Dalam Islam ada beberapa hal yang bisa diperhatikan dalam menilai seseorang. Bagi perempuan bisa dilihat dari seberapa besar rasa malunya. Sementara bagi laki-laki lihatlah seberapa besar rasa tanggung jawabnya
---
"Kak, kok malah ngelamun sih?"
"KAK, KAKAAKK"
"Astaghfirullahaladzim Sakha pelan-pelan ih kalo ngomong, sakit telinga Kakak"
"Lha Kakak, ditanya diem aja. Raganya di sini tapi pikirannya melayang di hutan beranta. Sakha tadi tanya, Kakak pernah nggak jatuh cinta?"
Alifia hanya menghembuskan nafas, tapi untungnya dia memiliki ide untuk sedikit mengerjai adeknya agar ia bisa terbebas dari pertanyaan-pertanyaan Sakha yang sepertinya akan melebar kemana-mana.
"Pernah"
"HA? SERIUS KAK? SAMA SIAPA? BANG GAVIN?"
Plak! Demi apapun, Alifia kesal setengah mati dengan tingkah Sakha yang selalu di luar prediksinya. Sakha yang mendapat pukulan penggaris di lengannya itu mengaduh kesakitan dan berniat membalas Alifia namun ia urungkan. Rasa kepo, ralat rasa penasaran terkait pernyataan Alifia jauh lebih penting daripada serangan dari Alifia barusan.
"Nggak usah teriak-teriak bisa nggak? Lama-lama budeg ini telinga Kakak"
"Sakit ih, kasihan banget yang jadi suami Kakak nanti, pasti kena kdrt mulu. Bercanda Kak Ya Allah," cukup sekali Sakha terkena serangan dari Alifia, tangannya terlalu berharga jika harus merasa sakit untuk kedua kalinya.
"Makanya jangan teriak-teriak kalo ngomong, sakit ya? Maaf ya"
"Iya-iya, maaf juga udah teriak-teriak. Ayo ih Kak Fia, jawab pertanyaan Sakha, siapa cowoknya?"
"Bentar, Kakak cari fotonya di galeri dulu"
Binar mata terang milik Sakha langsung padam saat melihat layar ponsel Kakaknya. Bahkan matanya mendelik malas dan wajah yang Sakha tampakkan seperti siap menyleding kakak tercintanya. Tolonglah, kakaknya ini gila atau bagaimana? Bukannya menunjukkan foto laki-laki, dia malah menunjukkan rak yang berisi novel-novel miliknya. Menyebalkan.
"Kakak gila ya?"
"Kok gila sih, kamu kan tanya sama siapa Kakak jatuh cinta, jawabannya ya sama mereka"
"Astaghfirullahaladzim, sendiri di dunia nyata tapi ternyata pemain di dunia fiksi. Tobat Kak tobat. Cari laki-laki sana ih, butuh kakak ipar aku ini. Kasihan aku lihat Kakak. Cinta tuh sama yang nyata gitu lho Kak, cinta kok sama yang fiksi. Udah gak bisa dilihat, gak bisa ditemui, gak bisa dipeluk, tapi tetep aja masih dicinta. Baper kok sama tulisan. Mana sering lagi tokoh fiksinya malah jadi ubi? Makan tuh ubi! Dasar pencinta gepeng"
"Astaghfirullahaladzim, kasar banget ih, asal kamu tahu ya, mereka semua itu ada tahuu, mereka nyata di dunia yang Kakak punya. Kamu mah gak bisa masuk ke sana. Walaupun fiksi, tapi kebahagiaan yang mereka kasih buat Kakak itu nyata. Mereka segalanya buat Kakak. Jangan ngeremehin mereka kayak gitu lagi ya? Nanti Kakak bisa marah sama kamu. Ya meskipun kamu ngasih tahu Kakak kalo mereka semua fiksi dan gak bisa dimilikin, Kakak itu udah sadar dari dulu tapi Kakak menolak. Oke? Daripada kamu komen macam-macam, mending kamu cariin laki-laki kayak cowok fiksi Kakak"
"Aduh Ya Allah, kepalaku pusing banget tolong, punya Kakak pencinta fiksi gini amat Ya Allah. Nggak kuat. Sakha mau balik ke kamar aja, daripada entar Kakak malah minta hal yang lebih aneh ke Sakha. Bye!"
"Loh kok kabur sih, nggak asik ah Sakha," Alifia tertawa ketika Sakha menatapnya sembari menunjukkan jari tengah yang sudah ia angkat tinggi-tinggi. Tak apalah, sekali-kali Alifia mengerjai adeknya yang super jahil itu. Biar tahu rasa. Bersamaan dengan tawanya yang berhenti, ponsel Alifia berbunyi dan menampilkan nama Gavin di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takkan Terganti [ON GOING]
RomanceBukan suatu hal aneh apabila seorang perempuan yang sudah berusia 27 tahun namun masih sendiri dihujani pertanyaan menyebalkan "Kapan Nikah?". Begitu pula dengan seorang laki-laki yang sudah hidup sendiri setelah ditinggal istrinya meninggal tepatny...