Bab 4

18 12 28
                                    

Halo-halo gess🙋‍♀️, kembali dengan thorr thorr, eh sebebas kalian mau manggil apa ><

Author, kembali upload nih bab 4 ☺️
Sorry kalau bab sebelumnya, lupa nyapa kalian :v

Happy reading~

●•●•●•●        ●•●•●•●        ●•●•●•●

Di pagi hari Mia tengah mempersiapkan sarapan untuk kedua anjing itu. Ia terbangun
disebabkan kedua anjing itu menggigit pelan, seolah mereka ingin membangunkan Mia.

“Ayo, kita jalan-jalan.”

“Ngapain kita jalan, Emily?”

“Kamu lupa semalam yang aku ceritain.”

“Oh iya, aku ingat menghadiri pesta ulang tahun Hugo.”

“Nah itu dia! Kamu tenang saja, Mia, aku ini tamu VIP jadi bebas mau bawa kawan. Ditambah pesta itu menggunakan topeng, jadi identitasmu nggak ketahuan.”

“Kapan pesta dia?”

“Lima hari lagi pesta ulang tahun Hugo.”

“Artinya dia on the way umur 30?”

“Bener, sama kayak kamu on the way umur 21.”

Mia tertawa sendu. "Aku sampai lupa kapan ulang tahun aku, Emi. Oh ya, ayo mandi dulu, jangan sampe bau keluar rumah.”

“Kamu aja sana mandi, Mia. Udah bau kecut.” Emily menutup hidung, seolah benar tercium bau tak sedap dari Mia.

Mia mengangkat lengan kanan kiri bergantian dan mencium aromanya. “Asli baunya gak sedap. Iya sudah aku mandi dulu.”

●•●•●•●        ●•●•●•●        ●•●•●•●

Dalam perjalanan menuju butik yang ditujukan Mia dan Emily. Melalui jendela taksi, Mia melihat kehidupan kota Synthetica yang tak pernah sepi. Bahkan rasanya kota ini semakin ramai dari dua tahun terakhir.

Mungkin karena Mia jarang sekali jalan-jalan keluar sejak kembalinya Mia setahun lalu. Itu yang dipikirkan Mia yang tak pernah keluar jam siang dan selalu di dalam kafe melayani.

"Mia, apa kamu senang?"

"Tentu aku senang sekali, bisa bepergian seperti dulu lagi."

"Kamu benar, udah jarang kita pergi bersama kayak gini. Oh iya, apa rencanamu kedepan?"

"Nanti dirumah aku ceritain."

Akhirnya taksi yang mereka tumpangi pun tiba didepan butik. Emily membayarkan biaya taksi tersebut. Setelahnya, mereka lekas turun.

Mia berhenti sejenak. Netranya memandangi butik itu. Mengenang bagaimana kehidupan dulu begitu indah.

Mia dapat bepergian sesuka hati dan membelanjakan apapun itu. Namun, sekarang tidak seperti itu. Semua hilang karena seseorang yang tega menipu Daniel.

"Napa melamun kamu, Mia? Mia!" Tangan Emily terus naik turun didepan mata Mia.

"Eh, iya?"

"Ayo buruan masuk."

Mia dan Emily memasuki sebuah butik mewah tersebut. Langkah kaki Mia yang ragu-ragu berubah menjadi kekaguman, saat ia melihat keindahan dan kemewahan yang ada di dalam butik.

Suasana butik itu begitu elegan dan mewah. Cahaya lampu kristal yang lembut memancar ke segala arah, menciptakan kilauan yang mempesona. Rak-rak berisi pakaian-pakaian indah dipajang dengan rapi, menggoda mata Mia untuk melihat lebih dekat.

"Mia, hari ini aku traktir kamu. Jadi pilih satu pakaian yang kamu suka."

"Makasih, Emily. Suatu saat nanti aku pasti membalas kebaikan."

"Kutunggu balasan kebaikanmu, Mia," ujar Emily.

●•●•●•●        ●•●•●•●        ●•●•●•●

Seorang pria berjalan dengan hati yang berat menuju makam ibunya yang terletak di pemakaman kota. Langkahnya terasa berat, seolah-olah dia membawa beban yang tak terlalu terlihat oleh mata orang lain.

Sesampainya di makam, Hugo berlutut di depan batu nisan yang bertuliskan nama ibunya, Alina Harrington.

"Ibu, ini aku Hugo datang kembali disini. Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Aku merindukanmu setiap hari."

Suasana di pemakaman itu hening, hanya suara angin yang berbisik di antara pepohonan dan dedaunan yang berguguran.

Hugo memandang batu nisan dengan tatapan penuh kerinduan, seolah-olah ia ingin ibunya bisa mendengar apa yang ingin dia sampaikan.

"Aku tahu seribu maaf tidak akan bisa mengembalikan ibu. Aku minta maaf atas kesalahanku. Andai waktu itu mengantarkan ibu ke tempat tujuan dan membatalkan rapat dengan para investor. Aku merindukan berbagi kebahagiaan dan kesedihan, seperti dulu kita selalu lakukan."

Hugo ingin sekali menangis, sayangnya tidak ada satupun air mata yang ingin keluar. Dia hanya merasakan kehilangan dan kesepian tanpa kehadiran ibunya di sampingnya.

Andai Hugo tidak membiarkan egonya tinggi dihari itu. Mungkin Hugo masih bisa menikmati kebersamaan terakhir bersama ibunya. Mungkin tidak akan ada rasa menyesal sampai sekarang.

Termasuk, momen dimana ibunya terkapar tak berdaya dan akhirnya meninggal diperjalanan ke rumah sakit tanpa bisa diselamatkan.

"Ibu, aku berjanji akan membalas siapapun atas kematianmu."

Hugo duduk di samping makam ibunya. Membiarkan waktu berlalu sambil merenungkan kenangan indah dan rasa menyesalnya yang terlalu dalam.

Seseorang melihat dari kejauhan dibalik pohon, yang jarak cukup jauh dari Hugo duduk. Dia menyentuh dadanya, seolah ada benang terhubung perasaan dia dengan apa yang Hugo rasakan.

"Hugo, aku percaya kamu mampu melewati ini," monolognya, kemudian berlalu pergi meninggalkan pemakaman.

.                                Bersambung...

Love's Unexpected PathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang