Chapter 9

251 22 0
                                    

Happy Reading 🌻
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.










"Vania, cepatlah, nanti ada yang melihat.”

“Iya, Mil, sabarlah, ini gua juga lagi berusaha. Lagian, janin gue kenapa, dah tumben banget ngidam pengen mangga.”

“Memangnya kamu lagi hamil apa?”

Vania lebih memilih diam dan tidak menanggapi ucapan Mila. Keduanya sekarang sedang berada di kebun belakang pesantren. Sebenarnya, Mila tidak ingin ikut campur, namun karena desakan dari Vania, gadis itu pun pasrah. Mila sudah memberitahu perempuan itu bahwa jika ingin memakan buah dari kebun pesantren, harus atas dasar izin Kyai Salim atau anggota keluarga Ndalem.

Namun, Vania yang keras kepala tidak mau, dengan berlandaskan bahwa dia adalah santri baru dan takutnya Kyai Salim tidak akan mengizinkannya. Padahal, Kyai Salim sangat mudah memberikan izinnya, selama itu dilakukan dengan baik. Dan lihatlah sekarang, perempuan itu dengan lihainya memanjat pohon mangga dan memetiknya. Sementara Mila bertugas untuk menjaga, melihat-lihat jika ada petugas jaga yang menciduk mereka.

“Vania, aduh, cepatlah,” Mila sudah kepalang takut. Jika sampai mereka diciduk oleh Ustadzah Laila, maka tamat sudah riwayat mereka.

“Iya, sabar, ini lagi…”

“Kalian! Kenapa mencuri mangga pesantren, hah?!”

Baru saja disebut, Ustadzah Laila sudah berdiri dari kejauhan dengan membawa rotan di tangannya. Ustadzah Laila menatap tajam ke arah kedua insan yang kepergok sedang mencuri mangga. Dengan segera, Vania turun dari sana, hendak ingin lari, namun ujung kerudungnya sudah ditarik duluan oleh Ustadzah Laila.

“Jangan kabur, kamu. Siapa suruh kamu mencuri mangga pesantren?!”

“Aduh, ampun, Ustadzah,” Vania sedikit meringis, karena hijabnya yang tertarik membuat lehernya sedikit tercekik.

“Kalian berdua, ikut saya, saya akan melaporkan kalian pada Kyai Salim.”

Dengan pasrah, keduanya mengikuti langkah Ustadzah Laila. Keduanya dibawa ke aula, di mana disana sedang ada tausiah yang diisi langsung oleh Kyai Salim.

“Cepatlah, jalan!”

Semua orang yang berada di aula pun mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu masuk. Gus Ryan yang berada di atas panggung sontak terkejut melihat Vania dengan baju yang kotor dan wajah yang sedikit cemong diseret masuk oleh Ustadzah Laila.

"Apalagi ulahmu kali ini, Vania?”

Vania berjalan santai menuju ke depan, sementara Mila dengan pandangan tertunduknya menangis karena merasa malu. Kyai Salim pun bahkan sampai menjeda acara tausiah yang sedang berlangsung. Kini, semua pasang mata menatap ke arah keduanya. Ustadzah Laila meminta izin untuk mengambil mic.

“Jangan sampai saya melihat ada yang berani mencoba-coba untuk mengambil buah atau sayur-sayuran di kebun belakang pesantren tanpa seizin Kyai atau anggota keluarga Ndalem. Lihat dua perempuan ini, mereka sudah berani mengambil barang milik orang tanpa seizin mereka. Apakah ini yang dinamakan maling berkedok santri?”

“Tapi malingnya cantik, Ustadzah,” saut salah seorang santriwan yang duduk di barisan kedua.

"Tundukkan pandangan kalian! Jangan berani mengangkat pandangan.” Tidak ada satupun yang berani bergerak atau mengeluarkan suara.

"Saya kasih kalian kesempatan untuk membela diri, tapi dengan satu syarat kalian jujur.”

“Mohon maaf, hiks, sebenarnya saya tidak ada niatan mengambil mangga tanpa sepengetahuan keluarga Ndalem, tapi hiks... Tapi, Vania yang memaksa saya ikut dengannya,” jawab Mila gugup.

Mencintai Dalam Bayangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang