Prolog

232 9 4
                                    

Apa itu rumah?

Yah... menurutku rumah itu sesuatu yang membuat rasa nyaman, tentram dan damai. Seperti sahabat, kerabat dan keluarga. Aku bisa menemukan 'rumah' jika aku mau. Namun, satu - satunya yang bisa kuanggap rumah sekarang hanyalah ....
_________________________________________

Seandainya jika aku diberi pilihan tidak ikut, maka aku lebih baik memilih tidak ikut. Tour di sekolah swastaku mewajibkan satu angkatan harus ikut. Aku yang tipenya anak pemalas, anak rumahan dan enggan keluar rumah terpaksa melakukan perjalanan di Labuan Bajo bersama anak seangkatanku.

Alasan aku malas mengikuti ini adalah aku tidak punya teman. Lebih tepatnya aku malas bersosialisasi. Berbicarapun hanya seperlunya, itupun tidak ada yang hobi atau kegemarannya sefrekuensi dengan diriku. Sungguh, itu membuatku menyendiri di kelas.

''Chi! Ayo berenang di kolam renang!'' Ajak rekan satu kelasku saat kelas 10 bernama Ying. Aku menggeleng menolak, memasang airpod ku di telinga dan mulai bermain dengan ponselku. Ying sepertinya terlihat sebal lalu pergi. Aku tak peduli, apa gunanya berenang di kolam renang kapal pesiar sedangkan kita berlayar di tengah laut? Sekalian terjun dan berenang saja ke laut.

Canda.

Oh, iya. Namaku Chiara Askandar. Aku orangnya malas keluar rumah kecuali ke sekolah, aku jarang bersosialisasi dengan orang sekitar, bahkan tetanggaku sendiri saja aku jarang. Saat liburanpun aku terus berkencan dengan ponsel, kasur dan wifi di rumah. Aku ini sangat pemalas, anehnya aku terbiasa berolahraga mandiri di rumah, minimal lompat tali atau lari mengelilingi teras belakang.

Papaku adalah peneliti, serta salah satu direktur perusahaan teknologi ternama di belahan Asia. Mendiang Mamaku adalah agen Interpol yang selalu menangani kriminal dan pemecah kasus. Kecerdasan Mama dan ciri fisik Papa menurun padaku. Walau rambutku aslinya hitam kecoklatan, aku menyemirnya menjadi hitam. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian. Aku yang paling susah diajak untuk keluar rumah selain ke sekolah. Terkadang, jika aku nakal atau membantah, Ayah yang menghukumku. Entah itu dibentak, disuruh push up atau disuruh berdiri angkat satu kaki di teras depan sambil menjewer telinga.

Aku benci sesuatu yang berkaitan dengan rumus dan perhitungan, tapi aku malah les matematika. Aku juga tidak suka pramuka, terutama pada saat materi sandi, tali - temali dan berlatih semaphore, tapi aku malah rajin masuk setiap Jum'at Rutin saat kelas 10. Pokoknya segala sesuatu kegiatan wajib dan aku membencinya, aku tidak ikhlas melakukannya. Aku melakukan semua itu hanya sekedar formalitas nilai di rapot.

Kini aku sudah kelas 11. Waktunya satu angkatan Tour. Biasanya anak SMA di Indonesia pergi ke Bali, kalau tidak ke Jogja. Namun SMA-ku— Akademi Swasta Pulau Rintis —memutuskan pergi ke Labuan Bajo, dan itu wajib. Sekolah menyewa kapal persiar, menginap beberapa hari di Labuan Bajo.

Wajar. Sekolah swasta elite.

Dan sekarang kapal pesiar baru angkat jangkar dalam perjalanan pulang. Kapal ini melintasi di Laut Jawa menuju ke Malaysia. Mataku melirik kesamping, melihat anak - anak sebayaku yang begitu menikmati perjalanan pulang. Ada yang berswafoto di pinggir pagar pembatas kapal, ada yang pacaran, ada yang bergosip di bangku dan sebagainya.

Aku hanya bermain ponsel sambil mengenakan airpod di telinga, berdiri di pagar pembatas. Setelah meng- scroll media sosial, aku memutar playlist laguku, memasukkan ponselku ke dalam saku jaketku dan membenahi topi hitamku yang lidah topinya mengarah kedepan.

Aku menikmati angin laut yang membelai wajahku. Aku melepas airpodku, menggigit topiku dan aku membenahi kuciran rambutku. Hingga ada seseorang menepuk keras punggungku, aku tersedak, gigitanku pada ujung topi terlepas dan topiku terbang dibawa angin dan jatuh tenggelam di laut. Aku menganga shock.

Home For Me (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang