Eksekusi Rencana

13 8 1
                                    

Sinar layar komputer menyinari wajah Raline pada ruangan remang. Ia duduk di depan meja belajarnya. Menggapai sebuah flashdisk dari dalam kotak kayu. Ingin sekali ia melihat rekaman video Dionne beberapa hari sebelum melahirkan. Raline tancapkan benda kecil itu pada lubang USB. Kemudian ia menggerakkan kursor untuk mencari file videonya.

Masih mengenakan seragam sekolah. Baru saja ia kembali ke asrama setelah mengambil tas dan peralatan sekolahnya. Hari sudah malam. Suasana hati Raline benar-benar campur aduk. Dia tidak tahu harus bagaimana menyikap keadaan ini. Tangannya gemetar, menekan sebuah video yang tersimpan pada salah satu folder. Sesekali ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.

Video tersebut memunculkan sosok Dionne yang sedang duduk di ruang kerja Dianna. Ia menaruh kamera di atas meja, lantas tersenyum. Wanita melambaikan tangan. Tampak perutnya sudah mengembung besar. Menandakan ada bayi yang ia kandung. Hasil dari kloning yang Dianna lakukan.

  “Halo, aku Dionne, ibumu. Kamu akan melihat video ini saat kamu dewasa… Sebentar lagi hari kelahiranmu tiba. Aku hanya berharap kamu bisa normal seperti anak lain, walau aku sedang sakit keras…”

Raline menonton kembali video itu. Matanya berbinar. Menatap wajah Dionne yang sama sekali tidak berubah walau telah 7 tahun berlalu. Tepatnya setelah ia dinyatakan hilang dan meninggal. Serasa mengaca. Raline seperti melihat versi dirinya di usia 32 tahun.

Dalam video itu, Dionne menceritakan kisahnya setelah kabur dari rumah. Secara detail ia tuturkan kalimat demi kalimat. Merangkum 7 tahun itu dalam sebuah video berdurasi 10 menit lebih. Ia curahkan isi hatinya tentang rasa benci terhadap para ilmuwan licik yang ingin memanfaatkannya. Wanita itu juga menceritakan bagaimana orang-orang terus berekspetasi pada anak seorang ilmuwan.

Intinya, dia ingin terus dikenang tanpa kehadirannya hingga puluhan tahun mendatang. Tubuhnya yang lemah tidak dapat kembali menampung berbagai memori. Dia sudah muak dengan manusia-manusia serakah di luar sana. Dunia ini tidak lagi baik untuknya. Dionne menginginkan raga yang sama untuk membalas perbuatan mereka, tanpa tahu siapa dia sebenarnya.

  “Maafkan ibu ya… Bila saat dewasa nanti tanggung jawabmu bisa jadi sebesar gunung. Maaf, bila ibu selalu menganggapmu sebagai pengganti untuk balas dendam. Karena aku tahu, kamu akan lebih tangguh dariku…”

Melihat wajah sendu Dionne, mata Raline mulai berkaca-kaca. Padahal ia sudah menonton ini beberapa saat yang lalu, tapi rasanya tetap sama. Dia masih tidak menyangka bahwa Dionne adalah ibunya. Ia lahir tanpa seorang ayah dan merupakan hasil dari eksperimen yang direncanakan. Awalnya, dia tak mau menerima fakta ini. Tapi bila dipikirkan lagi, hidup Raline memang diperuntukkan untuk Dionne.

  “Aku akan beri nama kepadamu. Bayi kecil yang kukandung ini kuberi nama Egida Raline. Egida berarti hidup, dan Raline berarti pelindung atau penjaga. Nama itu sungguh berarti bagiku. Karena aku hidup sebagai pelindungku… Maka dari itu, jangan salahkan dirimu jika kau memiliki banyak tanggung jawab. Salahkan saja aku. Kamu adalah satu-satunya jalan supaya orang-orang jahat itu terbangun dari mimpinya dan melihat kenyataan…”

  “Mereka semua memanfaatkanku. Para ilmuwan menganggapku sebagai kelinci percobaan. Bahkan ayahku sendiri mengekangku untuk melihat dunia luar. Aku terjebak dalam angan orang lain. Aku tak bisa pergi jauh dan menggapai bintang milikku sendiri…”

  “Sekali lagi maafkan ibu ya. Jika segalanya tampak misterius bagimu, itu karena aku. Jika segalanya tampak membingungkan, maafkan ibumu yang lemah ini. Karena sesungguhnya kamu adalah bagian dari jiwaku yang hanyut. Kalahkan mereka semua, demi ibu. Bukan berari kau harus benar-benar berhadapan dengan mereka. Tapi buat mereka kewalahan, buat mereka benar-benar terkubur dalam kesalahan mereka sendiri.”

25 years [ ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang