14. (First Pov).

366 39 31
                                    

Happy reading.

Aku mengenalnya sebelum orangtua mereka meninggal.
Aku melihat bagaimana anak itu sebenarnya tumbuh dengan baik.
Senyumnya manis, tawanya yang lucu, dan kecintaannya pada musik membuatnya terlihat sangat hidup.
Mungkin yang aku lihat hanyalah sampul bukunya saja, betapa terkejutnya aku saat melihatnya menangis dengan penuh luka.

Fern adalah kesedihannya, tapi kasih sayang orangtua yang tidak dia dapatkan adalah pemicu kenapa dia berpikir Fern lebih beruntung darinya.
Khaotung tumbuh menjadi terlalu dingin, sedikit bicara dan mulai kehilangan rasa tertarik pada musik.
Sebenarnya tidak ada yang terlihat berbeda, Khaotung masih mencoba tidak menghilangkan karakter lamanya, namun Fern yang terlalu sibuk oleh beban tanggung jawab sebagai si sulung Thanawat tidak bisa melihat bahwa adiknya begitu terluka.
Kesedihannya belum tuntas dan tak ada seorang pun bertanya tentang kesedihan apa yang ia rasakan.

Dengan kepentingan keluarga, demi Fern, demi kehidupan bahagiaku. Aku memutuskan membuka satu lembar demi lembar isi buku kehidupan Khaotung, yang mana sebenarnya tidak sulit didekati.
Karena kenyataannya, dia hanya butuh ditanya, dimengerti, dan dipahami kesedihannya.

Sejak malam itu, tidak ada yang lebih mengerti dirinya selain aku.
Fokusku mulai bertambah, selain Fern ada Khaotung yang menyita waktuku.
Semakin aku mencoba membuka lembaran kehidupannya, semakin aku merasa bahwa Khaotung benar-benar membutuhkanku selama ini.
Rasa bersalah membawaku semakin memperhatikannya, Fern yang tak bisa memperhatikannya pun menjadi alasan lain kenapa aku ingin membuat hubunganku dan Khaotung lebih kuat lagi.

Namun, entah apa yang salah.
Aku mulai ketakutan saat Khaotung mengatakan bahwa Force menyukainya.
Dan entah bagaimana, pada akhirnya kita berbagi rahasia.
Aku hanya ingin dia tahu bahwa aku pun pernah sepertinya.
Tidak, aku masih berada di dunia itu.

Ada kalanya, pikiranku lebih sering dipenuhi oleh Khaotung daripada Fern.
Tapi aku, terus menerus mencoba menyangkal dan melupakannya.
Tidak peduli seberapa sering aku melihat pundak cantiknya yang terkena tetesan air, tidak perduli betapa rapuhnya mata itu saat terluka hingga aku ingin melindunginya, tidak peduli betapa hangatnya dekapan dia.
Aku hanya ingin Fern adalah fokusku, dan aku berhasil.

Perasaan aneh itu hilang entah selamanya atau mungkin sementara?
Tapi, perasaan itu muncul kembali saat aku diharuskan sering kali bersentuhan dengannya.
Bagaimana bau tubuhnya yang manis menusuk hidungku saat aku melatihnya berjalan.
Entah siapa yang aku coba bohongi.
Fern, Khaotung, dunia, atau aku sendiri.

Perasaan ingin memilikinya itu, aku menyangkalnya. Mencoba mencari nama lain untuk mendepresikannya.
Aku berusaha sangat keras juga, aku hampir gila dan menyalahkan semua orang adalah efek samping dariku yang mencoba untuk tetap waras.
Aku ingin menyangkal bahwa aku tidak lagi mencintai dan membutuhkan Fern, menyangkal bahwa alasannya adalah karena Khaotung.

Aku dikenal sebagai suami paling sabar. Aku sabar menunggunya yang sibuk dalam pekerjaan, tidak memiliki keturunan dalam waktu dekat, bahkan menghadapi sikap Fern dan Khaotung yang menyebalkan.
Tapi hari itu, hari dimana aku berdebat dengan Fern tentang kurangnya waktu dia untukku, aku tidak tahu bahwa apa aku benar-benar marah karena itu atau karena aku ingin melihat apakah aku baik-baik saja bila Fern yang tak menginginkanku lagi?
Jika semakin besar masalah ini, dan Fern ingin bercerai, bisakah aku baik-baik saja?
Bisakah aku hidup tanpa Khaotung utamanya?

Tapi hari dimana aku tidak sengaja melihat buku harian Khaotung, yang sebagian besar berisi kekagumannya padaku, kebenciannya pada Fern, dan harapan hancurnya rumah tangga kita.
Jantungku berdegup dengan kencang.
Terkejut karena Khaotung begitu santai mencintainya diam-diam, santai berharap akan kehancuran rumah tanggaku, dan santai berharap aku akan memilihnya.

Apa yang salah? Apa yang kulewati?
Apa karena aku selalu berusaha menghindari tatapannya? Tak pernah aku lihat matanya berbinar penuh cinta saat bersamaku.
Dan hari-hari selanjutnya, aku mencoba membuatnya menunjukkan tatapan itu.
Raut wajahnya yang lucu saat aku mengatakan sesuatu yang baik tentang Fern menjadi siksaan untuk perasaanku.
Tapi jauh dalam hatiku, aku masih menyayangi Fern. Tidak, apa itu rasa kasihan?
Pikiranku semakin tidak beraturan, berantakan hingga aku memutuskan untuk pergi dengan seorang pria dari club.

Pada akhirnya, aku hanya peduli tentang perasaanku pada Khaotung.

Aku orang jahat dan Khaotung juga jahat.
Lalu bagaimana ini akan berakhir? Fern adalah peran utama dalam kisah ini, tapi aku juga ingin bahagia.

TBC.

Love Is Blind [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang