Bagi Rainer bukan hal aneh lagi jika ia berada di rumah besar nan mewah ini hanya di temanin oleh beberapa maid saja. Rasa sepi sudah menjadi teman sehari-harinya. Sejak kecil, Rainer selalu di tinggal pergi oleh ayah Jerome dan bunda Davina dengan alasan pekerjaan yang mengharuskan kedua orangtuanya kerap kali pergi ke luar kota maupun luar negri meninggalkan Rainer sendirian dengan di temani oleh para maid. Beruntunglah masih ada sang kakak -Sakya- yang akan menemaninya di rumah besar nan mewah ini meskipun tak setiap hari sang kakak bisa berada di rumah. Terkadang kakak nya itu pulang saat Rainer sudah tertidur dan pergi saat Rainer belum bangun dari tidurnya.
Seperti pagi ini, terlihat Rainer yang sudah tampan dengan seragam sekolah yang membalut tubuh kurusnya ah jangan lupakan juga ada brace yang terpasang di luar seragam nya, tengah berjalan menuju ruang makan setelah keluar dari lift. Rainer berharap sang kakak sudah berada di ruang makan menunggunya untuk sarapan, namun harapan itu sirna begitu saja saat ia melihat kekosongan di ruang makan. Tidak ada satupun anggota keluarganya disana, begitu juga dengan sang kakak. Hanya terlihat beberapa maid yang berlalu lalang menyiapkan sarapan untuk tuan muda mereka yang tak lain adalah Rainer sendiri.
"Eh den Rainer sudah bangun, selamat pagi den. Yuk sarapan dulu sebelum pergi ke sekolah," sapa bi Imah, maid yang sudah merawat dan menjaga Rainer sejak kecil. Jadi tidak heran jika bi Imah sudah menganggap sang tuan muda kecil seperti anaknya sendiri.
Rainer mendudukan tubuhnya di kursi yang bisa ia duduki, "mas Sakya kemana bi? Belum bangun ya?" tanyanya.
"Lho tuan muda Sakya semalam kan ga pulang den," jawab bi Imah.
"Ha? Mas Sakya ga pulang? Eh terus Rain kemarin tidur jam berapa sih, bi?"
"Den Rainer tidur dari magrib, terus baru bangun sekarang padahal udah bibi bangunin buat minum obat tapi aden ga bangun bangun, kecapekan kayanya ya den. Nah terus semalem tuan muda Sakya telpon katanya ga bisa pulang karena masih harus nemenin den Radit di rumah utama," jelas bi Imah yang entah kenapa membuat raut wajah sang tuan muda kecilnya langsung berubah seketika.
"Oh jadi si batu apung ga pulang karena harus ngurusin anak manja itu ya," gumam Rainer pelan namun masih dapat di dengar oleh sang maid, hingga bi Imah terkekeh pelan saat mendengar kata 'batu apung' yang menggambarkan sosok Sakya.
"Iya den. Sekarang aden makan dulu ya, abis itu aden minum obatnya, semalem kan aden ga minum obat," ucap bi Imah seraya menyiapkan sarapan serta obat-obatan yang sudah tersedia di atas piring kecil untuk tuan muda kecilnya.
Sreeeeet! Rainer beranjak dari duduknya.
"Rain ga mau sarapan, ga mau minum obat juga. Rain mau langsung pergi sekolah aja," ucapnya dengan nada bicaranya yang terkesan dingin.
"E-eh tapi den, den Rainer harus makan dulu, den Rainer juga harus minum obat–"
"Rain udah bilang kalau Rain ga mau makan apalagi minum obat!" sela Rainer cepat.
Jika sudah begini bi Imah beserta maid lainnya lah yang kelimpungan. Terutama bi Imah, karena salah satu tugasnya adalah memastikan sang tuan muda kecil makan dan meminum obat rutinnya dengan teratur sesuai dengan jadwal yang sudah di tetapkan.
"T-tapi den–"
"Kalau ayah sama bunda tanya bilang aja Rain udah minum obatnya!" sela Rainer lagi kali ini dengan nada bicaranya yang meninggi.
"Bukan gitu den, bibi nyuruh den Rainer makan dan minum obatnya dulu bukan karena takut di marahin sama tuan Jerome dan nyonya Davina, tapi bibi ga mau den Rainer kenapa-kenapa," ucap bi Imah membuat Rainer menjadi merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakya & Rainer ▪ [BROTHER] ✔
FanfictionTentang Rainer si adik manja, nakal, pecicilan, tidak mau diam, dan si pencari perhatian Sakya yang notabenya manusia cuek, datar dan sedingin es. Namun, dalam diamnya Sakya sangat menyayangi Rainer si adik capernya. Pebedaan Rainer saat di rumah da...