⋆ dua

88 15 2
                                    

Raka POV

Kelas Raka kembali ke kelas mereka yang ada di lantai dua itu dengan bahu merosot, terlebih Raka yang berasa baru saja dipermalukan oleh Abizar di lapangan tadi.

Melihat wajah tim nya yang tidak jauh seperti dirinya, membuat Raka enggan berbicara kepada siapapun. Ia memejamkan matanya, mengingat wajah menyebalkan Abizar tadi sebelum dia pergi dari lapangan.

I win, katanya. Raka berdesis saat melihat Abizar meledeknya.

Tidak pernah terpikirkan di benaknya, kalau Abizar berhasil mengalahkannya.

Tepukan di bahu membuat Raka tersadar dari lamunannya. Ia menoleh, disitu ada sang ketua kelas yang tersenyum kecil memandangnya, “Gue tau ini cuma classmeet, gue tau rasanya kalah, kok,” katanya.

“Sorry udah bikin kelas kita kalah,” kata Raka, ia menjadi bersalah. “Nyentuh semifinal aja gak mungkin njir.”

“Gue bakal jujur secara brutal, kelas kita emang kagak bisa kalau masalah main di lapangan,” ungkapnya, hal ini membuat Raka terkekeh, “udah syukur bisa cetak angka. Kalau poin masih nol, gue udah malu banget sial.”

Raka tertawa pelan, “Bertahan doang kita mah disana, apalagi gua.”

“Untuk orang yang gak pernah main basket, lu masih oke sih menurut gue.”

“Gak usah boong gitu dah, lo gak liat tadi mukanya si curut?”

“Curut?”

“Abizar,” tukas Raka, “dia dari awal udah remehin gua, pas menang malah makin ngeledek.”

Tepukan kembali Raka rasakan, “lo harus terima sih, emang untuk basket itu udah keahlian Abizar.”

Emang. Tapi gua gak mungkin bisa ngomong gitu di depan mukanya. Makin seneng yang ada, Raka mengusak-usak rambutnya kasar, mood dia udah jelek banget hari ini.

Dia bangkit dan berjalan menuju kantin, berniat untuk membeli minuman guna menyegarkan pikirannya. Tapi, keinginannya harus terhempas begitu saja ketika di lorong menuju kantin ada Abizar sedang bersandar di tembok tepat sebelum pintu kantin.

“Wuihh, ada siapa nih,” suara Abizar yang pura-pura terkejut itu masuk ke dalam indra pendengaran Raka. Dia sedang meneguk es teh yang ditemani batagor.

Raka tetap berjalan lurus tanpa memperdulikan suara dari teman-teman Abizar yang kini sudah dirinya yakin itu lagi mengejeknya.

“Gimana rasanya tanding gak sesuai sama skill?” suara Abizar terdengar, “malu banget lah gak bisa cetak angka di lapangan.”

“Bacot,” desis Raka, tepat di depan Abizar yang sedang terbahak.

“Ngapain juga ya, udah mah gak jago main malah coba ikutan,” ini suara teman Abizar yang tidak Raka kenali, setelahnya diikuti tawa Abizar yang makin lama bikin Raka muak. “Malu-maluin kelasnya aja.”

Ya, thanks udah memperjelas, pikir Raka. Tapi dia diam saja, tetap berjalan masuk ke kantin dan tidak memperdulikan Abizar dan teman-temannya yang masih sibuk tertawa kencang di lorong.

Raka terus ngedumel ketika sedang mengantri makanan langganannya itu—mie ayam. Matanya sekaligus menyapu seluruh kantin untuk melihat ada kursi yang sedang kosong. Harusnya tadi ajak temen, pikirnya.

Raka berhasil memesan mie ayam bakso favoritnya dan berhasil juga menemukan tempat duduk yang pas untuknya makan sendirian. Baru saja merasakan lima suapan nikmatnya mie ayam, dia mendengar suara berisik di balik bahunya.

Raka tidak perlu berbalik untuk tau siapa yang membuat suara itu, sudah jelas itu suara Abizar dan teman-temannya yang duduk di belakangnya. Dia mulai menulikan telinganya untuk tidak mendengar celotehan Abizar.

second chance ★ jikyu (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang