8.

16 2 0
                                    

"Aku pas ketemu orang tua kamu kayaknya mau beli baju baru dulu deh, Ra." Perkataan Arjuna membuat aku menoleh kearah pria tersebut. Kini kami sedang berada dirumahku, siap-siap karena ingin malam mingguan bersama teman-teman yang lain. Tadi siang Engga mengabari kalau Radit—teman mereka yang dari Jepang—lagi pulang ke Indonesia.

"Ngapain pake segala beli baju baru? Kayak lebaran aja," sahutku sembari merapihkan tali midi dressku yang baru dibelikan Arjuna minggu lalu. Sekarang pria itu sering tiba-tiba membelikan aku baju, celana, gantungan kunci yang gilanya ada gambar muka dia, katanya sih biar aku ingat terus kalau sudah punya dia. Geli.

Arjuna mencebik, tangannya juga merapihkan celana chino anklenya yang menurut pria itu sudah lumayan kesempitan. "Baju aku udah mulai banyak yang gak muat. Apa aku gendutan ya Ra? Kamu sih! Ngajak makan malam-malam mulu."

"loh kok aku yang disalahin?! Orang kamu yang tiap ngantor mampir mulu kesini, ujung-ujungnya minta temenin aku makan diluar." Balasku dengan kesal. Emang benar kok, semenjak mereka resmi 'pacaran' Arjuna lebih sering pulang kantor kerumahku daripada langsung ke kos-kosan pria tersebut. Alasannya sih, aku takut kamu kenapa-napa pas malam hari. Halah pendusta!

"Yaudah, mulai besok aku gak kerumah kamu lagi ya?!" Ancamnya dengan jari telunjuk menunjukku.

Aku meletot, "Dih! Kok gitu?!"

Selang berapa detik, seringai nakal muncul di bibirnya, "Tuh kan! Emang kamu yang kangenan sama aku, Ra! Udah apa ngaku aja." Arjuna menggoda aku dengan mencoel-coel daguku.

Aku menyingkirkan tangannya, tidak bisa menampik kalau saat ini wajah Arjuna terlihat menyebalkan dan lucu disaat yang bersamaan. "Udah ish! Sana aku pake lipstick dulu Jun," Aku mendorong tubuhnya dari hadapanku.

"Bentar, sebelum pakai lipstick ada ritualnya dulu," Kemudian secepat kilat aku dapat rasakan bibir Arjuna yang menempel dibibirku. Awalnya hanya mengecup, tapi lama kelamaan jadi lumatan yang dalam. Aku dapat merasakan tangan Arjuna yang memeras pinggangku, aku pun mengelus kepala belakangnya pelan.

Bibirnya masih tetap melumat bibirku secara perlahan. Sudah pernah kubilang kan, kalau ciuman Arjuna memabukkan! Serius deh, tapi jangan di coba ya hehehe yang boleh aku doang. Kesadaranku kembali ketika merasa tangan Arjuna meremas pelan dada kananku dari luas dress.

"Hmm, udah, udah! Ini udah telat Jun," aku melepas tautan bibir kami, tapi si cowok malah menurunkan ciumannya ke leherku. Aduh geli banget, gak kuat gue kalau di leher. "J-junaa," panggilku dengan mendesah dikit ketika merasa sapuan lidah hangat Juna di leherku.

"Aw!" Jeritku sakit ketika merasa dada kananku diremas cukup kuat oleh Arjuna. "Arjuna udah ah, kita telat nih!" Bener-bener budeg nih orang, bukannya berhenti malah lanjut part 2. Kini bibir Arjuna merampas bibirku kembali, tangannya yang tadi berada di dadaku kini bergerilya ke bokong dan meremasnya pelan hingga mampu menaikkan gairahku.

"Aah, Junaa, udah yuk." Ajakku dengan pelan, bibirku masih berada dibawah kendalinya. Kini ia memundurkan kepalanya, dapat aku lihat wajahnya yang memerah, tatapannya yang sayu dan bibirnya yang basah. "Telat nanti kita, Jun." Aku menurunkan secara paksa tangannya yang masih bertengger di bokongku.

Kemudian menyisir rambutnya pelan yang berantakan akibat ulahku dan beranjak ke kaca sembari membenahi dressku yang bahkan tanpa aku sadari sudah hampir naik sepinggang.

"Ra, kita deposit dulu yuk bikin anaknya."

"Suek lo!" Aku melempar jaket milik Arjuna dengan keras. Yang dilempari hanya tertawa pelan dan segera keluar rumah untuk ke mobil.

Sampai di Café and Bar yang terletak di Senopati, Arjuna dan aku masuk setelah mengkonfirmasi tempat duduk teman-teman kami.

"Woi Jun!" Sapaan dari Engga membuat kepala kami menoleh. Laki-laki itu melambaikan tangan yang terselip rokok keatas, Arjuna pun melangkah kearah Engga.

Try Harder, Love Harder.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang