⋆ empat

94 17 3
                                    

Author POV

Hari Sabtu yang indah. Pagi yang indah cocok untuk Abizar yang sekarang sudah siap untuk latihan basket bersama pelatihnya. Lokasi latihan kali ini di sebuah gor yang lumayan jauh dari rumahnya.

Maka dari itu, sejak pukul enam pagi tadi Abizar sudah harus terpaksa bersiap, latihan mereka dimulai pukul delapan pagi btw.

Sudah lengkap dengan helm dan perlengkapannya, Abizar pun mulai mengendarai motornya keluar dari komplek. Dia belum sarapan, jadi sepertinya dia akan membeli dari rumah dan memakannya di gor.

Timing yang pas karena dia melihat tukang bubur komplek sudah datang di pertigaan. Namun, tak hanya tukang bubur yang membuatnya senang—tapi ada Raka dengan muka bangun tidurnya memakai kaos nirvana serta celana training abu-abu jalan dari arah yang berlawanan.

Dan betapa serunya, tatkala arah jalan Raka membelok ke arah pertigaan juga—menuju tukang bubur ayam.

Abizar yang sudah sampai duluan itu pun memarkirkan motornya dan memesan satu porsi bubur dibungkus tentu saja. Dia memilih duduk di bangku milik penjual bubur karena ingin mengejutkan sosok Raka nanti.

“Pak, dua porsi ya, bungkus komplit,” suara Raka mengalun di pendengaran Abizar. 

Dia sedikit mendongak untuk melihat muka bantal Raka yang masih kelihatan itu, “Bangun tidur mah cuci muka dulu,” komentarnya membuat bola mata Raka membulat.

Wajah Raka pun otomatis langsung segar ketika melihat ada Abizar yang duduk tersenyum jail ke arahnya, “Lo ngapain sih ada disini?!” ketusnya.

Abizar menunjuk tukang bubur, “Ya beli bubur, lah?”

Raka mendengus, bener juga sih pikirnya. Pertanyaan dia juga tadi reflek doang, dia hanya kaget kalau bisa ada Abizar disini juga. Perasaan rumah mereka gak deket, tapi kenapa bisa ketemu disini.

Tukang bubur pagi itu masih sepi, dan itu kesempatan emas untuk Abizar. Dia mau caper aja kok. 

“Di deket rumah lo emang gak ada tukang bubur? Kok jauh amat ampe kesini.”

Raka masih memandang Abizar dengan ketus, “Emang ada tulisan kalau warga komplek blok sebelah gak boleh beli?” ia balik bertanya.

“Pagi jam segini tukang bubur blok sebelah emang belum dateng, agak siangan biasanya, Mas,” celetuk si abang tukang bubur ikutan nimbrung.

“Oalahh gitu mang, baru tau saya,” kata Abizar.

“Makanya kalau nanya tuh mikir dulu yang bener,” ketus Raka.

“Gua kan nanya baik-baik? Kenapa lo bisa sampe sejauh ini mau beli bubur? Kok malah ketus begitu dah.”

“Bedain nanya baik-baik sama nanya sambil nyolot.”

“Mana ada gua nyolot sih?!”

“Ya kan emang lo nyolot!”

“Mana sih gua nyolot?!”

“Nah itu!”

“Itu apaan?!”

“Itu namanya nyolot!” seru Raka makin kesal.

“Astaga.. mana ada gua nyolot sih,” Abizar jadi ikutan kesal, dia frustasi.

“Salah mah salah aja! Gak usah playing victim begitu.”

“Gua gak playing victim, Raka. Gua cuma nanya kenapa lo harus sampe sejauh ini jalan buat beli bubur.”

“Gua mau beli dimana aja kan bukan urusan lo, Abizar? Kenapa harus repot-repot nanya coba?”

second chance ★ jikyu (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang