Masih nungguin kan??
Harusnya bisa update dari kemarin-kemarin tapi kendala kerjaan yang super sibuk banget.
Dita ucapin makasih banyak buat teman-teman yang setia menunggu cerita ini🤍
|×××|
“Saya tahu ini terlalu cepat. Tapi izinkan saya untuk mengenal Sheza lebih dekat.”
Arkanza Zayyan El-Zein
...“Sheza, kau sudah pulang? Bagaimana berkudamu? Bibi dengar dari paman kau bertemu dengan Arkanza ya? Bibi penasaran apa kalian---” Pertanyaan Salwa seperti angin lalu karena Sheza langsung masuk ke dalam kamar bahkan ia sampai membanting pintu kamar membuat Salwa terkejut.
Hamiz tiba-tiba muncul. “Dimana Sheza?”
“Ada di kamarnya. Abi, apa terjadi sesuatu?” Salwa mendekati suaminya. “Tadi umi bertanya bagaimana berkudanya tapi ia tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Wajahnya juga tampak tidak bersahabat. Umi khawatir, Abi…"
Hamiz mengusap bahu istrinya, menenangkan. Pasalnya tadi juga ketika Sheza kembali ia hanya menyerahkan kudanya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ketika Hamiz bertanya, Sheza hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban dan langsung berlari masuk ke dalam rumah.
“Tenanglah, umi… Abi juga menunggu Arkanza. Mungkin sesuatu terjadi saat mereka berkuda yang menjadi penyebab perubahan sikap Sheza hari ini dan Abi akan menanyakannya.”
“Umi harap itu bukan sesuatu yang buruk.”
“Kita tidak boleh berburuk sangka dulu, umi. Abi percaya pada Arkanza.”
Tepat ketika Hamiz kembali ke peternakan, ia melihat Arkanza sudah berada disana. Arkanza pun tampaknya menyadari jika Hamiz sedang menunggunya. Sebelum ia menghampiri Hamiz, terlebih dahulu Arkanza memastikan kudanya sudah berada di dalam kandang dengan aman dan mengunci pagar besi. Sebelum pergi, Arkanza menyempatkan untuk mengelus kepala kudanya.
Suhu udara malam ini terasa dingin. Hidung Arkanza sampai memerah karena menghalau hawa dingin yang semakin menusuk kulit dikarenakan pakaian yang ia kenakan tergolong tipis. Di luar bangunan Ari, Arkanza melihat Hamiz membopong kayu kering kemudian membakarnya.
Asap hitam mengepul ke udara bersama partikel-partikel kayu yang melayang bebas. Arkanza pun menghampiri Hamiz yang sedang duduk menghadap ke arah api unggun. Lelaki paruh baya itu rupanya sudah menyiapkan dua gelas cangkir teh.
Hamiz menoleh ke arahnya begitu Arkanza duduk disampingnya. “Kau minum teh, kan?” Kemudian memberikan Arkanza secangkir gelas yang sama dengan miliknya.
“Bagaimana keadaanya?” tanya Arkanza sembari menyesap tehnya.
“Tampaknya emosinya sedang tidak stabil. Ketika kembali dia mengabaikan semua orang.”
Terdengar helaan napas kasar Arkanza yang menjadi perhatian Hamiz.
“Apa terjadi sesuatu saat kalian berkuda tadi?” tanya Hamiz penasaran.
Arkanza menunduk sejenak. Menyusun kalimat yang pas untuk disampaikan kepada Hamiz. Kemudian mengangkat kepala lalu mengangguk. “Sebelumnya, saya mau meminta maaf atas apa yang dialami Sheza hari ini, pak Hamiz.” Lantas Arkanza pun menceritakan kronologinya kepada Hamiz.
|×××|
“… Kemungkinan besar itu yang jadi pemicu rasa traumanya. Sudah terlalu banyak yang ia lalui.”
“Itulah alasan istriku memutuskan untuk membawa Sheza tinggal disini. Membuka lembaran baru. Dan berharap Sheza memiliki semangat untuk hidup.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Tak Bertuan
General FictionSheza Humaira yang putus asa karena nyaris menjadi korban pelecehan dan perundungan sejak kecil, tidak percaya dengan keberadaan Allah. Hingga suatu hari... Ia yang jauh dari kata baik, justru bertemu dengan Arkanza Zayyan El-Zein. Lelaki taat dan t...