak dengan mengatakan ingin menyewa apartemen sekitaran rumah sakit saja karena memang cukup mampu untuk itu, keluarga Daffi--termasuk Daffi sendiri--nyatanya tetap memaksanya.
Katanya agar rumah ini pun bisa seramai dulu, walaupun faktanya juga tetap sama saja karena Hamzah dan Daffi jarang berada di rumah.
"Iya, Tante. Sebentar lagi ada visit pasien dan harus stay di rumah sakit sekitar jam lima nanti," balas Hamzah sambil tersenyum simpul.
Nia berhenti sebentar, memandangi jam pada dinding dapur. "Kalau perginya sebentar lagi, nggak apa-apa? Kamu duduk dulu, Tante mau bicara. Soalnya sekarang masih jam empat lewat lho, Zah."
Hamzah ikut melihat jam di tangannya. "Iya juga, tapi Hamzah harus udah siap-siap sebelum itu, sih, Tante."
Nia menghela napas. "Nggak kamu, nggak Daffi. Kalian sama aja," ucapnya sambil mengambil cumi dari dalam kulkas.
Hamzah yang baru duduk di kursi dapur, menatapnya heran. "Hm? Maksudnya, Tante?"
"Iya, kalian itu selalu pergi pagi, pulang malam, atau nggak pulang sama sekali. Sesibuk itu, ya, para calon-calon dokter hebat ini?" Wanita bermata kecokelatan itu tertawa pelan. "Tante paham, kalian pasti selalu sibuk. Cuma tetap aja, rumah ini rasanya selalu kesepian, kosong. Ada kalian atau nggak. Paling ada suara game-nya Derril."
Hamzah terdiam beberapa waktu, mencerna setiap kata yang keluar dari bibir Nia yang notabene menohok hatinya. Ia sangat tahu berapa banyak orang yang telah ia biarkan kesepian sejak awal masuk kedokteran. Namun, ia harus bagaimana ketika mengingat ini pun adalah kewajiban?
"Maafin Hamzah, ya. Karena ... sering banget lupa sama sekitar."
"Nggak apa-apa, Nak. Tante nggak marah. Maaf juga kalau kata-kata tadi agak berlebihan," sesal Nia. "Tante cuma mau merasakan banyak waktu dengan kalian, mau rumah ini seramai dulu lagi. Saat itu pasti akan ada, kan? Meski bukan sekarang."
Hamzah mengangguk pelan. "Iya, Insyaa Allah nanti setelah lulus, ya, Tante? Saya ajak kedua orang tua saya juga," balasnya, terdengar bersungguh-sungguh. Akan tetapi, Nia mengerutkan dahi.
Wanita berumur 52 tahun itu tentu sudah tahu semua perihal Hamzah dengan kedua orang tuanya. Daffi pernah menceritakan itu sejak pertemuan Hamzah dengan mereka untuk kali pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Histologi Hati
SpiritualHamzah Al-Fatih, seorang residen bedah yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan sedikit jauh dari pamannya itu terpaksa menghadapi sebuah takdir yang tak terduga. Bertemu kembali dengan seseorang yang sempat menjadi bagian dari masa lalu adalah...