"Kerja bagus, Army! Kau benar-benar sesuatu. Semalam dan kau menyelesaikan tiga lukisan. Gila!" gadis berkacamata menatap takjub dan tak percaya pada Army. Ketiga lukisan itu sudah dialih-tangankan pada divisi perlengkapan. "Jangan sampai rusak, ya. Ini aset negara," ujar gadis berkacamata pada pria jangkung di sebelahnya selaku ketua perlengkapan.
Si pria jangkung berdeham mengiyakan. Tak lama, ia pamit undur diri, meninggalkan Army bersama gadis berkacamata.
"Ehem, Army. Kau ingatkan siapa laki-laki tadi?" gadis berkacamata mengalihkan atensinya ke arah Army, menatap penuh tanda tanya.
"Maaf, aku lupa," Army tersenyum tipis. Ia lupa nama-nama kawan sekelasnya. Sulit rasanya mengingat nama banyak orang.
"Haih, aku sudah menduganya. Sangat Army sekali," gadis berkacamata tersenyum lebar. "Indigo. Indigo Dionisos."
"Dionisos? Bukankah itu nama dewa anggur, ya? Menarik," Army menimpali. Gadis berkacamata tertawa pelan. Ia tak menyangka bahwa Army juga menyadari hal itu.
"Bagaimana denganku? Kau ingat namaku, kan?" gadis berkacamata di hadapannya bertanya sekali lagi.
"Ya. Jingga, betul?" Jingga—gadis berkacamata tersebut mengangguk semangat. Ternyata Army mengingat namanya. Padahal ia sudah bersiap jika Army lupa akan namanya.
"Well, aku duluan, ya? Kawanku sudah menunggu," Army menundukkan kepala sejenak, kemudian berpamitan seraya melambaikan tangan. Jingga membalas lambaian tangan yang dilayangkan Army padanya. Lalu ia hilang dalam pandangan, tertutupi pintu ruangan. Army benar-benar keluar dari gedung dan segera pergi ke ruang teater. Hari ini merupakan pertunjukan teater yang diadakan oleh fakultas seni pertunjukan, dan Ruby ikut serta memerankan salah satu tokoh dalam teater. Pertunjukan akan dimulai siang hari, tepatnya pukul 13.00 WIB. Saat ini jam menunjukkan pukul 10.37 WIB. Sebelum bertemu Jingga dan menyerahkan lukisannya, Army memiliki kelas pagi pukul 08.00 WIB. Kelas pagi selesai pukul 10.00 WIB dan ia langsung menemui Jingga. Seharusnya 10.15 WIB ia memiliki kelas lagi, namun dikarenakan dosen juga bertanggung jawab terhadap pertunjukan teater hari ini, akhirnya kelas diundur malam nanti. Tentunya via online.
"Army!" suara panggilan menginterupsi Army dalam lamunan. Ruby melambaikan tangan ke arahnya, indikasi bahwa Ruby meminta Army ke arahnya. Army menganggukkan kepala. Kakinya berjalan cepat menuju Ruby, tak sabar melihat lakon sahabatnya nanti.
"Kau 'wah' sekali!" Army memberikan pujian, mengganti kata 'cantik' menjadi 'wah'. Ia hanya berusaha untuk tidak mengacaukan hari indah ini. Setidaknya hanya untuk hari ini, biarkan ia sejenak melupakan kejadian yang berulang-ulang setiap harinya. Army melempar senyum tipis, meyakinkan Ruby perihal pujiannya.
"Jangan seperti itu!" Ruby menyalak keras, namun tak urung semburat merah muncul di kedua pipinya. Ia menutup wajah malu-malu. Army terkekeh geli melihatnya. Lucu sekali, kawanku satu ini! Pekiknya dalam hati.
Mentari kian terik. Waktu berjalan begitu cepat. Jam sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Teater akan segera dimulai. Army telah berada di kursi bersama dengan jajaran penonton lainnya. Ia sungguh gelisah dan tak sabar. Kakinya tak berhenti bergerak, mengetuk-ngetukkan sepatu pada lantai, meski suara yang tercipta tidak terlalu kentara. Tirai merah senantiasa bergeming, belum menunjukkan tanda-tanda akan terbuka. Army tersenyum tipis mengingat percakapannya tadi bersama Ruby.
"Andaikan kelasku sebelumnya tak online, kujamin tak akan hadir di acara ini," Army berujar jenaka. Ia berusaha menggoda sahabatnya.
"Aku sengaja mengusulkan pertunjukan dimulai siang ini karena dosenmu adalah dosen fakultasku jua," Ruby mengernyit tak suka. Padahal ia sudah mati-matian agar Army sesekali kelas online, kalau bisa libur saja sekalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colouring
Teen FictionWarna-warni kisah hidup membentang luas di atas kanvas tak terbatas, dihiasi oleh sapuan waktu membentuk pola unik nan rumit. Terkadang kita menjadi seorang seniman yang berjiwa bebas, melepaskan angan dan asa dalam palet emosi yang penuh nuansa. Ke...