Prolog

492 48 2
                                    

"Wen Rouhan! Hentikan semua ini, perbuatanmu sudah melukai banyak orang!"

Teriakan itu seolah hanya angin lalu. Pria yang kini berada di puncak tidak sedikitpun menggubrisnya. Dia tetap membaca buku merah darah di tangannya untuk menciptakan mayat hidup yang bisa ia kendalikan dengan leluasa.

"Kalian hanya mengantar mereka ke nirwana tanpa peduli dengan dendam yang mereka punya. Sedangkan aku memikirkan dan membantu mereka untuk membalas kematiannya. Bukankah seharusnya aku lebih suci dari kalian yang sok suci!"

Duaaarrr...

Sebuah ledakan yang bisa sekaligus menumbangkan beberapa orang terdengar. Mereka panik, saling berlarian hingga tak sadar saling bertabrakan.

Mayat hidup semakin banyak yang datang dari semua sudut Bu Ye Tian. Meraung-raung dengan dikelilingi kabut hitam pekat. Mata mereka sepenuhnya memutih, wajahnya pucat dengan penampilan acak-acakan.

Orang biasa pasti akan langsung berlari ketakutan saat pertama kali melihatnya. Garis hitam di area leher hingga wajah seolah membakar kulit mereka hingga kulit itu pecah dan terlihat memerah.

"Mereka semakin banyak, apa yang harus kita lakukan?" tanya salah satu pemuda yang ikut berjuang malawan ratusan atau bahkan ribuan mayat hidup yang terus berdatangan.

"Tetap lawan mereka dengan kipasmu, tetap fokus sampai para pemimpin menemukan cara menghentikan perbuatan Wen Rouhan!" timpal pemuda lain yang bersusah payah melawan mayat hidup dengan cambuk ungunya.

"Cukup sulit dihentikan jika buku itu masih di tangannya," ujar pemuda lain yang menggunakan katana untuk membuat mayat hidup mati kedua kalinya.

"Perhatikan sekelilingmu!" seru seorang pemuda yang baru saja menebas kepala mayat hidup dengan pedangnya.

Pertarungan sengit terus terjadi hingga siang berganti malam lalu matahari terbit lagi. Seolah tak memiliki rasa lelah, mereka terus saling menyerang. Semakin lama, para mayat hidup yang datang pun semakin kuat dan sulit dilawan.

"Setelah kalian tiada, tak akan ada lagi yang menjadi penghalangku untuk menguasai dunia!" seru Wen Rouhan dengan tawa yang terdengar menyeramkan.

Tanah Bu Ye Tian tak lagi berwarna cokelat. Darah mengalir dari berbagai arah. Potongan tubuh berceceran di mana-mana. Miris, melihatnya sungguh membuat hati teriris sedih.

Beberapa pemuda sampai di puncak tempat Wen Rouhan berdiri menatap hasil perbuatan jahatnya. Belum mereka sampai ke tubuh pria dewasa itu, dua orang pemuda dengan sigap langsung menghalangi mereka.

Pertempuran pun terjadi di atas puncak. Bagian belakang puncak itu terdapat lelehan lava yang masih berwarna merah, panas meletup-letup bersahutan.

Sringgg...

Ctarrr...

Blashh...

Suara adu senjata terus bersahutan di antara mereka. Luka pun sudah menghiasai setiap bagian tubuh mereka. Beberapa mayat hidup berhasil sampai di sana, membantu menyerang empat pemuda yang berhasil sampai puncak dan melakukan penyerangan.

"Mereka gila! Yang ini bahkan lebih kuat dari yang di bawah!" teriak si pemuda yang menggunakan kipas dengan lihainya.

"Huaisang, alihkan mereka sejenak! Kita harus berhasil merebut buku Yin Hufu milik mereka!"

Usai berucap, pemuda yang sering menggunakan pita merah menyelinap ke depan dan sampai tepat di belakang Wen Rouhan. Ia menusukkan katana miliknya ke paha si pria hingga pegangan pria itu pada buku melemah.

Puk...

Buku itu terjatuh di lantai tepat di bawah kaki si pemuda berpita merah. Pemuda itu berjongkok untuk mengambilnya, tapi pandangannya melihat salah satu pedang lawan yang tertuju lurus ke tubuh salah satu temannya.

Pemuda itu mengabaikan buku yang seharusnya ia ambil dan hancurkan, beralih mendorong temannya yang hampir tertusuk pedang.

Jlepp...

Mereka melotot terkejut melihat salah satu temannya tertusuk pedang hitam tepat di bagian jantungnya. Si pelaku yang masih belum mencabut pedangnya sudah tertawa senang.

"Wei Wuxian.... Wei Wuxian. Kau masih saja bodoh! Bukankah dengan begini kau sudah gagal menghapus darah dari tanganku!"

Pemuda itu menarik pedangnya setelah selesai mengucapkan kata terakhir. Tubuh pemuda berpita merah langsung tumbang dan terjatuh dari tebing. Lava panas yang meletup-letup di bawah sana sudah menanti tubuhnya.

"Wei Wuxian!"

"Wei Ying!"

Sebelum mata abu itu benar-benar tertutup, ia masih bisa melihat wajah sedih teman-temannya. Berusaha sebisanya untuk menampilkan satu senyum tipis sebagai salam perpisahan untuk mereka.

"Selamat tinggal, Jiang Cheng, Nie Huaisang, dan Lan Zhan!"

Kalimat yang hanya mampu terucap di dalam hati sebagai iringan tubuh yang hancur melebur dalam lautan lava.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Selamat datang di tulisan baruku, guys!

Ingin mencoba hal baru, bukan keluar dari Yizhan, tapi ingin mencoba Wangxian.

Semoga tulisan yang kurang sempurna ini bisa menghibur semuanya...

Selamat membaca....

Ancestral LibraryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang