Happy Reading 🎀
.
.
.
.
.
.
.
.
."Jika Anda tidak mencintai saya, lalu mengapa Anda membuat saya jatuh cinta, Tuan? Tolong, tanggung jawab dengan rasa ini!
Tak terasa dua hari sudah Vania dirawat di rumah sakit. Sekarang perempuan itu tengah duduk bersila dengan bibirnya yang tanpa henti mengunyah buah apel yang diberikan oleh pihak rumah sakit. Di hadapannya terpampang kartun Pororo, sesekali ia tertawa gemas melihat kelucuan dari kartun yang dia tonton.
Perlu diketahui, Vania ditempatkan di ruang VVIP. Tentu hal itu atas kemauan Gus Ryan, dan tidak ada yang berani membantah. Vania mengalihkan pandangannya melihat ke arah pintu dimana terlihat sosok dokter yang selama dua hari ini merawatnya dengan baik. Ngomong-ngomong Bi Tyas sudah pulang bersama dengan suaminya, juga Umma Halimah yang kembali ke rumah atas permintaan Vania. Awalnya Umma Halimah menolak untuk pulang, namun Vania bersikeras meyakinkan wanita itu bahwa dirinya bisa sendiri tanpa ditemani.
Gus Ryan juga setiap selesai salat Isya akan berkunjung kesana bersama Aisyah. Laki-laki itu selalu membawakan pisang bolen kesukaan Vania sesuai request dari perempuan itu. Vania sangat berterima kasih, karena jika bukan Gus Ryan yang menemukannya terperangkap di ruangan Lab, mungkin Vania tidak akan sadarkan diri sampai saat ini. Gus Ryan juga sempat memarahinya karena tidak bisa menjaga waktu makannya. Karena pada dasarnya Vania selalu bodo amat dengan jam makan, perempuan itu akan makan jika memang dia benar-benar lapar.
“Selamat pagi, Nona Vania. Bagaimana keadaannya? Apakah sudah lebih baik?” tanya wanita tiga puluh tahun yang biasa dipanggil Dokter Sarah.
“Alhamdulillah, Dok, udah mendingan. Pusingnya juga udah nggak separah kemarin,” jawab Vania seraya tersenyum manis.
"Syukurlah kalau begitu. Sudah sarapan?” tanya Dokter Sarah seraya membuka infus yang menancap di tangan Vania.
“Udah. Tadi saya selesai cuci muka langsung datang petugas buat kasi sarapan. Saya complain tadi, saya bilang kenapa tiap hari dikasi makan sayur bening doang. Saya kan pengen makan yang pedas-pedas, Dok. Terus petugasnya bilang kalau dia nggak dibolehkan ngasi saya makan selain sayur bening sama soup, katanya suami saya nanti marah. Padahal saya kan belum nikah.” Vania berceloteh dengan bibirnya yang monyong seperti anak kecil yang bercerita pada Ibunya.
Dokter Sarah tertawa gemas, “Yang dimaksud suamimu pasti Ryan. Kalian memang terlihat cocok.” Ucapan Dokter Sarah berhasil menciptakan guratan merah di pipi Vania.
“Dokter ihh..suka banget godain saya!,” Vania menutup wajahnya malu membuat Dokter Sarah kembali tertawa lepas.
“Hahaha. Sudahlah saya capek ketawa. Saya mau pamit dulu, obatnya jangan lupa diminum. Hari ini kamu sudah bisa pulang, dan tentunya suamimu akan kesini jemput kamu.” Ucap Dokter Sarah kembali menggoda Vania.
“Dokter!, sana ih pergi. Dan terima kasih banyak sudah merawat saya.”
Dokter Sarah memilih keluar dengan tawa yang masih melekat di dirinya. Vania mengacungkan jari tengahnya, dia terlalu kesal dengan wanita itu. Bahkan Dokter Sarah tak kenal situasi untuk menggodanya.
Tak berselang lama, Umma Halimah datang bersama Bi Tyas bersama dengan suaminya. Senyum Vania merekah, karena seharian tidak bertemu dengan Bi Tyas membuatnya rindu.
“Kangen banget. Bi Tyas lama banget kesini.” Vania memeluk erat tubuh Bi Tyas. Bi Tyas terkekeh, padahal baru sehari ia tidak bertemu dengan anak ini.
“Baru sehari, Bibi nggak kesini, sudah kangen saja.”
Vania tersenyum lantas melepaskan pelukannya, “Vania sudah boleh pulang, Bi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Dalam Bayangan
Ficção AdolescenteBagi Gus Ryan menikah adalah rezeki paling berharga yang dititipkan Allah kepadanya. Berstatus seorang ning atau tidaknya perempuan yang menjadi istrinya kelak bukanlah suatu hal yang harus dipertimbangkan, yang terpenting dia adalah sosok Perempuan...