Secarik Kertas Misteri

32 20 0
                                    

Tak terasa mobil berwarna putih telah terparkir di garasi asrama. Langit sudah gelap. Jam dinding di bagian depan gedung menunjukkan pukul 7 malam. Hampir dua jam berkelana hingga ke ujung dunia. Tidak. Lebih tepatnya menelusuri Jakarta. Lama sekali Raline, Yoshua dan Mhea menghabiskan waktu berkeliling kota. Bertukar pikiran, mencurahkan isi hati. Tak lupa mampir untuk membeli jajanan dan minuman. Intinya quality time sebagai sahabat.

Dag!

Serempak mereka bertiga menutup pintu mobil. Berjalan bersandingan menuju lift. Penuh sekali dengan orang-orang. Lantai basement terasa ramai karena kebetulan penghuni asrama baru saja datang. Pulang kerja, pulang sekolah. Mereka semua berhimpitan di dalam lift, berdesak-desakan. Raline, Yoshua dan Mhea terpojok di belakang. Mereka bertiga hampir tak bisa bernapas dibuatnya.

Kamar asrama mereka ada di lantai 5, harap bersabar menunggu pintu lift terbuka. Raline berbisik-bisik, tidak tahan dengan sekumpulan orang-orang ini. Untung saja ia tidak lama di dalam sana. Tidak sampai lima menit, sampailah mereka ke lantai 5. Satu per satu orang keluar menuju tempat tinggalnya masing-masing.

  “Aku pergi duluan ya,” ujar Mhea berlari kecil menuju lorong kamarnya sesaat setelah mereka keluar dari lift.

Kebetulan kamarnya terletak di lorong bagian kanan. Jadi ia harus jalan terpisah dengan Yoshua dan Raline. Mhea melambaikan tangannya kepada dua rekannya. Raline dan Yoshua balik badan. Dibalas dengan senyuman lebar. Wujud Mhea hilang di balik dinding setelah berbelok.

Mereka berdua kembali berbalik badan, berjalan bersampingan menuju kamar asrama. Tak sampai beberapa menit, sampailah Raline dan Yoshua ke kamarnya. Kebetulan ruangan mereka berhadapan. Memudahkan Yoshua untuk mengawasi atau memastikan Raline baik-baik saja. Gadis itu terlalu banyak tingkah, bahaya bila dibiarkan sendiri.

  “Lenganmu tak apa?” tanya Yoshua. Ia tahu luka lebam yang ada di lengan kanannya sejak Raline datang ke UKS tadi pagi.

  “Tidak sakit sama sekali. Jangan khawatirkan itu. Kau juga seharusnya banyak istirahat. Dari matamu saja aku tahu bahwa kamu lelah…” Kalimat yang keluar dari mulut Raline membuat Yoshua tersenyum tipis.

  “Baiklah, Tuan Putri. Aku tidak akan menyangkal…” jawab Yoshua. Mendengar itu, Raline mencibir. Untung saja Yoshua mengalah kali ini, ia tak akan mengomel lagi.

Sampailah mereka di depan pintu kamar, berjalan berpisah memasuki kamar masing-masing. Raline mengeluarkan kartu elektroniknya ‘tuk membuka kunci pintu. Menempelkannya pada layar di bawah gagang pintu, secara otomatis kunci terbuka. Gadis itu segera masuk ke dalam, melepas sepatu dan kaos kaki. Tak lupa menutup kembali pintunya.

Dirinya berjalan menuju meja belajar, sejenak ia sandarkan punggung. Kemudian dilepasnya tas dan ia letakkan di bawah meja. Hembusan napas terdengar memenuhi seisi ruang belajarnya. Raline memandang jadwal pembelajarannya yang tertempel di dinding. Malam ini ia ada kelas online tambahan. Melelahkan.

Karena takut semakin larut malam, Raline memutuskan untuk membersihkan diri. Ia sambar handuk yang ada di dalam rak kemudian beranjak mandi. Setidaknya ia dapat melepaskan rasa lelahnya dengan mencium wewangian sabun dan parfum. Raline menghabiskan waktu 10 menit di dalam bilik air. Wajahnya terlihat lebih bersih dan segar, dengan itu ia bisa mengikuti kelas online dengan baik.

Gadis itu keluar dari kamar mandi, lantas melangkah menuju meja belajar. Sejenak ia perhatikan jam dinding, sudah pukul setengah 8. Tepat waktu, ia bisa menyiapkan diri setengah jam sebelum bergelut dengan buku penuh rumus Matematika. Ia banting tubuh ke atas kasur, sembari memainkan ponselnya. Rasa penasaran membawanya kembali menuju sosial media. Ia sangat suka membaca komentar orang-orang.

25 years [ ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang