Hariku benar-benar sial sekali, heh. Army mencemooh dalam hati. Irisnya menatap tajam pada manusia-manusia di hadapannya kali ini. Sesuai kesepakatan, sore ini ia pergi ke kafe bersama Olive. Olive juga sudah mengatakan bahwa ia akan mengajak beberapa temannya. Mengesalkannya adalah salah seorang yang kali ini bergabung bersama mereka merupakan sosok yang sungguh-sungguh tidak ingin Army temui. Mendung tiba-tiba menggelapkan langit ilusi Army yang sebelumnya sempat cerah. Rasa sebalnya membumbung tinggi bak api kecil yang membakar hati. Pertemuan yang seharusnya elok layaknya lukisan sempurna, nyatanya hancur sudah.
Huh... Army menghela napas kasar. Sepertinya ia memang diberikan stok kesabaran ekstra oleh Tuhan sehingga dapat bertatap muka dengan insan tersebut. Sekali lagi, Army menghela napas kasar. Inhale, exhale. Begitulah mantra yang ia gumamkan dalam hati guna meredakan gejolak emosi.
"Sepupu, apakah ada tambahan lain?" Olive melemparkan pertanyaan pada Army. Ia mati-matian menahan tawanya kala melihat kekesalan sepupunya itu. Lucu sekali!
"Aku ulangi lagi. Hot matcha latte, original churros, and creme brulee, right?" Army mengangguk mengiyakan.
"Oke. Lalu kau pria berambut coklat. Chips ahoy milkshake, hot cross s'mores bun, and apple fritter pie. Ew, I'm not sure what it'll taste like." Olive mengerutkan hidungnya, binar matanya mengernyit, seolah pesanan yang barusan ia sebutkan tidak cocok dan menjijikkan.
"Hey, babe. That's not brown, but caramel." Castano menyuarakan tidak-sukaannya. Enak saja, rambut caramel-nya keren tahu! "Lalu ada apa dengan seleraku? Aku menyukainya, kau tidak boleh menghina selera mahalku, ya," rajuk Castano.
"Oke, oke. Aku hanya bercanda," ujar Olive. Ia tersenyum geli, sedang Castano mendelik tak suka. Kepalanya melengos ke arah lain, menghindar dari tatapan sang pacar.
"Tinggal dirimu, Safir. Kau ingin memesan apa?"
Ini dia pria yang tidak diharapkan kehadirannya oleh Army. Apa-apaan Olive itu? Untuk apa ia mengundang manusia menyebalkan satu ini? Army mengusap wajahnya kasar, menetralkan ekspresi kesal yang sempat menyapa. Gadis itu berusaha untuk berpura-pura dan tetap menjaga sikapnya agar tak terbaca oleh Olive, Castano, juga Safir. Menurutnya waktu terasa begitu lambat, setiap detik bagaikan berabad-abad. Army ingin segera keluar dari kafe, melarikan diri dari warna-warni yang terasa menyiksa. Gerak-gerik Safir, bagaikan goresan kuas yang melukiskan rasa gusar dan ketegangan di dalam diri Army.
Lain sisi, Safir mengulas senyum tipis, sesekali ekor matanya melirik ke arah Army. Mereka duduk bersisian, sedang Olive duduk bersebelahan dengan Castano—sahabat dekat Safir sekaligus pacar Olive. Safir masih membolak-balikkan buku menu di genggamannya. Ia tak tahu harus memesan apa, sebab degup jantungnya terasa sangat kencang hingga ia tak bisa fokus pada tulisan-tulisan serta gambar-gambar yang ditampilkan dalam buku menu. Akhirnya, pria itu cepat-cepat memilih guna menghindari terbuangnya waktu.
"Hot dark chocolate sama soya muffin cake."
"Itu saja? Tak ada tambahan lain?" Olive kembali melayangkan pertanyaan, memastikan pilihan Safir.
"Yep, sementara itu dulu. Jika aku menginginkan yang lain, aku akan memesannya lagi nanti," balas Safir santai, meski kenyataannya ia bingung harus bersikap bagaimana di hadapan Army. Lengannya gatal ingin merangkul bahu Army, atau sekadar melakukan skinship dengan gadis di sebelahnya. Rasa itu kian menggebu kala netranya menatap Castano tengah mencubit dan menarik hidung sang pacar. Aku iri dan ingin meninju Castano juga rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colouring
Teen FictionWarna-warni kisah hidup membentang luas di atas kanvas tak terbatas, dihiasi oleh sapuan waktu membentuk pola unik nan rumit. Terkadang kita menjadi seorang seniman yang berjiwa bebas, melepaskan angan dan asa dalam palet emosi yang penuh nuansa. Ke...