Part 15

21 2 0
                                    

Seorang laki-laki terlihat duduk di atas kursi kebesaran miliknya, pakaian formal yang ia kenakan menambah kesan bak orang yang memiliki pengaruh besar terhadap suatu perusahaan.

Penampilan laki-laki itu terasa berbeda dari hari biasanya. Sangat berwibawa dengan perawakan yang jangkung. Rahang yang tegas, rambut rapi hingga memperlihatkan jidat, itu sungguh terlihat tampan bagi siapa saja yang memandangnya.

Kendati demikian, tatapan tajamnya seperti biasa membuat sebagian orang merasa ngeri. Pun, dengan wajah yang kini terlihat serius. Tidak ada yang berani terhadapnya jika saja orang lain mengetahui identitas aslinya.

"Misi kita harus berhasil. Apa kau mengerti?"

Laki-laki itu berucap, tangan kanannya memutar gelas yang sedari tadi ia genggam. Punggung yang di biarkan menyender, begitupun dengan tumpuan kaki membuat laki-laki itu semakin terlihat angkuh sekaligus gagah.

Namun meskipun begitu, itu sama sekali tidak membuat orang yang berada di hadapannya merasa kesal. Hanya mengangguk sembari membungkukkan sedikit tubuhnya patuh. "Mengerti, Tuan."

"Bagus, cepat laksanakan tugasmu," sambungnya kembali menyesap minuman yang sempat dirinya anggurkan untuk beberapa saat.

Mendapat perintah dari tuannya, laki-laki berpakaian serba hitam lengkap dengan topi juga masker kini melangkah pergi tanpa ingin membuang waktu lebih lama. Menyisakan laki-laki yang masih setia duduk di atas singgasananya yang terasa nyaman seorang diri.

Berdiri hingga melangkahkan kaki menghampiri jendela, laki-laki itu menatap dunia dari atas gedung bertingkat dengan memperlihatkan smirk andalannya. Seperti iblis yang tengah merencanakan sesuatu, laki-laki itu bahkan tertawa hingga beberapa kali. "Sebentar lagi, aku akan mendengar kabar bahagia darinya!"

Rencana yang sudah dirinya susun dengan sangat rapi. Sekarang, tibalah saatnya untuk melancarkan aksi yang terkesan membahayakan.

Benar, tetapi apa ia peduli?

Tidak! Justru laki-laki itu ingin segera melihat hasil dari usahanya kini.

"Apa menurutnya, setelah kepergian ibuku hidup yang aku jalani akan sangat menyedihkan?"

"Tidak! Kalian salah besar!"

Terdapat guratan kemarahan dari wajahnya yang tegas. Rasa itu masih melekat dari dalam hatinya hingga saat ini, tidak hilang sekalipun di makan oleh waktu. Sebaliknya, perasaan itu semakin terbentuk seiring dirinya yang semakin tumbuh dewasa.

Jika saja orang-orang itu tidak memperlakukan layaknya seorang gelandangan yang di usir secara paksa, mungkin ia tidak akan melakukan hal ini. Mencoba menghilangkan nyawa, laki-laki itu bersumpah atas nama sang ibu yang sudah rela mengorbankan nyawanya hanya untuk melindungi dirinya.

Manik yang terlihat hitam pekat, luka itu masih tersimpan rapi. Bahkan ia sendiri mampu melihatnya dengan sangat jelas.

Mengusap kasar kedua mata yang terasa perih, manik hitam itu berbinar menandakan jika akan ada air mata yang dengan siap menetes membasahi wajahnya. Namun, laki-laki itu enggan untuk membiarkan air mata berharganya lolos begitu saja. Ia tidak boleh lemah, ibunya pasti tidak akan menyukai ini.

"Aku sudah kembali, dan sekarang waktunya untuk memberimu sedikit permainan."

"Layaknya bermain game, tidak semua akan merasakan menang. Karena sekarang, aku yang akan mengalahkan kalian. Sialan!"

Sorot matanya kembali menajam, urat leher yang semakin menonjol mengisyaratkan jika dirinya benar-benar merasa emosi. Tidak bisa membendung amarahnya lebih lama, pun dengan kepalan tangannya seakan tidak sabar ingin menghabisi seseorang yang sudah menghancurkan kehidupannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aland:End Of A LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang