Aku menatap serangkaian laporan di layar komputer yang sudah aku split screen sampai tiga bagian. Masih cukup amaze dengan laporan yang super berantakan ini. Dua minggu belakangan, aku bisa dibilang cukup lalai dalam pengawasan para bawahanku. Terlalu sibuk pacaran, kalau kata Wiwit.
Ada-ada aja deh orang zaman sekarang, ya kali bikin table di word aja gabisa. Gerutuku melihat ada salah satu table yang sepertinya di scan bukan di buat langsung di words.
Aku dengan segera membenahi semua ini, tanganku dengan cekatan menghilangkan hal-hal yang menganggu mata. HRD yang dulu gimana si nge-hire orang tapi masa sih, gak bisa pake words?! Bikin repot ajaa.
Kegiatan ini ternyata menyita hampir keseluruhan tenaga dan pikirkanku. Bahkan beberapa OB kantor sudah menawariku makan siang, tapi aku tolak. Akibatnya di jam 4 sore aku baru merasa lapar yang sangat dahsyat.
"Fahri! Food court bawah masih buka gak ya?" Tanyaku pada salah satu anak timku yang kebetulan lewat di depan kubikelku.
"Masih Bu, tadi saya baru kesana. Bu Ira belum makan siang ya?" Tanya Fahri sembari melihat jam ditangannya. Aku meringis, mulai merasa perih di daerah pinggangku saat bergerak di kursi. Sepertinya jadi keram karena terlalu lama duduk dalam posisi yang tegang dan perih karena belum makan.
Aku bangkit dari kursi, membawa dompet dan ponsel, "Oke deh, makasih ya Ri. By the way, tolong kasih tau Gigi print semua yang udah saya kirim ke e-mail dia. Semuanya rangkap satu ya," Ucapku seraya berjalan cepat kearah lift.
"Bu tolong, soto ayamnya satu. Rada cepetan ya Bu, udah gak kuat perut saya." Mohonku dengan Ibu pedagang soto ayam di food court bawah.
Biasanya aku jarang makan di sini, kebanyakan yang makan disini itu karyawan-karyawan dari kantor sebrang. Mengingat ini lumayan jauh turun kebawah dari gedung kantorku. Aku melihat sekitaran, sepi. Yaa, pikir aja sendiri siapa yang mau makan jam segini? Semua juga udah pada siap-siap mau pulang, kali!
Tak lama soto pesananku sampai, aku langsung menambahi beberapa bumbu pelengkap dan perlahan makan dengan nasi setengah porsi. Tetap ingat diet, karena gue gak mau keliatan gendut di lamaran nanti.
Selagi makan, ponselku berdering. Arjuna video call. Seingatku cowok itu sedang turun ke proyek di Cikande. Kok bisa nelfon-nelfon? Bahkan tadi pagi Arjuna sudah mewanti-wanti aku dengan bilang 'jangan telfon aku yaa! Nanti kalau aku gak angkat kamu jangan ngambek' katanya begitu.
"Loh kok udah pulang?" Tanyaku ketika melihat Arjuna yang sedang menyetir. Pakaiannya terlihat kotor di beberapa sisi, entah emang dia ikutan ngangkut-ngangkut atau cari perhatian aja ke bos-bos nya.
"Aku pulang duluan, Ra. Tadi bareng Pak Bos, nebeng dia."
Aku menganggukan kepala sambil menyuap kembali nasi sotoku. Arjuna melihatku mengernyit.
"Kok lagi makan? Perasaan jam makan siang baru selesai, udah makan lagi?"
Aku meringis, bingung mau jujur atau gak.
"Aku malah baru sempet makan, tadi sibuk ngurusin laporan anak bar—"
"Ra! Kamu tuh makan yang bener dong! Kamu kan punya maagh, kalau kambuh terus pingsan dikantor gimana?!" Semburan omelan dari Arjuna memotong perkataanku. Kini di layar ponsel aku bisa melihat wajahnya yang beneran marah. Alisnya menukik dan bibirnya yang mencebik-cebik, matanya melirik ke depan fokus pada jalanan meski bibirnya yang kissable itu ngomel-ngomel.
"Ya kan, gak ada yang bakal ngerapihin Jun selain aku." Jawabku dengan pelan.
"Toxic! Kantor kamu tuh toxic, aku baca di TikTok, kantor kayak gitu gak bagus buat kesejahteraan karyawannya." Aahh, korban TikTok. Gak tau akhir-akhir ini Arjuna lumayan sering bawa-bawa pengetahuannya yang ia dapat dari TikTok. Kayak ABG labil aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Try Harder, Love Harder.
ChickLitSebenarnya Tuhan itu udah mempersiapkan jodoh kita, kok. Sisanya Tuhan serahkan oleh hamba-hamba-Nya, mau diam ditempat atau saling sepakat seperti Arjuna dan Ira yang sudah kalang kabut karena jodoh mereka yang belum keliatan juga. Dan juga, Tuhan...