Happy reading!!
Khaotung masih betah dengan mulut terkuncinya, dengan setelan seragam sekolahnya, Khaotung hanya diam saja memperhatikan First yang sedang sibuk membuat sarapan.
Semalam dia pulang terlambat sekali, Khaotung tidak tahu jam berapa dia pulang karena saat First pulang, Khaotung sudah berada di kamarnya."Kupikir kau membuang makan malam yang kubuat, terimakasih karena sudah memakannya walaupun kau kesal padaku."
Kemudian First menyimpan piring berisi nasi gorengnya ke hadapan Khaotung.
Sang adik ipar masih diam, dia menerima sarapannya tanpa ucapan terimakasih."Bagian kalimatku yang mana yang menyakitimu?"
Khaotung kemudian mengangkat kepalanya, menatap First tanpa menjawab pertanyaannya.
Melihat itu, First hanya bisa menghela napas. Jika dipikir lagi, Khaotung lebih sulit lagi dari Fern."Apa kau tahu? Perbedaanmu dengan Fern?"
First memulai kalimatnya sembari mulai untuk sarapan, keduanya sama sama berangkat pagi.
"Kalian adik kakak, tapi Fern lebih mudah diajak berkomunikasi saat menghadapi masalah seperti ini."
Khaotung menghentikan gerak tangannya di piring nasi, kemudian kembali menatap First dengan tatapan lebih tajam.
Namun First menatapnya dengan santai, dia tahu jika saat ini Khaotung pun kembali tersulut emosinya karena dia membandingkannya dengan sang kakak."Apa kau marah karena aku mengatakan yang salah atau karena aku membuatmu sadar bahwa kau memang seperti itu?"
Khaotung kemudian meminta First sekali lagi untuk tidak melampiaskan kemarahan yang seharusnya dia berikan pada Fern tapi justru malah Khaotung yang menerimanya.
"Aku tidak melampiaskan apapun padamu. Aku bertanya apa yang salah jadi kita bisa membicarakannya."
"Kau harus meminta maaf padaku."
"Kenapa?"
"Apa aku keras kepala untukmu? Apa aku tidak pernah mengatakan ucapan terimakasih padamu? Kapan aku tidak sopan padamu?"
Itu benar, First tidak pernah mendengar Khaotung berlalu tidak sopan padanya selain dengan tatapan dan perkataan kasarnya yang terdengar benar.
Dia juga berterimakasih tiap kali ia membelikannya sesuatu.Khaotung terlihat sudah enggan untuk menikmati sarapan paginya, dia simpan sendok yang dipegangnya ke atas meja dengan cukup keras.
Kemudian, bangkit dari duduknya dan pergi keluar rumah lebih dulu, dia mungkin akan menunggu First dimobil saja, masih sulit untuk dia pergi ke halte bus dengan kaki yang belum sembuh total.First hanya bisa menghela napas, dia pikir masalah ini akan selesai pagi ini tapi ternyata dia membuat semuanya menjad semakin runyam.
Hubungannya dengan Fern saja belum ada titik terang, kini dia harus lebih dulu menghadapi Khaotung.----
Sepanjang jalan tersebut, Khaotung benar-benar mengunci mulutnya dan First juga tidak banyak bicara.
Bahkan saat Keduanya sudah sampai didepan gerbang sekolah, Khaotung keluar begitu saja dari mobil First."Ayo bicara lagi nanti."
Khaotung tidak mendengarkan teriakan First, dia terus melangkahkan kakinya memasuki area sekolah hingga akhirnya Force datang dan membantunya dengan membawakan tas sekolahnya.
Ya setidaknya Khaotung di sekolah akan aman dan banyak yang membantu, First bisa tenang membiarkan dia kembali ke sekolah hari ini."Apa masih sakit?" Tanya Force, jika dilihat sekarang ini kedua kaki Khaotung sudah terlihat normal. Tidak ada bengkak dan warna biru yang terlihat ngilu, tapi kata Dokter Khaotung masih harus berhati-hati dengan langkahnya, makanya dia masih menggunakan tongkat.