Mia tidak tahu kemana lagi, ia akhirnya memilih kembali ke rumahnya. Namun, didalam rumah ia tidak menemukan keberadaan Emily. Mungkin Emily saat ini masih bekerja.
Mia berjalan menaiki tangga. Sampai diatas lantai dua, Mia memandang ruangan yang pintu. Lalu, Mia membuka ruangan itu dan didalamnya terdapat banyak sekali kanvas.
Ruangan itu adalah studio lukis milik Damaris. Dulu sejak Mia masih duduk di bangku SMP, Mia sering melihat dan ikut melukis bersama Damaris di ruangan ini.
Mia memasuki ruangan itu dan sengaja tidak menutupnya. Ia juga membuka jendela untuk mendapatkan udara agar memberikan ketenangan bagi Mia. Perasaan Mia sangat berat sekali. Selama ini Mia memilih memendamnya sendirian, tapi akhirnya Mia bisa mengatakan kejujuran itu pada Ryan.
Ditambah Mia sengaja mengundurkan diri, untuk dirinya bisa fokus ke dalam dendamnya. Hanya saja, ia tidak bisa mengatakan hal itu kepada Ryan. Ia tidak ingin menyeret Ryan ke dalam hidupnya lagi.
Dalam diamnya dan Mia masih berdiri didepan jendela, Mia menatap setiap atap rumah tetangganya. Mia merasa iri dengan kehidupan tetangganya yang sampai saat ini masih baik-baik saja.
Mia kembali berjalan dan mundur dari jendela. Pandangannya menatap berbagai lukisan Damaris dan Mia. Lalu, Mia berganti menatap satu lukisan yang sengaja ia pajang di dinding.
Sepanjang Mia menatap dalam lukisan yang sangat berarti memberikan kekuatan bagi Mia. Tiba-tiba sebuah ide muncul didalam kepalanya. Ia langsung mengambil ponsel didalam kantung celananya dan menelepon Galen.
"Halo, Pak Galen. Aku punya rencana untuk mengadakan pameran seni di kota ini. Bisakah kamu membantu mengatur semuanya?" tanya Mia dengan semangat.
Galen di sisi telepon terdengar antusias. "Tentu, Nona! Saya senang bisa membantu. Kapan Nona ingin mengadakan pameran ini?"
Mia berpikir sejenak. "Aku ingin membuka pameran selama satu minggu penuh. Bagaimana dengan tanggal 10 hingga 17 Maret?"
"Saya akan menyiapkan semua yang diperlukan untuk pameranmu. Apa Nona ingin menggunakan karcis untuk masuk?"
Mia mengangguk. "Ya, aku pikir itu akan memberikan nuansa eksklusif pada pameran. Bagaimana jika kita menjual karcis dengan harga terjangkau?"
"Bagus ide! Itu akan menarik lebih banyak orang untuk datang. Saya akan mengurus penjualan karcis dan promosi pameranmu. Tapi, Nona, mengapa Anda tiba-tiba ingin membuka pameran?"
Mia tersenyum puas. "Aku ingin menunjukan karya yang selama ini aku buat. Sepertinya, isi karya itu mengandung makna tertentu dan aku ingin menunjukannya. Terima kasih, Pak Galen. Aku sangat berterima kasih atas bantuannya. Aku yakin pameran ini akan menjadi sukses berkatmu."
●•●•●•● ●•●•●•● ●•●•●•●
Tiga hari pun berlalu sejak Mia mengundurkan diri dan mempersiapkan banyak hal. Kini, hari yang ditunggu-tunggu Mia akhirnya tiba. Benar, hari ulang tahun Hugo. Mia merasa gugup dan penuh debaran. Untuk Mia melaksanakan mencari informasi serta bukti.
Mia dan Emily berkumpul di dalam rumah, mempersiapkan diri sebelum berangkat ke Villa terbesar di kota itu sebagai tempat perayaan ulang tahun Hugo.
Mia duduk di kursi kamar, memandang kosong ke arah jendela, hatinya berdebar-debar. Emily duduk di sebelahnya, mencoba menenangkan Mia.
"Mia, jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja. Rencana kita pasti akan berhasil," ucap Emily dengan penuh keyakinan.
Mia menoleh ke arah Emily, wajahnya penuh dengan rasa takut dan keraguan. "Tapi, Em, apa yang akan terjadi jika rencana ini tidak berjalan sesuai yang kita harapkan? Aku takut semuanya menjadi berantakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love's Unexpected Path
RomansaMengisahkan perjalanan tak terduga dalam hidup Mia dan Hugo. Keduanya memulai kisah mereka dengan perasaan benci yang saling membara, namun ketegangan di antara mereka tidak dapat diabaikan. Mia, seorang wanita yang tegar dan mandiri. Ia memiliki ma...