9.

332 37 17
                                    

Happy reading.

Malam itu, Fern pulang pukul 11 malam dan menemukan sang suami sedang tidur memeluk Khaotung di sofa.
Rasa bersalah menyelimuti hati Fern, sepertinya First menunggu kepulangannya dan Khaotung terganggu oleh suara televisi yang dinyalakan First, jadilah dua orang kesayangan itu jatuh tertidur bersama di ruang tengah.
Sebenarnya malam itu Fern tidak mau membangunkan Keduanya, tapi Khaotung harus tidur dengan benar di kasurnya untuk kesembuhan kakinya supaya lebih cepat, jadi malam itu Fern membangunkan keduanya dan membantu Khaotung pindah ke kamarnya lagi.

Keseharian Fern yang sibuk kembali di mulai, bahkan lebih sibuk dari biasanya hingga terkadang hanya First yang membantu Khaotung belajar jalan dengan tongkat, belum lama ini dia memutuskan untuk tidak lagi menggunakan kursi roda.

"Tongkat dulu baru kaki."

"Aku melakukannya~"

"Tapi kau mencoba menggerakkan tongkat dan kakimu bersamaan."

"Kau pikir aku bodoh?"

First menghela napas, dia dan Khaotung juga jadi sering bertengkar karena hal sepele.
Khaotung yang pusing karena tidak bisa menggunakan tongkat tapi tidak mau menggunakan kursi roda, dan First yang pusing karena Fern benar-benar sibuk.

"Aku akan pergi bekerja sekarang, apa tidak apa-apa?"

First dan Khaotung menolehkan kepalanya pada Fern, yang jelas-jelas sudah siap untuk pergi bekerja jadi untuk apa dia bertanya?

"Pergilah, tapi bisakah kau pulang lebih awal hari ini? Aku memiliki pekerjaan sore nanti."

Fern menganggukkan kepalanya, dia akan mencoba untuk pulang lebih awal sore ini.
Setelah Fern pergi dari rumah, First kemudian melihat jam di pergelangan tangannya, sudah mau siang dan Khaotung belum juga mandi karena dia begitu giat ingin belajar menggunakan tongkat.

"Bukankah kau bilang teman-temanmu akan menjengukmu siang ini?"

"Iya, kenapa?"

"Kau harus mandi dulu."

Khaotung menghela napas, dia sedang mencoba berjalan menggunakan tongkat ke kamar mandi saat ini.

"Ya sudah, tolong ambilkan kursi rodaku."

First lalu menolehkan kepalanya pada  kursi roda milik Khaotung yang berada di kamarnya, terlalu jauh untuk dijangkau karena keduanya sudah berada didekat dapur, dan otomatis kamar mandi hanya butuh beberapa langkah lagi.

"Biar aku gendong saja."

Tak ada waktu bagi Khaotung memproses dan memprotes tindakan First saat ini, dirinya sudah diangkat dan mau tidak mau Khaotung pun mengalungkan kedua tangannya ke bahu sang kakak ipar, takut jatuh.

"Apa kau bodoh? Lalu bagaimana aku mandi di kamar mandi tanpa tongkat dan kursi roda?"

----

"Kenapa? Aku sudah melihat semuanya saat kau kecil."

"Ini berbeda karena aku sudah tumbuh dewasa, sialan."

First tertawa melihat Khaotung yang duduk di kloset dengan hanya mengenakan celana dalamnya saja. Padahal First memaksa untuk membukanya, toh mereka sama sama lelaki dan keduanya terikat hubungan keluarga.
Tapi Khaotung bersikukuh tidak mau memperlihatkan kelaminnya pada sang kakak ipar.

Khaotung Canggung bukan main saat ini, tak pernah terpikirkan bahwa dia akan dimandikan oleh First.
Padahal Khaotung bisa mandi sendiri, dia bisa menggunakan kedua tangannya dengan baik, tapi First menolak membiarkan dia mandi sendiri.

"Lihat aku."

Khaotung menghela napas kemudian mengangkat kepalanya menatap First, yang saat ini sedang membuat busa menggunakan sabun wajahnya.
Kemudian, dia oleskan busa tersebut ke wajah Khaotung dengan tawa kecil.

Love Is Blind [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang