Benang yang Kusut

31 19 1
                                    

Pagi-pagi sekali Raline berlarian menuju ruang klub arkeologi di sekolahnya. Setelah ini akan ada pertemuan pagi, dan ia harus mengisi rapat singkat hari ini. Sambil menggendong tasnya, ia mendorong pintu. Menampakkan ruangan kecil dengan meja bundar di tengah. Bergegas ia menata barang-barang yang ada di sana, khususnya papan proyektor besar. Ia hendak menyampaikan penemuannya tentang Dionne.

Kebetulan sekolah mengangkat tema mengenang alumni lamanya itu. Beberapa hari ini mereka menggelar berbagai acara. Diklat Kesehatan, Pameran Kerajinan Tangan, dan pertemuan khusus ekstrakulikuler. Raline meletakkan tasnya di kursi depan. Ia duduk menghadap komputer yang akan menampilkan presentasi miliknya di layar proyektor. Tak lupa menyetting kabel-kabel dan file miliknya.

"Kau sudah tiba ternyata, Raline. Adik-adik kelas tidak sabar mendengar presentasimu..." salah seorang guru pembina datang, mengejutkan Raline yang fokus menghadap komputer.

"Ah, iya. Ini pertama kali aku terlibat dalam acara sekolah. Aku harap berjalan lancar..." sahut Raline lantas tersenyum.

"Aku yakin kamu hebat dalam hal itu. Jangan khawatir, kau tidak akan mengecewakan." Wanita berpakaian seragam putih itu meletakkan tumpukan kertas di atas meja bundar, "aku perhatikan kau pandai dalam segala hal. Kau juga pintar di kelas, nilaimu sampai saat ini cukup memuaskan."

"Ah, itu bukan apa-apa. Aku belajar banyak hal baru saat pindah ke Jakarta, jadi mungkin itu membuatku lebih tahu banyak..." jawab Raline.

"Baiklah. Semoga beruntung, Raline. Aku tinggal sebentar ke ruang guru..." Tak lama kemudian, wanita itu keluar dari ruangan.

Raline kembali fokus pada pekerjaannya. Sebentar lagi presentasinya siap. Tinggal menampilkannya pada layar proyektor. Ia berharap materinya akan menggugah seluruh siswa untuk ikut menyelidiki kasus yang bertahun-tahun belum terpecahkan. Lalu semoga dengan ini ia bisa mendapat lebih banyak petunjuk.

Jam di dinding menunjukkan pukul 7 pagi. Tepat waktu. Ia punya 15 menit untuk menyiapkan mental. Berkali-kali ia membaca buku catatannya, memastikan ia tak melewatkan sedikitpun satu materi. Ia juga akan menggelar sesi diskusi selama beberapa menit supaya pertemuan ini bermanfaat, tidak hanya memahami materi, namun juga mengasah pemikiran.

Sambil menunggu bel berbunyi, ia mengecek beberapa pesan yang masuk. Ia menggeser layar hologram yang keluar dari jam tangannya. Mhea baru saja mengabarkan kalau sore nanti mereka juga akan menggelar diskusi di ruangan The Arch 18, Professor Janu yang meminta demikian.

Raline mengeluh dalam hati. Jadwalnya hari ini cukup padat. Ada latihan panahan sepulang sekolah, lalu kelas online tambahannya dan ia punya projek penting yang harus diselesaikan. Mengingat beberapa acara itu saja membuatnya lelah. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus mau menjalaninya. Hal-hal itu akan bermanfaat untuknya di masa mendatang.

Klik!

Ia lagi-lagi dikejutkan dengan guru pembinanya. Setelah menyelesaikan urusannya di ruang guru, ia kembali ke ruang klub arkeologi. Acara akan dimulai 10 menit lagi, wanita itu meminta Raline untuk menyalakan proyektor. Lantas menyuruhnya duduk di tempat diskusi.

"Berapa orang yang ada klub ini, Bu?" tanya Raline memastikan.

"Mungkin ada 20, tapi yang akan datang kurang dari itu. Beberapa dari mereka juga ada acara di ekstrakulikuler lain..." jawab guru itu sambil mengingat-ingat.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan menyiapkan snack-nya dulu." Raline membuka kardus yang ia bawa dari asramanya, berisikan beberapa macam camilan kemasan dan minuman.

"Wah, persiapanmu matang sekali. Semoga mereka suka dengan perfomamu. Oh ya, kau pasti sangat mengenal Professor Janu. Sampaikan salamku padanya," ucap pembina klub arkeologi sambil tertawa kecil.

25 years [ ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang