6.

15 2 0
                                    

Meski rasanya masih gondok dan kesel dengan Arjuna, aku masih tetap menepati janji untuk ikut bersamanya ke rumah orang tua Arjuna. Meski dari tadi Arjuna mencoba untuk melucu, aku sama sekali gak tertarik untuk ketawa.

"Diem ish!" Bahuku menghempaskan tangannya yang mencubit-cubit kecil lenganku.

"Ngambek dah ngambek~" godanya.

Aku hanya melirik sinis kearahnya, itu membuat dia tertawa pelan. Tangannya terulur mengelus pipi kananku. "Jelek ah kalau cemberut, kan mau ketemu calon mertua Ra." Ucapnya.

"Lagian lo! Kan udah gue bilang Jun, sebisa mungkin disembunyiin aja hubungan kita." Sahutku dengan menatap tubuhnya secara keseluruhan. Kini laki-laki itu tampil tampan dengan kemeja lengan pendek yang sedikit oversize dan celana jeans loose yang warnanya senada dengan rok jeans sebetis milikku. Sengaja kembaran, kalau kata Arjuna biar gampang dapet restu.

"Ya kan semua orang nantinya juga bakal tahu Ra, itu cuman pemanasan doang. Kan lebih kaget kalau tiba-tiba kita sebar undangan, dikira hamil duluan mau lo?"

Aku menggebuk lengannya, "Amit-amit ih! Ngomongnya sembarangan." Kesalku seraya menatap jalanan didepan. Perjalanan dari rumahku ke rumah orang tua Arjuna lumayan jauh, mengingat rumahnya berada di Cibubur membuat kami prepare lebih awal. Apalagi ini hari minggu, puncaknya jalanan macet.

"Yaudah jangan cemberut dong, nanti cantiknya hilang." Tangan kirinya yang lepas dari setir mencoel-coel bibirku. "Gemes banget sih, puter balik aja kali ya Ra kita, kumpul kebo aja dirumah lo."

Tanganku otomasih mencubit tangannya yang berada di pangkuanku. Tertawa sedikit karena ucapan anehnya. "Belum muhrim tidak boleh!" tanganku membentuk tanda X didepan dada.

Arjuna tersenyum miring, "Aaah yang bener~~ kemarin siapa ya yang nyo—"

"Khilaf itu khilaf!"

Arjuna tertawa dan memundurkan wajahnya karena aku masih berusaha mencubit bibirnya. Sebenarnya kalau boleh jujur semenjak ciuman pertama, kami emang kerap kali curi-curi kiss sih. Siapa yang tahan sih, kalau bibir Arjuna setebel dan se-kissable itu? Gue kan gini-gini juga masih normal dan punya hormon.

Tak terasa perjalanan memakan satu jam itu tiba juga ditujuannya. Aku memeras ujung kemejaku dengan pelan, sialan tadi perasaan gak gugup banget. Mataku menelisik jajaran mobil yang terpakir di depan rumah bahkan sampai ke pinggir jalan.

"Kok banyak banget yang dateng Jun?" tanyaku heran. Arjuna menutup pintu mobil sembari membawa satu kotak hadiah besar untuk adiknya.

Arjuna mengernyit melihat mobil yang berjejer. "Lah iya banyak banget, kok sampe ke Om dan Tante gue ya Ra?"

Memutuskan rasa penasarannya, kini kami masuk kedalam rumah. Orang pertama yang menyambut kami adalah Papahnya Arjuna. Beliau sedang merokok di depan, pasti di dalam banyak anak kecil.

"Pah ini Ira, pacar Mas," tangan Arjuna menarik punggungku untuk salim ke Papahnya. First impression, Papahnya pendiam cenderung tidak banyak ber-ekspresi. Seingatku Papahnya dulu adalah pelaut, bisa beberapa bulan sekali pulang ke daratan.

Papah Juna hanya tersenyum singkat dan menepuk lengan atasku pelan, "Mami di dalam Mas," kemudian menyuruh kami untuk segera masuk.

Aku yang mudah overthinking mulai berspekulasi. Apa Papahnya gak suka gue ya? Emang hari ini baju gue kurang sopan ya? Padahal Arjuna sendiri yang milihin! Ih emang gak bisa dipercaya nih laki.

"Mas Juna!" Sapaan riang dari anak kecil laki-laki menyambut kami di ruang tamu. Kalau yang ini aku kenal, adiknya Arjuna yang hari ini berulang tahun namanya Raja.

"Selamat ulang tahun adik Mas, pinter-pinter ya sekolahnya. Dikit lagi udah mau kelas enam, kurangin main komputernya. Nanti gak Mas top-up in lagi Robloxnya, loh." Arjuna menunduk di depan adiknya. Pasti bakal terdengar aneh kalau orang lain melihat perbedaan umur Arjuna dan adiknya. Long story short, orang tua Arjuna memutuskan untuk mengadopsi Raja sejak bayi. Raja ini dulunya anak salah satu kerabat jauh Papah yang meninggal dalam kecelakaan mobil di Magelang. Arjuna cerita, saat itu umur Raja masih dua bulan dan Tuhan masih menyelamatkan bayi itu yang sesegera mungkin di adopsi oleh kedua orang tua Arjuna yang memang pada dasarnya ingini memiliki anak lagi.

"Ya ampun Arjuna! Kok baru dateng sih?" Suara perempuan dari arah dapur mengalihkan atensi Arjuna dari adiknya. Aku bisa melihat kini keduanya berpelukan erat. Pasti Maminya Arjuna. Aku tidak asing dengan wajahnya, karena kerap kali melihat dari sosial media Arjuna. "Ini pasti Ira ya?" tanya Mami secara tiba-tiba kearahku setelah melepas pelukannya dengan Arjuna.

Aku tertawa pelan dan menyalami tangannya, "Iya Tante, Ira temennya Arjuna." Aku memperkenalkan diri dihadapan Mami.

"Kok temen sih? Kata Mas calon istri?" Mami bergerutu dan memukul lengan Arjuna pelan.

"Aduh sakit Mi. Udah gak mau kali nikah sama Mas," Bercandaan Arjuna dihadiahi pukulan lebih kencang lagi dari Maminya.

"Mulutmu itu lho, Mas! tak sekolahi meneh ya!"

First impression, Maminya tipikal ibu-ibu pada umumnya. Ramai dan cerewet.

Acara hari ini berjalan lancar, acara kecil-kecilan yang Arjuna bilang nyatanya tidak kecil. Hampir seluruh kerabat inti keluarga Mami hadir, dari mulai Pakde-Budhe, Om-Tante, Mas-Mba dan lain-lain. Rumah Arjuna sempat menarik perhatianku, tipikal rumah orang jawa. Rumah yang aku taksir ini pasti berdiri di lahan yang besar, karena tidak memiliki lantai kedua. Halaman yang luas di depan dan belakang penuh dengan tanaman dan beberapa kandang burung di halaman belakang. Persis seperti rumah pensiunan.

Keluarga Arjuna dari pihak Mami adalah asli Wonogiri, sedangkan Papah asli dari Palembang-Jawa. Aku sekarang tahu asal kulit putih milik Arjuna ternyata dari gen Papah. Dari tadi aku dan Arjuna keliling menghampiri satu persatu keluarganya untuk berkenalan. Mereka semua hangat, sangat welcome terhadapku.

"Akhirnya lo ngenalin cewe juga ya Jun, gue kira lo gay." Ucap sepupu perempuan Arjuna membuat aku tertawa.

"Sembarangan lo Mba." Kesal Arjuna sembari menarik aku duduk di salah satu bangku di dekat kolam ikan buatan Papah. 

Try Harder, Love Harder.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang