"Sekarang keajaiban itu sudah muncul."
☆☆☆
Hari Senin. Hari kedua Lavelyn menjalani hari sebagai pengangguran usai wisuda 2 hari lalu. Ia baru saja bangun tepat di jam 7 pagi. Membuka pelan tirai jendela kamar dan mengambil nafas dalam-dalam. Merasakan angin pagi yang amat sejuk setelah di hantam hujan semalam suntuk.Kakinya melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak lupa mengisi daya ponsel dan mempersiapkan baju. Baru setelahnya ia benar-benar menikmati waktu untuk mandi.
Selama kurang lebih 30 menit, Lavelyn keluar dengan keadaan segar. Ia melepas charger di ponselnya dan duduk di kursi meja rias. Sembari menunggu ponsel menyala, ia gunakan waktu untuk membalut wajahnya dengan skincare mulai dari toner, serum, eye cream, moisturizer, sunscreen, day cream, dan terakhir ia memakai lip balm. (Sorry, ini step skincare versiku).
Setelahnya ia memfokuskan diri melihat layar ponsel dimana tidak ada notifikasi chat. Bibirnya cemberut seketika. Dalam hati, ia sudah berharap jika ada pesan masuk dari seseorang. Ya, siapa lagi jika bukan Astalian.
Tetapi, ia kembali menyadarkan diri bahwa itu sangat tidak mungkin. Apalagi Astalian tidak pernah men-save nomer ponselnya. Bahkan selama menjadi mahasiswa, Astalian tidak pernah sekalipun membalas pesan yang dikirim olehnya. Mulai dari sekedar sapaan, bertanya lagi apa, hingga basa-basi berdiskusi soal tugas. Sama sekali tidak pernah Astalian gubris.
Astalian seperti benar-benar memberi lampu peringatan pada Lavelyn jika sampai kapanpun, dirinya tidak akan pernah tertarik. Mengingat semua itu hanya membuat rasa sakit Lavelyn memuncak. Namun, perlu diketahui. Apapun keadaannya. Lavelyn tidak akan pernah menyerah. Ia akan terus mengejar Astalian sampai ia tahu isi hati cowok idamannya itu.
"Oke, nggak papa. Siapa tahu dia pake ponsel om Jeremy atau kak Marvin buat chat gue. Di dunia ini kan nggak ada yang nggak mungkin. Bisa aja gue di bujuk buat segera gabung kerja. Ah, gue emang sepercaya diri itu. Pantes banget jadi bagian dari keluarga Altama."Lavelyn menangkup kedua tangan di wajah.
Pipinya terlihat berseri membayangkan Astalian membujuknya. Memang luar biasa gadis ini. Ia tidak pernah mau menyerah sedikitpun akan rasa cintanya pada Astalian. Apapun akan di lakukan demi mendapatkan yang ia mau. Asal, tidak dengan cara kotor.
"Lavelyn, sarapan!"teriakan dari Sang Mama membuyarkan kehaluannya.
Ia mendengus. "Ih, Mama. Nggak tahu apa Anaknya lagi ngebayangin hal bahagia. Selalu aja di sadarin."
.
.
"Gimana sama keputusan kamu?"tanya Paula ketika keduanya menikmati waktu menyiram tanaman.
Lavelyn mengangkat bahunya acuh membuat Paula mengerutkan dahi. "Apa keputusannya, Kak?"
"Om Jeremy bilang tawaran kerjanya seumur hidup. Ya, aku dengan mantap bilang masih mau nikmatin istirahat sebanyak mungkin sebelum nantinya kerja. Nggak papa kan, Ma?"tanya Lavelyn melirik ke arah Mamanya.
Paula mengangguk. "Nggak papa dong. Mama sudah bilang. Keputusan Kakak akan selalu kami hargai. Kakak yang menjalani, jadi Mama dan Papa cuma bisa mendukung. Nggak ada salahnya juga menikmati banyak waktu istirahat. Mama yakin nantinya Kakak bakalan masuk kerja juga di sana."
"Aaa Mama. Tahu banget deh kemauan aku. Aku aminin."Lavelyn memeluk Paula dari samping.
Paula tersenyum simpul. "Asal Kakak bahagia. Pasti Mama juga akan bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Cowok Idaman!
FanfictionIni kisah Lavelyn mengejar lelaki idaman yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Namanya Astalian Altama. Laki-laki yang bahkan tidak pernah menatap ke arahnya, tidak ingin di sentuh, irit bicara, dan selalu memejamkan mata setiap berhad...