10- spesial, fluff!!

868 100 22
                                    

Bukan lagi risih kalau abang-abangnya itu mulai memanjakannya. Kadang Solar juga kehabisan kata-kata saat mereka sudah melakukan berbagai gaya untuk menghiburnya seperti sekarang.

Duri memainkan sendok yang dia bawa. Memutarnya di udara dengan mulut yang dikerucutkan. Itu juga menimbulkan bunyi kekanakan yang Solar saja malu saat dia mendengarnya.

"Tututututtt.... Kereta mau masukk...!! Buka mulut, aaaammn~"

Solar membuka mulutnya. Pipinya panas bukan karena demam tapi karena malu yang luar biasa. Solar menahannya sebisa mungkin.

"Pinterrr~"

Duri tersenyum puas, ah senyum jahil juga. Wajahnya puas karena dua hal, satu membuat adiknya makan, dua, menjahili adiknya yang masih terbaring di ranjang klinik seperti sekarang.

Tangan kanan Solar dibalut gips karena patah. Kakinya juga di gips sekalian karena tulangnya retak. Kepala Solar kini dibalut perban entah berapa lapis, yang pasti Solar merasa berat.

Kejadian penculikannya sudah lewat lima hari, dia baru sadar dua hari lalu dan sekarang dalam perawatan yang ekstra. Kakak-kakaknya sering mampir dan menjaganya. Yang paling aktif tentu saja Duri karena dia jugalah dokter yang menangani Solar.

Karena keadaannya memang masih lemah, tidak ada satupun saudaranya yang membuatnya melakukan aktivitas sendiri. Contohnya ya sekarang ini, Duri menyuapinya makan tapi sekalian menjahilinya karena, hei, ini Duri.

"Bisakah kau menyuapiku dengan normal? Ini...berlebihan."

Memalukan, tapi Solar tidak mengatakannya.

"Heeee?? Kenapa?? Sama saja kok, gak berlebihan," Duri menyendokkan lagi makanan di mangkok yang dia bawa. "Nah, ini~ sekarang pesawat ulang-alik nya mau masuk. Buka mulutt... Aaaammm~"

Solar membuka mulutnya sesuai yang diminta. Yah, walau ada rasa malu, tapi setidaknya dia dimanja kakaknya itu. Sebelum dia kumat dan memulai pertengkaran lucu yang biasanya Solar anggap seru, tapi sekarang dia saja tidak punya tenaga untuk apapun.

.

.

Yang kedua biasanya Gempa. Anggap saja pengganti orang tua, karena Gempa itu cerewetnya bukan main. Solar rindu bundanya. Gempa menjaganya dengan lembut dan telaten. Tidak seperti Duri yang mengajaknya bermain, Gempa bicara padanya dengan nada lembut. Dia mengelus kepalanya dengan lembut pula. Semua yang dilakukan oleh Gempa terhadap Solar, membuat Solar lebih sering tertidur daripada mengobrol dengan kakaknya itu.

Padahal Solar mau diajak bicara. Tapi dia juga lelah bicara. Memang memusingkan.

"Kakak tidak bekerja?" tanya Solar saat dia akhirnya terbangun dan sekarang makan buah yang dikupas kulitnya oleh Gempa.

"Kakak memang sedang senggang hari ini. Jangan pikirkan itu. Ini, makan," Gempa memberinya potongan buah pir dengan garpu. Solar membuka mulutnya antusias.

"Semangat sekali. Semoga cepat sembuh ya Solar," kata Gempa tersenyum. Solar juga ikut tersenyum.

Walau cerewet saat Solar mulai menanyakan kondisi pekerjaan divisi strategi, Gempa tetap berada di sampingnya untuk waktu yang lama.

"Kak."

"Hm?"

"Ngomong-ngomong, Kak Gem tau gak yang bawa aku ke sini siapa?" tanya Solar. Dia kembali teringat dengan orang itu. Ada rasa kesal, penasaran, dan juga terima kasih yang belum tersampaikan padanya.

Gempa terdiam.

"Hmmm....itu, kau akan tahu nanti. Lebih baik kau istirahat dulu," kata Gempa cepat. Dia memberikan Solar buah lagi dan memasukkannya ke mulut sang adik.

(Not so good) Solar's DailyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang