Malam dan Angan

40 23 1
                                    

Cahaya layar komputer menyinari seluruh wajah gadis berusia 18 tahun. Sepasang matanya fokus, terus menatap deretan tulisan di sosial media. Professor Janu telah mengirim pernyataan mewakili beberapa anggota The Arch 18 mengenai penemuan laboratorium dan batu nisan Dionne beberapa hari yang lalu. Media telah mengangkat pernyataan itu melalui sebuah artikel.

Sontak hal itu membuat ramai berbagai macam sosial media. Mereka ikut mengirimkan opini melalui tulisan berparagraf. Tidak disangka The Arch 18 menemukan salah satu bagian penting dari sejarah hilangnya wanita berusia 25 tahun dan merupakan putri dari ilmuwan ternama. Tidak dapat dipungkiri mereka sangat menyayangkan kematian Dionne yang hingga saat ini belum terpecahkan.

Raline memposisikan badannya, mendekati layar. Ia membaca salah satu opini dari seorang pengguna sosial media. Tulisannya tidak terlalu panjang. Keberadaan robot. Hal inilah teori paling mendasar yang akan diucapkan oleh manusia. Tahun 2050. Para manusia hidup berdampingan dengan robot. Bisa jadi seseorang membuat salinan Dionne dengan robot yang berbentuk seperti manusia.

"Mereka mengiraku robot? Yang benar saja. Jika mereka berencana menyayat kulitku, yang mereka temui pasti darah, daging dan tulang... Aneh sekali orang-orang," batin Raline.

Jarinya menggeser kursor, mengarah pada satu komentar panjang. Mengaitkan kemunculan Raline dengan spiritual. Terdapat sebuah kepercayaan dimana seorang yang telah mati jiwanya akan berpindah ke raga lain. Reinkarnasi. Namun hal itu sama sekali tidak masuk akal bagi beberapa orang. Jika jiwa Dionne berpindah ke dalam tubuh Raline, maka gadis itu bisa mengingat hal-hal yang terjadi puluhan tahun lalu. Ingatannya pasti bisa terbuka pada kejadian itu.

Raline tidak merasa pernah hidup di jaman Dionne. Ia terlahir biasa. Tak pernah ia diselimuti oleh masa lalu. Sebelumnya, Raline tak pernah mengetahui apapun tentang Dionne. Semua terasa asing sebelum dirinya mendapat julukan 'si gadis salinan Dionne'. Lagipula ia tak percaya dengan adanya reinkarnasi. Menganggap manusia yang telah mati akan berakhir di liang lahat. Tidak ada kehidupan selanjutnya.

Bahu Raline terasa pegal. Sesekali ia memijat-mijat bahunya, lalu merenggangkan tangan dan kakinya. Hari ini terasa melelahkan. Dari pagi hingga malam, dirinya terus bergelut dengan kasus memusingkan ini. Bagai benang yang kusut, itulah yang ada di dalam kepalanya. Semakin lama ia berhadap dengan kasus ini, ia semakin tertarik.

Kembali ia tatap layar komputer di hadapan, membaca lagi berbagai komentar yang ada pada salah satu akun sosial media. Kecerdasan manusia, AI. Itulah topik yang tertulis pada beberapa deret kalimat itu. Orang itu beranggapan bahwa sosok Raline tidak nyata, bentuk manusia yang terbuat dari hologram. Atau bisa jadi wajah Raline diedit sedemikian rupa hingga menyerupai Dionne.

Raline berdecak. Lagi-lagi ia dibuat kesal dengan opini-opini seperti ini. Ia tak ingin dianggap sebagai buatan manusia. Ia bukan makhluk yang terbuat dari teknologi tercanggih. Raline adalah manusia dan tetap akan jadi manusia. Wajah rupawannya sama sekali bukan hasil dari karya tangan manusia. Itu terjadi secara alami. Dari hasil gen terbaik ayah ibunya. Walau ia tak pernah melihat kedua orang tuanya, tapi ia yakin ia adalah manusia yang lahir dari rahim seorang ibu.

Ada salah satu komentar yang menurutnya menarik. Pada tahun 2032 Raline lahir, sedangkan tahun kematian Dionne adalah 2025. Seseorang menganggap bahwa pasti ada sesuatu yang terjadi 7 tahun itu. Selang tahun 2025 hingga 2032, kematian Dionne bisa jadi dimanipulasi. Tapi dari data yang ditemukan, batu nisan Dionne dibuat tepat 25 tahun yang lalu. Professor Janu beranggapan bahwa kematian Dionne tahun 2025 itu benar adanya.

"Bagaimana kalau laboratorium itu adalah tempat eksperimen selama 7 tahun itu? Apa yang terjadi di sana? Atau batu nisan itu hanya sebagai pengecoh..." Raline menggumam sambil menggigit jari jemarinya.

25 years [ ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang