10. Siapa mereka?

1.7K 269 113
                                    

Kedua netra indah milik Rainer perlahan terbuka, sang empunya terlihat mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya lampu yang menerangi ruangan ini. Baru lah setelah kedua netranya dapat melihat dengan cukup jelas, ia mengedarkan pandangannya menatap sekeliling ruangan ini dengan kedua alisnya yang mengernyit heran.

"Ini dimana?" gumamnya. Rainer perlahan merubah posisi tidurnya menjadi duduk dapat ia rasakan ada sesuatu yang bertengger di hidung mancungnya serta tangannya yang terhubung dengan selang.

"Ini di rumah sakit kah? T-tapi Rain kenapa?" ia semakin heran saat yang bertengger di hidung mancungnya itu adalah nasal canula serta selang yang terhubung dengan tangannya itu adalah selang yang terhubung dengan cairan infus.

"B-bentar, Rain inget inget dulu.." Rainer nampak berpikir sejenak, mencoba mengingat kejadian sebelum dirinya ada di ruangan ini.

"Ah iya! Rain, Juan sama Keenan di culik jir!" serunya.

Sekali lagi Rain mengedarkan pandangannya menelusuri setiap ruangan ini namun ruangan ini sama sekali tak terlihat seperti ruang penyekapan yang dirinya lihat di film-film. Ruangan ini terlihat seperti kamar pada umumnya, tak jauh berbeda dengan kamarnya yang ada di kediaman Abhivandya. Kamar yang luas dengan beberapa furniture yang terlihat modern, mewah nan elegan, ada area balkon juga sama seperti kamarnya. Namun Rainer yakini tempat ini tak pernah ia kunjungi sebelumnya lantaran ia merasa begitu asing.

"Rain dimana sih? Juan? Keenan? Mereka dimana? Aduh kalau mereka berdua kenapa-kenapa gimana?! Rain kan ga punya temen lagi selain mereka berdua, ya meskipun kelakuannya amit-amit tapi mereka berdua tetep kaya orang bener kok. Rain sayang juga sama Juan sama Keenan," ocehnya.

Rainer berniat meraih kacamatanya yang terdapat di atas nakas. Namun kedua alisnya lagi lagi di buat mengernyit heran saat melihat bingkai foto kecil yang letaknya tak jauh dari kacamatanya. Lantas tanpa di minta, tangan yang tadinya di gunakan untuk meraih kacamata, kini beralih meraih bingkai foto tersebut yang terdapat sebuah foto wanita cantik di dalamnya.


"Ini meskipun ga keliatan wajahnya tapi Rain yakin kalau perempuan yang ada di foto ini pasti cantik," gumam Rainer seraya mengusap foto tersebut.

"Ugh.." entah kenapa dadanya tiba-tiba berdenyut nyeri tak lama setelah Rainer memandangi foto tersebut hingga air mata pun mentes di kedua pipinya tanpa di minta.

"Kok Rain tiba-tiba ngerasa sedih ya?"

Rainer kembali memandangi foto tersebut dengan lekat.

"Kenapa kaya ga asing ya? Apa Rain pernah ketemu sama perempuan yang ada di foto ini?" Rainer kembali mencoba mengingat sesuatu.

"Ah iya! Dari postur tubuhnya, rambutnya, perempuan ini mirip sama kakak cantik–"

Cklek! Rainer menghentikan ucapannya saat indra pendengarnya mendengar suara knop pintu yang terbuka. Buru-buru Rainer menyimpan foto itu kembali ke tempatnya. Hingga tak lama dari itu dapat ia lihat seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan ini dan melangkah mendekati Rainer yang membuat sang empunya mengernyit heran saat melihat wanita paruh baya tersebut.

"Lho? Itu kan ibu yang kemarin ke rumah yang katanya mau ketemu sama mas Sakya?" gumamnya pelan.

"Ya ampun Rainer, akhirnya kamu bangun juga nak.." seru wanita paruh baya tersebut seraya mendudukan tubuhnya di samping ranjang.

"M-maaf, ibu yang kemarin malam datang ke rumah cari mas Sakya 'kan?" cicit Rainer pelan.

"Iya sayang, ah iya jangan panggil ibu panggil eyang uti aja ya? Atau cukup uti aja," jawab wanita paruh baya tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sakya & Rainer ▪ [BROTHER] ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang