Part 10

47 2 0
                                    

Seseorang terlihat menuruni anak tangga dengan sangat tidak bersemangatnya, baju tidur dengan satu kancing di biarkan terbuka hingga memperlihatkan sedikit dada bidang, rambut berantakan ciri khas bangun tidur. Tetapi sungguh, itu terlihat sangat tampan bagi siapa saja yang melihat.

Ternyata memang benar, mau seberantakan apapun penampilan seseorang, jika orang itu tampan tetap saja akan terlihat tampan. Penampilan seperti apapun tidak akan merubah ketampanannya.

"Al, wajahmu kusut sekali!"

Di bawah sana, terlihat Bastian yang sedari tadi hanya duduk di atas kursi makan dengan pakaian yang sudah sangat rapi. Manik matanya kini tidak berhenti menatap laki-laki yang semakin mendekat ke arahnya.

Sedikit terpesona dengan kondisi berantakan Aland yang seperti itu, namun sedetik kemudian ia mengerjapkan kedua matanya sebab dirinya masih sangat normal untuk menyukai orang itu.

Tentu saja, keduanya sama-sama lelaki!

"Aku tidak tidur semalaman!" Aland menjawab dengan meraih satu gelas, menuangkan air putih ke dalamnya mengingat tenggorokannya yang terasa sangat kering.

"Bagaimana bisa, apa kau bermain game?" tanya Bastian merasa penasaran.

"Waktuku sangat berharga, untuk apa aku membuangnya secara percuma?"

Laki-laki itu menolak penuturan Bastian mentah-mentah, sangat konyol jika harus menghabiskan waktu istirahat hanya dengan bermain game saja. Aland sangat yakin, jika orang seperti itu adalah orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan.

Menghabiskan malam dengan aktifitas yang tidak penting, lalu tidur setelah matahari muncul dari tempat persembunyiannya.

Bagaimana mungkin mereka dapat menikmati hidup dengan cara seperti itu?

Orang seperti itu hanya menambah beban saja!

"Kau benar, lalu kenapa tidak tidur?" Bastian mengangguk, kembali bertanya mengingat laki-laki itu belum kunjung menjawab pertanyaannya hingga kini.

"Tubuhku demam, ini sungguh merepotkan!" jawabnya lesu, kedua matanya terlihat masih mengantuk ingin meminta di istirahatkan.

"Demam?"

Entah sejak kapan Aland kembali ke rumah. Malam tadi, laki-laki itu hanya mengiriminya pesan. Pintu utama tidak boleh ia kunci, begitulah isi pesan tersebut.

Hati kecil Bastian tidak tenang tatkala sahabatnya yang belum pulang, padahal waktu sudah menjelang tengah malam. Laki-laki itu hanya takut jika saja Aland berbuat nekat tanpa sepengetahuan dirinya, melakukan hal aneh di luaran sana contohnya. Bastian tau betul bagaimana sifat anak itu, terlalu berbahaya jika di biarkan berkeliaran di luar rumah seorang diri.

Walaupun ia sendiri sedikit ragu jika Aland akan melakukan hal gegabah, namun tidak melihat batang hidung anak itu hingga tengah malam cukup membuatnya berpikiran buruk tentangnya. Aland tidak seperti itu, jika saja dirinya ada urusan, maka Bastian selalu mengetahuinya.

Hujan yang masih setia mengguyur kota, Aland sangat sensitif air hujan. Memikirkan dimana keberadaannya, Bastian cukup pusing dengan hal satu ini.

Beruntung, kala dirinya berniat untuk mencoba melihat kembali pintu utama. Pintu kamar Aland sedikit terbuka. Langkah kaki yang terhenti, Bastian akhirnya dapat bernafas sedikit lega.

Sahabatnya sudah pulang, bergelut dengan gulungan selimut tebal miliknya hingga menyisakan sebagian rambut. Laki-laki itu sedikit mengukir senyum, secemas itu Bastian terhadap Aland.

Padahal jika di ingat-ingat, sikap laki-laki itu sangatlah menyebalkan. Seakan keduanya tidak ingin saling mengalah, beradu mulut sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari. Hanya dengan satu kali pukulan, maka salah satu dari mereka dengan berat hati harus mengalah.

Aland:End Of A LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang