"Tanpa kusadari, bunga tidurku menjadi alasan pertemuanku dengan dia yang mengubah seluruh alur hidupku."
Di Bandung, tepatnya pukul dua belas malam, seorang wanita cantik baru saja menyelesaikan kegiatan panas bersama partner kerjanya. Sudah menjadi kebiasaan setiap malam bagi wanita ini untuk menjadi wanita pelacur demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia adalah Vania Cindy Amerta, atau panggil saja Vania. Perempuan kelahiran Bandung ini harus mengerjakan pekerjaan haram untuk memenuhi kelangsungan hidupnya.
Hidup sebatang kara tanpa dampingan orang tua sudah menjadi hal biasa bagi Vania. Dia sudah menjadi yatim piatu sejak berusia sepuluh tahun. Bahkan keluarga atau kerabat dekatnya sudah tidak peduli lagi apakah dia masih hidup atau tidak. Vania sudah terbiasa dengan kerasnya kehidupan yang dia terima sejak kecil.
Dulu, dia hanya seorang gadis kecil yang bekerja di sebuah tempat makan kecil di Bandung. Di situlah dia bertemu dengan wanita berumur tiga puluh lima tahun yang sekarang menjadi nyonyanya. Vania ditawarkan untuk hidup bersama, dengan diberikan fasilitas lengkap dan dibiayai sampai dia lulus sekolah menengah atas. Vania kira itu semua gratis, namun sejak dia memasuki usia tujuh belas tahun, Cintya atau nyonya dari Vania malah meminta timbal balik atas apa yang sudah diberikan wanita itu padanya.
"Arkhhh..."
Vania bangkit dari tidurnya, badannya terasa seperti akan remuk saja. Vania baru saja melayani pelanggan terakhir. Oh, sungguh Vania ingin keluar saja dari penjara neraka ini.
Vania meraih ponselnya di atas nakas, sudah jam dua belas malam. Vania perlahan bangkit dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Di bawah guyuran shower, Vania terdiam memandangi tubuhnya di hadapan cermin.
"Gimana caranya gue bisa keluar dari sini? Gue capek, gue gak mau jadi budak dan ngebiarin tubuh gue jadi jaminan di sini. Tuhan, Vania pengen bebas. Berikan Vania jalan agar Vania bisa keluar dari penjara neraka ini" batinnya.
Vania menghela nafas panjang lalu segera menyelesaikan ritual mandinya.
Selepas mandi, Vania berjalan menuju salah satu ruangan dengan pintu yang menjulang tinggi. Di sana tertulis "Mrs. Cintya". Tangannya meraih gagang pintu tersebut lalu membukanya dengan perlahan. Terlihat Cintya sedang berbincang lewat telepon sembari tertawa.
"Sialan. Gue capek-capek layani pelanggan, lo malah enakan ketawa-ketiwi di sini, dasar jalang tua. Eh, tapi gue juga jalang. Eh, nggak-nggak dia doang yang jalang, gua mah kaga," dumel Vania sambil menatap jengkel ke arah Cintya.
Melihat kedatangan anak kesayangannya, Cintya otomatis memutuskan sambungan teleponnya. Dengan senyum manisnya, wanita itu lantas menyuruh Vania untuk mendekat.
"Halo kesayangan Mommy, gimana malam ini, sayang?"
"Seperti malam biasanya, aku mau langsung izin pulang ya, Mom."
Cintya tersenyum simpul, Vania dapat melihat wajah kelelahan pada dirinya. Wanita itu lantas bangkit lalu mengusap pelan rambut Vania.
"Kecapean banget ya, cantik? Ya sudah, gapapa. Kamu langsung pulang aja, Mommy sudah siapkan sopir untuk mengantarkan kamu ke apartemen kamu ya."
Vania hanya merespon dengan anggukan, dia terlalu malas untuk banyak bicara. Mungkin karena dia terlalu lelah malam ini? Ah, Vania tidak peduli, intinya dia harus segera pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Dalam Bayangan
Teen FictionBagi Gus Ryan menikah adalah rezeki paling berharga yang dititipkan Allah kepadanya. Berstatus seorang ning atau tidaknya perempuan yang menjadi istrinya kelak bukanlah suatu hal yang harus dipertimbangkan, yang terpenting dia adalah sosok Perempuan...