Suara di Kepala

10 5 0
                                    

Sejatinya bukan tentang banyak sedikitnya masalah yang kita terima melainkan tentang selapang apa dada kita untuk menerima ketetapanNya

___

Raga Alifia sudah berada di kamarnya, namun pikirannya masih terpenuhi dengan anak laki-laki yang sempat berebut mainan dengan Salma. Tidak lama setelah Alifia tertawa, dia langsung menghampiri Adara yang sedang memberikan pengertian kepada putrinya untuk izin terlebih dahulu sebelum menggunakan barang milik orang lain. Tapi saat sudah dekat dengan mereka, Alifia dibuat terkejut ketika memandang anak laki-laki yang kini sudah berada di depannya. Wajah anak laki-laki itu sangat mirip dengan laki-laki yang pernah ia cintai dulu. Namun anehnya anak itu bersama dengan wanita yang wajahnya tidak pernah Alifia ketahui sebelumnya.

"Astaga nih bocah ngelamun mulu, woy Alifia, dipanggil Papa kamu itu lho," ujar Tio-salah satu adik dari papa Alifia- sembari menepuk pundak Alifia.

"Ya Allah Paman, kaget ih"

"Ya kamu ngapain ngelamun? Dipanggil dari tadi juga. Makanya jangan ngelamun mulu, mikirin apa sih? Jangan-jangan mikirin duda anak sepuluh di desa sebelah ini"

"Enak aja, ya Paman paling yang demen ama janda rambut pirang yang punya anak sekodi"

"Ngawur kamu, Paman mah udah punya istri sama anak, jadi di pikiran Paman cuman ada istri dan anak tercinta Paman. Makanya jangan jomblo mulu, mikirin duda anak sepuluh kan jadinya"

"Terserah ah, capek ngomong sama Paman," Alifia langsung keluar kamar dan menghampiri Papanya yang ternyata tengah duduk di kolam ikan yang masih ada di area rumahnya.

Alifia langsung berhambur memeluk Papanya yang saat ini usianya sudah menginjak setengah abad. Terkadang ada ketakutan sendiri ketika mengingat usia orang tuanya yang tidak lagi muda namun dirinya tidak kunjung menikah juga. Memang tidak semua anak perempuan beruntung untuk bisa dekat dan merasakan sosok papa sebagai cinta pertamanya. Namun Alifia sangat bersyukur karena dirinya diberikan kesempatan oleh Allah untuk bisa dekat dengan papanya. Karena kedekatan itulah yang hingga akhirnya bisa menjadikan papa Alifia sebagai cinta pertamanya, dan inilah yang akhirnya menimbulkan keinginan Alifia agar saat dirinya menikah nanti yang menjabat tangan suaminya adalah ayahnya. Ia berharap semoga dirinya bisa menikah sebelum Allah memanggil orang tuanya.

"Salma nggak mampir tadi?"

"Enggak Pa, udah dicariin papanya soalnya"

"Ah coba aja main bentar, Papa kangen sama Salma soalnya, hehehe"

"Papa maaf," Alifia menguraikan pelukannya sembari menundukkan kepalanya.

"Hei kenapa minta maaf? Semua itu sudah takdir Allah Nak, mau Kakak nikah di usia muda atau pun mau Kakak nikah di usia yang tidak lagi muda itu tidak ada yang salah. Allah lebih tahu yang terbaik untuk hambaNya. Kakak inget kan apa yang pernah disampaikan Ustadz Hanan di kajian waktu itu? Di sana Ustadz Hanan menyampaikan bahwa perihal jodoh memang ada yang bisa diubah yakni bagaimana keadaan dan bagaimana prosesnya. Namun perihal kapan dan dengan siapa kita menikah, itu bukan kuasa kita, itu murni kuasa Allah. Begitu pun dengan kematian, kita nggak tahu kapan dan dimana kita meninggal, namun kita bisa merubah bagaimana keadaan kita saat meninggal nanti. Sama halnya dengan kesengsaraan dan kebahagiaan, kalau kita mau sengsara ya silahkan maksiat, tapi kalau mau bahagia ya silahkan taat, karena itu selagi kita masih hidup alangkah baiknya kita berusaha untuk taat dan menjauhi maksiat. Maka dari itu kita harus berdoa untuk selalu diberikan apa?"

"Selalu diberikan taufiq Pa"

"Pinter nih anak Papa, kita mesti harus senantiasa berdoa buat minta yang namanya taufiq. Bukan Mang Taufiq yang jualan siomay langganan kamu lho ya"

Takkan Terganti [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang