Chapter 01

81 9 3
                                    

Selamat menunaikan ibadah puasa hari pertama❤️ Semoga puasa teman-teman lancar semua yaaaa🥰

| ××× |

'Hayya 'alas-sholah, Hayya 'alas-sholah.'

'Hayya 'alal falah, Hayya 'alal falah.'

'As-sholatu khoirum-minannaum, as-sholatu khoiruminannaum. '

'Allahu Akbar, Allahu Akbar la ilaha illallah.'

Seorang gadis kecil terbangun dari tidurnya ketika mendengar adzan subuh berkumandang. Gadis kecil itu bernama Sheza Humaira, berusia lima tahun, memiliki mata bulat, serta berwajah mungil. Sejak dini Sheza kecil diajarkan oleh kedua orang tuanya untuk menunaikan sholat lima waktu. memeluk boneka beruang mini pemberian ayahnya, Sheza kecil turun dari ranjang, kakinya yang pendek membuatnya harus extra hati-hati.

Pada saat jemarinya menyentuh knop pintu lalu memutarnya, Sheza kecil dibuat terperanjat dengan suara gaduh dari luar. Ia jatuh terduduk dengan napas terengah-engah. Menyaksikan secara langsung pemandangan yang belum pernah dilihatnya. Pertengkaran kedua orang tuanya melalui celah pintu yang tadi sempat dibukanya.

"Cukup, Shamira! CUKUP! Apa kau sudah tidak waras?" Sheza Kecil melihat ayahnya membentak ibunya. Sheza kecil yang polos sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan kedua orang tuanya.

"Kenapa, Dzaki? Kau malu mengakuinya?" cetus Shamira. Wajahnya begitu berang. Tidak berhenti menodong suaminya.

"Demi Allah, Shamira..." Dzaki menggeram sembari memegang keningnya. Pusing mendengar tuduhan istrinya yang semakin menjadi-jadi.

Shamira tetap bersikeras. "Jangan bawa-bawa nama Allah di hadapanku, Dzaki. Kau seharusnya berkaca dulu sebelum menilaiku. Apa karena aku bekas wanita malam, kau bebas berbuat seenaknya di belakangku, iya?" Mulut Shamira sudah tidak bisa dikontrol lagi.

"Ya Allah, Shamira. Harus berapa kali kukatakan kalau aku tidak selingkuh. Aku tidak pernah melakukan perbuatan hina seperti yang kau tuduhkan itu, Shamira. Aku masih ingat dosa," erang Dzaki. Suaranya terdengar frustasi. Istrinya sama sekali tidak mau percaya dengan perkataannya.

Sheza kecil yang mendengar pertikaian lanjut kedua orang tuanya memberanikan diri untuk merangkak maju, mengintip dari balik celah pintu.

"Dosa, dosa, dosa... itu terus yang kau katakan. Kau terlalu naif, Dzaki. Lalu ini apa? Aku punya buktinya!" pungkas Shamira. Lantas melempar beberapa bukti foto kehadapan suaminya. "Kau masih mau mengelak lagi?"

"Astagfirullah... Shamira..." Dzaki mengambil foto-foto tersebut dimana terlihat dirinya bersama dengan seorang wanita. Foto tersebut diambil begitu mencolok seakan-akan menegaskan tuduhan yang dilayangkan istrinya itu benar. Dzaki berniat menjelaskan tapi Shamira yang sudah berapi-api kembali menyela.

"Sudah kubilang kau terlalu naif, Dzaki. Diluar saja kau terlihat suci. Tapi di dalamnya... Kau tidak lebih dari pria-pria mata keranjang yang haus belaian wanita. Katakan, apa aku masih kurang untukmu, Dzaki?" hardik Shamira tepat di wajah suaminya. Memandang dengan tatapan bengis dan muak.

"Cukup, Shamira! Kalimatmu sudah keterlaluan. Aku diam selama ini bukan berarti kau bisa bertindak terlalu jauh." Dzaki masih mencoba mengontrol dirinya agar tidak larut dalam amarah yang ikut memuncak.

"Alah... Dzaki. Kau masih membela jalang itu? Apa yang sudah wanita jalang itu berikan padamu? Tubuhnya?" Pertanyaan sengit Shamira. Membuat Dzaki lepas kontrol.

Dzaki menggeram marah kemudian menamparnya. Kalimat istrinya bener-bener menguji kesabaran dan menyentil egonya sebagai laki-laki dan juga kepala keluarga.

Hati Tak Bertuan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang