Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini kalo Tuhan sudah berkehendak
---
"Tante, Tante mau kan jadi Mamanya Zayyan?"
Zayyan mengulangi kembali pertanyaan yang tentu tidak bisa Alifia berikan jawabannya. Yang bisa Alifia lakukan hanya memeluk lebih erat tubuh anak laki-laki yang sedang mengeluarkan air mata di bahunya itu. Dengan perlahan, Alifia menghapus air matanya sebelum melerai pelukan mereka. Alifia tersenyum menatap Zayyan sembari menghapus air mata anak laki-laki itu.
"Zayyan, Tante boleh nanya nggak?"
"Zayyan mau nggak jadi temannya Tante Fia? Nanti kita main bareng, makan donat bareng, atau mungkin makan es krim bareng?"
"Kalo jadi teman, berarti Zayyan boleh datang ke rumah Tante kapanpun Zayyan mau kan?"
"Iya boleh, jadi gimana? Zayyan mau jadi teman Tante Alifia?"
"Mau-mau, hore teman Zayyan nambah satu"
Alifia menatap Zayyan dengan tatapan penuh kasih sayang. Lihatlah anak laki-laki itu, kini dia sedang berjingkrak-jingkrak sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi seakan-akan dia baru saja mendapatkan piala yang sangat besar. Alifia teringat dengan kolam ikan yang terletak di taman dekat dapur rumahnya. Dengan antusias dia pun mengajak Zayyan untuk melihat-lihat ikan di sana.
"Wah, ikannya banyak banget Tante. Namanya siapa aja Tante?"
"Hahaha, mereka nggak punya nama. Panggil aja ikan"
"Ih masa gak punya nama, Tante gimana sih, masa ikannya gak dikasih nama. Nanti kalo ikannya mau nyapa temen-temennya gimana?"
"Hahaha, pakek bahasa ikan mungkin"
"Ini ikan-ikannya punya Tante?"
"Bukan, yang besar-besar ini punya papa Tante, tapi yang di situ, itu punya adiknya Tante," ujar Fia sembari menunjuk aquarium kecil yang berada tak jauh dari tempatnya berada.
"Wow kayak ikannya Ehsan di Upin Ipin. Keren, banyak banget ini. Dulu Zayyan punya, tapi udah meninggal"
"Kok bisa?"
"Zayyan taruh ikannya di atas selimut, takut ikannya kedinginan kalo di dalem air terus. Tapi waktu ikannya sudah mati Zayyan baru inget kalo ikan kan emang hidupnya di air, jadi nggak mungkin kedinginan"
"Ya Allah Zayyan, gemes banget kamu"
"Tante Alifia lebih gemes"
"Eh emang tahu gemes itu apa?"
"Tahu, kayak gini kan?"
Alifia tertawa saat kedua tangan mungil Zayyan mencubit pelan pipinya. Jangan bertanya bagaimana Zayyan bisa melakukannya, sedari tadi posisi mereka sedang duduk menghadap aquarium yang memang terletak di meja kecil, jadi wajar jika Zayyan bisa menggapai pipi Alifia. Namun tawa Alifia perlahan terhenti ketika dia melihat Abidzar datang mendekat ke arah dirinya dan juga Zayyan. Saat jarak tinggal lima langkah, Abidzar hanya menatap Zayyan yang tengah memandang ikan dengan penuh kasih sayang. Sementara itu Alifia tengah memainkan jemarinya secara perlahan untuk menghilangkan rasa gugup yang menyerangnya secara tiba-tiba.
"Apa kabar Fia?"
Suara itu. Ya Allah, jauh di lubuk hati Alifia, dia sangat merindukan suara lembut itu. Suara yang sudah hampir enam tahun tidak menyapa pendengarannya kini hadir mengajaknya untuk berbasa-basi. Dengan sedikit keberanian, Alifia menjawab pertanyaan itu sembari menatap mata yang tidak pernah berani ia tatap lama-lama.
"Alhamdulillah baik, kamu?"
"Saya juga baik"
Hening. Setelah itu tidak ada perbincangan di antara mereka. Yang terdengar saat ini hanya suara gemericik air kolam ikan dan suara Zayyan yang mulai mengajak Abidzar berbicara. Dengan sabar Abidzar menjawab satu per satu pertanyaan putranya sembari mengelus puncak kepala buah hatinya itu. Melihat interaksi antara ayah dan anak itu membuat hati Alifia berdesir hangat dan menerbitkan senyum penuh rasa haru. Alifia bersyukur, meskipun Zayyan tidak sempat merasakan kehadiran ibunya, setidaknya ada Abidzar sebagai sosok ayah yang akan selalu menyayangi anak laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takkan Terganti [ON GOING]
RomanceBukan suatu hal aneh apabila seorang perempuan yang sudah berusia 27 tahun namun masih sendiri dihujani pertanyaan menyebalkan "Kapan Nikah?". Begitu pula dengan seorang laki-laki yang sudah hidup sendiri setelah ditinggal istrinya meninggal tepatny...