Ceklek
Suara pintu terdengar jelas menandakan bahwa ayahnya beserta dokter Erwin sudah datang dan siap untuk mengeksekusi Matt.
Rasa takut yang ia tahan sejak tadi tiba-tiba tak terkontrol.
Matt mulai mengeluarkan air matanya saat melihat sang ayah yang berjalan mendekatinya.
Tangannya juga bergetar hebat membuatnya tak sanggup melakukan apapun apalagi berlari menghindari sunatan ini.
"Abang siap-siap ya, dokternya sebentar lagi dateng" sang ayah pura-pura tidak melihat ketakutan yang Matt rasakan.
"Ki tolong ya siapin kasur sama alat punya dokter Erwin tadi, bantu Matthew juga buat siap-siap. Langsung buka celananya abis itu tiduran di kasur sebelum dokter dateng harus udah siap" titahnya pada bodyguard lalu kembali pergi dari kamar tersebut.
"Baik pak"
Matt pun berusaha menghapus air matanya, dia menarik nafas dalam-dalam agar lebih terasa tenang meskipun itu sulit.
Rizki atau sang bodyguard terlihat mulai membuka bungkusan yang berada di atas meja, ia membuka sebuah kain yang lumayan besar lalu dirapihkan di atas kasur.
Lapisan kain itu diberikan oleh dokter Erwin agar saat proses nanti darah tak mengenai kasur hotel.
Dia juga mendorong sebuah meja kecil beroda yang berisikan alat-alat sunat untuk di simpan di dekat ranjang.
Setelah itu Rizki membantu Matt untuk menyimpan semua barang yang ia bawa seperti hp, jam tangan lalu membukakan celana dan CD nya.
"Maaf ya saya bantu buka"
Matt seperti sudah menjadi mayat hidup, dia hanya bisa diam mematung bahkan saat sang bodyguard membuka celana beserta celana dalamnya.
"Mau pake sarung dulu? Atau langsung tiduran gitu aja?"
"Emang boleh pake sarung dulu?" Jawab Matt dengan suara yang bergetar.
"Biar saya tanya dulu pak Fin ya"
"Ehh gak usah pak gak usah, gapapa langsung tiduran aja" Matt benar-benar takut jika ayahnya marah.
Bodyguard itupun menuntun Matt untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah di alasi kain, dia juga menyelimuti tubuh Matt yang sudah telanjang di bagian bawah.
Terlihat Matt mulai memejamkan matanya sambil meremas selimut dengan kedua tangannya karena merasakan takut yang amat besar.
"Abang" tanpa Matt sadari ternyata sang ayah sudah berada di sebelahnya.
"Eeehh iiyaa yahh" jawab Matt terkejut.
"Udah siap?"
Matt hanya diam.
"Udah di buka kan celananya?" Ia menyibakkan selimut yang Matt pakai untuk memastikan.
"Udahh kok yah"
"Yaudah kalo gitu" sang ayah tiba-tiba berjalan mendekati bodyguard dan memerintahkannya untuk menunggu di luar kamar.
"Ayahh" panggil Matt.
"Kenapa bang?"
"Pak Rizki jangan di suruh keluar, abangg mau di pegangin aja" Matt memberanikan diri untuk berbicara dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kok di pegangin?"
"Abang takut gak bisa kontrol diri abang, jadi mending di pegangin aja yah"
"Sebentar-sebentar jangan nangis dulu dong" ia menghapus air mata yang mulai mengalir di pipi sang anak sulung "ayah mau bicara dulu sama abang, boleh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
Teen Fictionmenceritakan tentang dua anak kembar di masa SMA mereka yang penuh sekali kejutan serta kisah cinta