Kelas yang Sama

6 2 0
                                    

Hari Senin tiba, menyambut kembali rutinitas sekolah. Pagi itu, aku bersiap-siap untuk berangkat sekolah bersama Ayah yang juga akan berangkat kerja. Ibu dengan penuh kasih sayang menyiapkan bekal untukku, memastikan aku memiliki energi yang cukup untuk menghadapi hari yang baru.

Saat Ayah dan aku bersiap-siap meninggalkan rumah, Ibu memberikan senyum hangatnya,"Semoga harimu menyenangkan, Kak. Ini bekal untukmu, jangan lupa makan dengan lahap ya."

Aku menyambut bekal dari Ibu dengan senyuman,"Terima kasih, Bu. Aku akan berusaha sebaik mungkin."

Ayah dan aku berangkat, melintasi jalan menuju sekolah. Suasana pagi yang segar dan langit yang cerah memberikan semangat baru untuk memulai hari. Kami berdua berbicara tentang rencana untuk hari ini, dan Ayah memberikan beberapa kata semangat agar aku selalu berusaha dengan sungguh-sungguh di sekolah.

Mobil yang dikemudikan Ayah akhirnya tiba di depan sekolah. Aku turun dari mobil, dan segera berpamitan kepada Ayah. "Terima kasih, Ayah. Semoga Ayah memiliki hari kerja yang baik. Sampai jumpa sore!"

Ayah tersenyum, "Semoga harimu menyenangkan di sekolah, Kak. Jangan lupa belajar dengan rajin. Sampai jumpa nanti!"

Aku menyusuri lorong kelas 10, penuh antusias mencari namaku terdaftar di kelas apa. Tak perlu waktu lama, aku menemukan daftar nama di depan ruang kelas. Hatiku berdebar-debar saat mataku mencari nama yang tertulis dengan jelas di antara banyaknya siswa baru.

Dengan perasaan haru dan senang, akhirnya aku menemukan namaku yang tertera dengan rapi, "Alfinno Bagaskara," di sebelah pintu kelas 10C. Senyum bahagia terukir di wajahku, karena aku tahu bahwa di situlah tempatku untuk setahun ke depan.

Aku membuka pintu kelas dengan perasaan campur aduk. Ruang kelas terasa hangat dan menyambut. Teman-teman sekelas yang sudah ada di dalam memberikan senyuman dan sapaan ramah. Membaca namaku di daftar kelas adalah awal dari petualangan baru di sekolah, dan aku siap menghadapi semua yang akan datang.

***

Aku bergerak cepat dan duduk di bangku yang masih kosong di tengah kelas, penasaran dengan teman sebangkuku yang tampaknya sudah meletakkan tasnya, namun tidak ada di tempat. Saat aku asyik ngobrol dengan beberapa kenalan baruku, beberapa menit kemudian, tiba-tiba saja dia muncul.

Aku terpana melihatnya. 1 menit berlalu, 2 menit, 3 menit, hatiku berdegup kencang. Apakah ini kebetulan? Ya Tuhan, aku masih terpaku. Ternyata, teman sebangkuku yang sudah membuatku terkesan adalah seorang cewek yang pernah kulihat di bawah pohon taman waktu itu.

Dia tersenyum ramah ke arahku dan menganggukkan kepala sebagai tanda sapaan. "Ternyata kamu yang menjadi teman sebangkuku, Aku Faradinna Putri, panggil aja Fara."

Aku dengan kikuk menjawab. "A-aku nama-namaku Alfinno Bagaskara, panggil aja Finn, senang bertemu denganmu."

Ya Tuhan apa yang telah aku ucapkan. Aaarrg. Aku malu.

Fara tersenyum lebih lebar, senyum yang membuat matanya melengkung layaknya bulan sabit. Cantik. "Kamu lucu Finn"

Ucapannya yang spontan dan tak terduga itu membuat wajahku merah. "E-ehh?"

Fara tertawa, sebuah tawa yang merdu. "Mohon bantuannya ya Finn."

"Tentu, mohon bantuannya juga, Fara."

***

Perhatian kami teralihkan ketika guru memasuki kelas. Suara langkahnya yang tegas dan penuh wibawa segera membuat kami semua diam. Guru menyapa dengan senyuman ramahnya, memulai minggu pertama pembelajaran dengan penuh semangat.

Mata pelajaran pertama adalah Bahasa Indonesia, dan gurunya adalah Bu Ratna, yang kami temui saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) kemarin. Bu Ratna membuka pembelajaran dengan senyuman ramahnya, mengingatkan kembali kenangan saat kita semua berada di kegiatan MPLS.

Setelah sejenak perkenalan, Bu Ratna melanjutkan dengan mengambil absensi. Suara namaku dipanggil, dan aku menjawab dengan suara yang penuh semangat. Sementara absensi berlangsung, Bu Ratna menyelipkan beberapa pertanyaan ringan tentang kesan dan pengalaman selama MPLS.

Kelas terasa hidup dengan tawa dan cerita yang dibagikan oleh teman-teman sekelas. Bu Ratna dengan bijak memanfaatkan momen ini untuk lebih mengenal siswanya. Seiring berjalannya waktu, aku semakin merasa nyaman dan bersemangat untuk belajar Bahasa Indonesia di kelas Bu Ratna.

***

Bel istirahat berdentang, memberikan isyarat bahwa saatnya untuk beristirahat sejenak. Aku keluar dari kelas menuju ke kantin, berniat untuk membeli sesuatu untuk sarapan ringan. Di perjalanan, aku bertemu dengan Ragil dan Son, teman-teman akrabku.

"Hey, Finn! Mau ikut ke kantin?" sapa Ragil sambil tersenyum.

"Ayo, Finn! Kita bisa makan bersama," tambah Son.

Aku setuju dan bergabung dengan mereka. Perjalanan ke kantin menjadi lebih seru dengan obrolan dan candaan di antara kami.

Sampai di kantin, kami memesan makanan dan duduk bersama di sebuah meja. Suasana kantin yang riuh dengan tawa dan obrolan membuat istirahat menjadi lebih menyenangkan. Kami saling tertawa, berbagi makanan, dan berbicara tentang rencana untuk hari itu.

Aku bertanya kepada Son, "Eh, Son, ingat nggak sih gadis yang duduk di bawah pohon taman waktu MPLS tempo hari?"

Son mengangguk, "Oh, yang rambut hitam panjang yang diikat ponytail itu, Fara kan? Iya, aku ingat. Kenapa nanya?"

Aku tersenyum, "Ternyata, dia teman sebangkuku sekarang.

Ragil ikut angkat bicara, "Serius? Itu kebetulan besar, ya. Jadi, gimana, apa udah kenalan"

Aku kembali terngiang percakapanku dengan Fara tadi pagi, senyumnya, matanya, mampu membuatku terbuai.

Son heran. "Heyy Finn! Kenapa kamu senyum-senyum sendiri kek orang gila?"

Ragil menanggapi. "Wahh-wahh! Jangan-jangan kamu terpesona dengannya ya?"

Aku yang kembali tersadar pun menjawab. "E-ehh tidak-tidak, bukan seperti itu. Hanya saja dia begitu baik dan ramah. Kami baru bertukar nama tadi." Kilahku.

"Semangat brother." Ucap Son sambil tertawa.

"Sudah kubilang, bukan seperti itu Son." Aku jawab dengan malu-malu.

"Hei-hei, sobat kita satu ini sudah mau naik level kehidupan, hahaha." Ragil ikut-ikutan.

***

Obrolan kami terhenti ketika dering tanda masuk berbunyi. Kami menyadari bahwa istirahat telah berakhir, dan saatnya untuk kembali ke kelas masing-masing. Dengan santai, kami bersama-sama berjalan menuju ruang kelas.

Ragil berkata sambil tertawa, "Waktunya kembali ke kenyataan, ya, guys."

Son menimpali, "Iya nih, tapi setidaknya istirahatnya menyenangkan."

Aku mengangguk setuju, "Bener banget, teman-teman. Semoga hari ini juga seru di kelas."

Kami berpisah di persimpangan menuju kelas masing-masing, berjanji untuk bertemu lagi di istirahat berikutnya.

***

Praktis, minggu pertama pembelajaran ini lebih terfokus pada perkenalan antara guru dan siswa, serta antar siswa satu sama lain. Guru memberikan pengantar tentang mata pelajaran yang akan diajarkan, dan kami diberikan kesempatan untuk memperkenalkan diri satu per satu.

Tak terasa, sudah waktunya untuk pulang. Ditemani oleh sinar matahari sore, aku berjalan menuju gerbang sekolah, dan terlihat Son serta Ragil sudah menunggu di sana. Senyum ramah mereka menyambutku, dan kami bersama-sama menuju tempat biasanya angkot ngetem.

Aku memutuskan untuk pulang naik angkot bersama Ragil, sedangkan Son naik angkot lain karena arah rumah kami berbeda. Kami berbicara tentang kegiatan di sekolah hari ini, tertawa, dan berbagi cerita perjalanan pulang. Angkot pun tiba dan kami berpamitan satu sama lain.

Rasa yang TerpendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang