Malam ini cukup menegangkan. Usai membicarakan mengenai rencana besar, Raline dan Yoshua berlarian menuju mobil besar milik The Arch 18. Yoshua langsung duduk di kursi kemudi. Sedangkan Raline menyiapkan dua layar monitor di belakang kursi kemudi. Bergegas Yoshua menyalakan mesin, bersiap untuk bergerak. Beberapa menit lalu, tangan-tangan kecil itu mengetik sebuah program coding. Rangkaian angka dan huruf mewakili rumus perintah pada komputer mengisi seluruh pandangan. Raline telah banyak belajar dari Yoshua tentang sebuah program komputer.
Tak lama kemudian, Yoshua mengendalikan stir mobil. Kendaraan tersebut mulai meninggalkan halaman gedung. Kali ini keputusannya final, mereka berdua akan pergi menuju gedung perusahaan Gama. Sebuah bangunan 20 lantai dengan keamanan yang lumayan ketat. Bukan sembarang orang yang bisa masuk ke sana. Kali ini, medan yang akan dihadapi sangat sulit. Dua orang remaja 18 tahun bergelut untuk menaklukan gedung itu dalam semalam.
Sampailah mereka tepat di depan gedung perusahaan Gama. Kebetulan jalanan di sekitar terasa sepi dan sunyi. Raline memandang jam tangannya, tepat pukul 1 malam. Ia memandangi tingginya gedung itu. Berharap dalam sekejap ia dapat melemahkan keamanan bangunan itu. Helaan napas terdengar, Raline bersiap untuk berperang kali ini. Tak lupa ia siapkan beberapa ponsel dan tas kecil berisi beberapa barang.
“Kau sungguhan ingin pergi ke sana sendiri?” celetuk Yoshua menghentikan langkah Raline sejenak.
“Tenang. Aku akan baik-baik saja… Kau siap?” Raline menyahut dengan yakin.
“Ya. Akan ku-aktifkan sekarang.” Yoshua beralih menuju dua layar komputer di bagian belakang mobil.
Kali ini, Raline yakin dengan semua rencananya. Dia telah mempertimbangan segala risiko yang mungkin terjadi. Ia harus mencari ruang kerja Gama dalam waktu yang singkat. Ada sesuatu yang harus ia ambil kembali. Selain itu, dia ingin menggambar sebuah mimpi buruk di dalam di benak semua orang. Tak ingin tinggal diam apabila kebenaran masih terkubur dalam-dalam di inti Bumi.
“Hati-hati. Bisa saja ada banyak orang di dalam,” ucap Yoshua lagi sebelum Raline berjalan ke dalam gedung.
“Ya. Kau bia aktifkan sekarang,” sahut Raline lantas melangkah pergi, “bila aku tidak kembali dalam waktu 40 menit, kau bisa lakukan rencana cadangan.”
Cit!
Secara tiba-tiba pintu utama gedung yang seharusnya terdapat sinar laser merah menghilang begitu saja. Raline dapat masuk ke dalam dengan mudah. Tampaknya Yoshua berhasil menguasai sistem dan program yang ada di gedung itu. Maka rencana meretas itu berjalan dengan lancar, beralihlah ia menuju sistem program komputer lain. Rencana selanjutnya telah menanti.
Raline terus melangkah ke dalam. Kebetulan sekali tidak ada orang sama sekali. Mengingat sekarang masih dini hari dan para pekerja di sini pasti telah meninggalkan gedung. Sekarang dia harus pergi menuju ruang kerja Gama dan laboratorium yang entah berada di lantai berapa. Untung saja Yoshua segera mengirim sinyal untuk segera pergi ke lantai 15. Katanya, letak laboratorium Gama ada di sana. Kemungkinan juga kantor Gama juga ada di dekat ruang laboratorium.
Tanpa banyak basa-basi, Raline masuk ke dalam lift. Jari telunjuk menekan angka 15. Lift-pun bergerak naik, menuju lantai yang hendak dituju. Pintu terbuka beberapa detik kemudian, Raline pun berlari kecil keluar. Kepalanya celingak-celinguk, mencari keberadaan ruangan yang menjadi targetnya. Ternyata dua ruangan yang ia cari tertampang jelas di hadapan.
Klik!
Masuklah ia ke dalam ruang kerja Gama. Pintu super canggih dengan teknologi fingerprint sebagai kunci masuk dapat dilewati dengan mudah oleh Raline. Yang ia lihat pertama kali adalah meja kerja yang besar. Ruangan dengan perabotan serba antik itu ia jelajahi satu per satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
25 years [ ✔]
Random[SUDAH DIBUKUKAN] Kebencian dan dendam selalu ada dalam jiwa manusia. Segalanya berubah begitu cepat. Semakin bertambah pintar, semakin ia ingin kuasai dunia.Tak kira bekas langkah di atas Bumi yang rungkuh. Kaki-kaki kecil itu menaruh luka teramat...