Bab 13

3 0 0
                                    

Di sebuah tempat terpencil yang tersembunyi di balik pepohonan lebat, seorang pria suruhan melangkah dengan hati-hati menuju sebuah gubuk tua. Suasana tegang terasa di udara, memenuhi setiap sudut ruangan.

"Anda memanggil saya?"

Tampak seorang pria mengenakan topi yang duduk di balik meja, wajahnya tersembunyi dalam kegelapan.  "Ya, saya telah menunggu kedatanganmu."

"Saya telah berhasil menciptakan kasus di pesta Hugo, seperti yang Anda inginkan. Hugo sekarang diincar oleh para wartawan."

Pria dengan topi tersebut mengangguk puas. Kemudian, dia mengambil sejumlah uang dari dalam laci. "Bagus sekali. Ini bimbalanmu atas berhasilnya tugas. Kamu telah berhasil menuntaskan keinginan saya."

Dengan senang hati pria suruhan itu menerima uang dengan hati-hati. "Terima kasih. Saya senang bisa membantu."

"Ingatlah, kerahasiaan adalah kunci. Jangan pernah membocorkan apa yang telah terjadi di sini."

Pria suruhan itu menyunggingkan senyuman penuh tekad. "Saya akan menjaga rahasia ini dengan baik."

●•●•●•● ●•●•●•● ●•●•●•●

Daniel duduk di depan laptopnya, sibuk dengan berbagai pekerjaan yang menumpuk. Tatapan lelah Daniel menunjukkan bahwa wajahnya dia mengalami kelelahan yang mendalam.

Dia merasa jenuh dengan segala pikiran yang memenuhi kepalanya. Dalam usaha untuk menghilangkan kepenatan, Daniel memutuskan untuk mengambil ponselnya yang terletak di sebelah kiri laptop.

Ketika mengambil ponsel, tangannya tanpa sengaja menyenggol gelas yang ada di dekatnya. Gelas itu jatuh dan pecah di lantai, meninggalkan serpihan kaca yang berserakan.

Melihat pemandangan itu, Daniel merasakan ketidaknyamanan yang tak terjelaskan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tidak tahu apa itu.

Tanpa berlama-lama, Daniel meninggalkan ruang kerjanya dan menuju ruang tidur. Damaris, sang istri, yang belum tidur, langsung menanyakan apa yang terjadi.

"Ada apa, Papa? Kamu kelihatan terburu-buru" tanya Damaris dengan nada khawatir.

"Aku tadi mengalami kejadian gelas jatuh, Ma. Mau aku bersihkan dulu kacanya dan mau ambil kain. Kasihan banyak hewan liar diluar sana terkena serpihan kaca, kalau tanpa aku bungkus kain dobel."

Damaris ikut mengambilkan plakban beserta gunting yang di laci dekat tempat tidur dan menyerahkannya kepada Daniel. Sementara Daniel mengambil sehelai kain dan menerima pemberian barang dari Damaris. Lalu membawa ketiga benda tersebut kembali ke ruang kerjanya.

Dengan hati-hati, Daniel mulai membersihkan serpihan kaca yang berserakan. Namun, saat dia memindahkan serpihan kaca, tangan telunjuknya tidak sengaja terluka dan mengeluarkan darah. Dia segera melihat ke arah foto keluarganya yang terletak di sebelah kanan.

Daniel segera mengobati luka di ujung jarinya dengan P3K yang tersedia di ruang kerjanya. Setelah selesai, dia mencoba menelepon Mia, putri pertamanya. Namun, panggilan tersebut tidak terhubung. Daniel mencoba lagi dan lagi, tetapi tetap tidak ada sambungan. Akhirnya, dia mencoba mengirim pesan, tapi tidak ada respon yang datang.

Suasana di ruang kerja Daniel terasa penuh kekhawatiran. Dia merasa terisolasi dan kebingungan menghampiri pikirannya. Kejadian-kejadian tak terduga ini membuatnya semakin merasa bahwa sesuatu yang tidak biasa sedang terjadi.

"Mia, kamu baik-baik saja, 'kan?" gumamnya.

●•●•●•● ●•●•●•● ●•●•●•●

Perlahan mata Mia terbuka. Awalnya Mia tidak sadar ia ada dimana, tetapi ia baru tersadar setelah ia menggerakkan tangannya dan ia tak berdaya dalam keadaan terikat di kursi. Hanya sinar bulan yang samar-samar menerangi kegelapan ruangan itu.

Ia merasakan ketakutan melanda tubuhnya saat menyadari bahwa ia tidak sendirian di sana. Suara pintu kembali dibuka dan lebih keras dari sebelumnya. Mia tidak tahu siapa yang datang kali ini karena matanya tertutup dan hanya bisa mengandalkan pendengarannya saja.

Mia semakin memberontak kala telinganya menangkap suara langkah kaki makin mendekatinya. Mia sangat yakin keadaannya kali ini akan semakin lebih buruk dari hari kemarin.

"Katakan semua kebenaran bukti yang lu tau. Atau gak, gua akan hancurin lu!"

Mia tahu kondisinya semakin parah sekarang. Perasaannya campur aduk, haruskah mengatakan hal itu? Sebenarnya bukan masalah cerita bukti itu ditemukan dimana, melainkan ia belum tau jelas apa isi buktinya.

"Hahaha lu bodoh sekali, ya! Baik, terima pukulan ini!"

Dalam keheningan yang menyeramkan, dia mulai memukuli Mia tanpa belas kasihan. Alhasil, setiap pukulan yang menghantam tubuhnya menyebabkan rasa sakit yang tak terbayangkan.

Mia berjuang untuk menahan rasa sakit dan ketakutan. Darah mengalir dari luka-luka di wajahnya, menciptakan jejak merah yang menyeramkan di kulit pucatnya.

Ia merasakan kelemahan merayap di dalam dirinya seiring dengan setiap pukulan yang bertubi-tubi. Mia mencoba berbicara, tetapi hanya kata-kata caci maki yang keluar dari mulutnya.

"Kamu... kamu monster!" ucap  Mia dengan lirih sembari mendongakkan kepala seolah menantang pria itu.

Pria itu hanya tersenyum sinis, menikmati penderitaan Mia. Dia tahu bahwa kata-kata kasar yang dia lontarkan hanya akan membuat Mia semakin terluka secara emosional.

"Lu pikir gue peduli dengan omong kosong lu? Lu cuma boneka yang harus gua habisi."

Dengan pukulan demi pukulan yang diterima dan pukulan berikutnya semakin melemahkan Mia. Namun, ia  berusaha mempertahankan kesadarannya.

Mia yang belum selesai dengan rasa sakitnya. Kembali Mia merasakan cengkraman di dagunya. Kuku pria itu sangat ditekan sangat dalam dan tanpa rasa ampun.

"Dimana lu nemuin bukti itu? Jawab, hah!"

"G-gue nemu di kamar Alina."

"Sekarang bukti dimana?"

"G-gue nggak tau."

Pukulan pun kembali dilayangkan kepada Mia. Kepala Mia terjatuh ke samping dengan rambut terurai menutupi wajah. Kembali kepala Mia ditarik paksa dan diberikan pukulan bertubi-tubi. 

Akhirnya, tubuh Mia tidak mampu lagi menahan rasa sakit dan kelelahan yang melanda. Ia merasakan kegelapan menghampirinya saat kesadarannya memudar.

.                                 Bersambung...

Love's Unexpected PathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang