'Tak ada yang pernah tahu, seberapa banyak aku menyimpan dendam. Tak ada yang pernah tahu seberapa besar kebencianku hingga sosok itu menjadi mimpi terburukku. Tapi yang orang ketahui adalah menyiksa mereka dengan bayanganku. Bak pinang dibelah dua. Kubalaskan dendamku dengan raga yang sama. Tanpa orang mengenal siapa diriku sebenarnya.'
Dunia berjalan amat cepat. Peradaban manusia semakin berubah dari waktu ke waktu. Begitu pula keserakahan mereka menelan hidup-hidup Bumi beserta isinya. Hilang sudah keindahan planet biru itu. Segalanya tampak rungkuh termakan waktu. Masa ini adalah masa awal kehancuran. Tak dapat diprediksi kapan Bumi ini akan meledak meninggalkan segala kenangan. Tidak ada yang tahu.
Tahun 2050. Bila dilihat dari angkasa, rupa Bumi tampak mengenaskan. Suhu panas ekstrem melanda bagai kobaran api dahsyat. Beberapa area tak dapat lagi dihuni. Tiada lagi hutan lebat di permukaan Bumi. Semua tergantikan dengan bangunan super canggih. Layar hologram memenuhi setiap sudut kota. Kecerdasan buatan telah memperbudak manusia. Sudah ada penanaman chip di tubuh manusia. Mereka sebenarnya tidak perlu smartphone lagi. Segalanya dipermudah.
Kota Jakarta ramai lalu-lalang kendaraan saat mentari pagi baru saja muncul di ufuk Timur. Seperti biasa, para manusia kembali menjalankan aktivitas dan pekerjaannya. Jalan raya dipenuhi oleh kendaraan listrik otomatis. Hampir tak ada manusia yang berjalan kaki di atas trotoar. Mereka berangkat ke sekolah dan tempat kerja. Kota besar itu terlihat sibuk.
Di sebuah gedung tinggi berlantai dua puluh, seorang pria berusia 55 tahun tak berkutik dari meja kerjanya. Tepatnya di dalam ruangan bercat putih dengan ukiran kayu jati menempel di dinding. Lantainya dilapisi karpet merah. Ruangannya terlihat antik, penuh dengan barang pecah belah dari puluhan tahun lalu. Di atas mejanya penuh dengan tumpukan kertas. Ia baca lembar demi lembar penuh ketelitian. Wajahnya mengkerut, sesekali menggeser layar hologram di samping wajahnya.
Dia adalah seorang ilmuwan. Professor Gama. Sekarang dirinya dibuat bingung oleh sebuah laporan. Ingatannya kembali terbuka. Matanya menatap tajam sebuah foto, seolah tak percaya dengan fakta yang ia terima. Berkali-kali ia memastikan kumpulan data di layar hologram. Informasi yang sungguh mengejutkan.
"Tak habis pikir," gumamnya.
Dionne Sabrina Denta. Ia bukan orang biasa. Ayahnya adalah ilmuwan ternama di Jakarta pada tahun 2025. Kenalan banyak orang. Tidak ada yang tidak tahu dia. 25 tahun lalu. Wanita itu menghilang. Berita yang buat geger satu kota. Keberadaannya dicari-cari oleh banyak orang. Tanpa jejak. Tanpa peninggalan. Ia sudah dinyatakan mati. Mereka menyerah dalam pencarian. Tidak ada yang tahu nasibnya setelah itu.
Tapi Gama merupakan satu-satunya orang yang tahu nasib Dionne. Ia merahasiakannya dari semua orang. Karena sebab hilangnya Dionne adalah dia sendiri. Gama menamati foto wanita itu. Bukan. Lebih tepatnya seorang gadis misterius entah dari mana asalnya. Pasalnya, gadis tersebut sangat mirip dengan Dionne 25 tahun yang lalu.
Egida Raline. Itulah nama yang tertera di atas kertas berukuran A4. Foto gadis itu terpampang jelas. Mengenakan seragam sekolah. Profil Raline 'si gadis salinan Dionne' ia dapatkan dari rekan kerjanya. Secara kebetulan menemukannya di sebuah situs berita. Ternyata profil Raline telah tersebar kemana-mana. Kemunculannya membuat kagum orang-orang.
Sekali lagi ia bandingkan kedua foto perempuan itu. Bukan main. Mereka terlihat seperti kembar. Gama dibuat pusing oleh laporan itu. Ia mengacak-acak rambutnya, frustasi. Amarahnya kembali setelah puluhan tahun lamanya. Tak pernah menyangka bahwa ia akan bertarung kembali. Entah ini sebuah pertanda atau bukan. Kini, mimpi buruknya benar-benar terjadi. Menjadi kenyataan.
"Kuharap gadis ini adalah dirimu. Teknologi merubahmu menjadi awet muda. Tunggu saja, Dionne. Mari mulai permainannya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
25 years [ ✔]
Random[SUDAH DIBUKUKAN] Kebencian dan dendam selalu ada dalam jiwa manusia. Segalanya berubah begitu cepat. Semakin bertambah pintar, semakin ia ingin kuasai dunia.Tak kira bekas langkah di atas Bumi yang rungkuh. Kaki-kaki kecil itu menaruh luka teramat...