06. Orang yang Sama

67 2 0
                                    

Sepertinya, bumi memang terlalu kecil dibandingkan yang terlihat. Buktinya, mudah menemukan orang-orang yang sama di dalam 'dunia' yang katanya begitu luas ini.

Histologi Hati by IraKarrella

Hamzah keluar dari bangsal enam dan baru menyadari jika stetoskop milik Syifa masih ada padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hamzah keluar dari bangsal enam dan baru menyadari jika stetoskop milik Syifa masih ada padanya. Padahal, ia berencana untuk mengembalikan itu saat siang tadi, yang mana sekarang telah masuk pukul setengah lima sore.

"Semoga ketemu sebelum dia pulang," ucap Hamzah pada diri sendiri. Kemudian, ia segera berbelok menuju ruang koas.

Koridor rumah sakit sore ini mulai sedikit lengang, beberapa perawat bahkan tengah bersiap untuk pergantian shift malam, membuat derap langkah Hamzah terdengar jelas di antara roda brankar yang berputar pelan. Juga, tawa ringan dari sebagian perawat yang berdiskusi sedangkan di tangan mereka memegang sebuah dokumen.

Begitu tiba, Hamzah sedikit melirik ke dalam ruangan berukuran sekitar 5×5 meter persegi itu. Namun, kosong. Tidak ada siapa pun di sana saat dia masuk dan menelusurinya.

"Atau jangan-jangan udah pulang?" Hamzah mengerutkan dahi.

Hingga saat menyadari satu hal, bahwa Syifa tidak pernah pulang secepat ini selama menjadi koasnya, ia lalu berinisiatif menuju suatu tempat.

"Lho, Dok? Mau ke mana?" Seorang perawat menghentikan langkah Hamzah. Di belakang perawat itu, ada satu koas yang notabene teman satu kelompok Syifa.

"Saya cari Syifa, kalian lihat dia? Mau kembalikan stetoskop ini," jawab Hamzah. Koas yang diketahui bernama Mira tadi menatapnya.

"Tadi saya ngeliat di ujung koridor, sih, Dok. Kalau dokter mau, biar saya yang kasih nanti. Gimana?"

Hamzah terdiam lama seolah memikirkan sesuatu. Sampai akhirnya, dia menggeleng pelan. "Nggak apa-apa, biar saya aja yang kasih langsung. Terimakasih sebelumnya. Kalau begitu, saya permisi dulu."

Tanpa menunggu jawaban, Hamzah lekas berlalu menuju ujung koridor yang tadi ditunjukkan. Bayangan Hamzah tercetak jelas di lantai keramik rumah sakit lewat jendela cukup besar, senja hari ini itu cantik dan beberapa kali mengalihkan fokus Hamzah untuk menatap ke arah langit. Hingga, suara seseorang membuat fokusnya kembali ke depan.

"Kenapa harus ke sini? Dilarang, kan?" Itu adalah Syifa.

Dari nada bicara, Hamzah tahu bahwa yang sedang di telepon perempuan itu adalah kakaknya. Alhasil, karena tidak ingin melanggar privasi, Hamzah berdiri di sana menunggu Syifa memutus panggilannya.

"Kak, tolong ini yang terakhir kalinya. Kemarin juga ke sini tanpa bilang, kan? Aku nggak bermaksud ngelarang. Cuma ... aku sayang Kakak. Paham, kan? Nggak ingin terjadi sesuatu yang buruk," sambung Syifa terdengar putus asa.

Histologi HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang