Semakin Dekat

5 2 0
                                    

Minggu hingga bulan terlewati begitu saja, tanpa disadari aku sudah terbiasa dengan kehidupan SMA. Setiap hari diisi dengan tugas, pelajaran, dan tentu saja, momen bersama teman-teman. Dalam satu kesempatan di mata pelajaran Biologi, kami disuruh membuat kelompok dan membuat tabel pengelompokkan Kingdom Fungi. Kebetulan sekali, aku dan Fara berada dalam kelompok yang sama.

Kami duduk bersama di ruang kelas, membicarakan cara terbaik untuk menyusun tabel pengelompokkan Kingdom Fungi. Meskipun tugasnya cukup challenging, kebersamaan dalam kelompok membuatnya menjadi lebih menyenangkan. Aku dan Fara saling berbagi ide, mencari informasi, dan bahu-membahu menyelesaikan tugas tersebut.

Di sela-sela pembahasan, kami menemukan kesenangan dalam bekerja sama. Aku melihat bagaimana Fara dengan antusias menjelaskan konsep-konsep biologi, sementara aku dengan senang hati membantu mengorganisir data dan membuat tabel.

Saat kami fokus pada tugas Biologi, suasana di kelompok terasa akrab dan santai. Dalam beberapa obrolan ringan, aku dan Fara menemukan banyak kesamaan di antara kami.

Aku tersenyum, "Fara, apa hobi favoritmu selain belajar Biologi?"

Fara menjawab sambil tersenyum, "Oh, aku suka membaca novel dan menggambar. Terkadang juga suka menghabiskan waktu di taman untuk mengamati alam."

Aku tertarik, "Wah, sama! Aku juga suka membaca dan suka dengan alam. Pernah coba menggambar sesuatu dari alam?"

Fara mengangguk, "Banyak! Terutama bunga-bunga di taman. Bagaimana denganmu?"

"Aku suka menggambar pemandangan alam. Mungkin suatu saat kita bisa menghabiskan waktu bersama di taman dan berbagi ide untuk proyek seni," ucapku sambil tersenyum.

Obrolan-obrolan ringan seperti itu membuat tugas kelompok tidak hanya menjadi kesempatan untuk belajar, tetapi juga untuk saling mengenal. Kami berbagi tidak hanya ide dan informasi, tetapi juga bagian dari diri kami yang tidak terlihat di dalam buku pelajaran.

***

Sesi belajar Biologi bersama Pak Agus berakhir dengan penuh antusiasme. Kami menyelesaikan tugas kelompok dengan semangat, dan Pak Agus memberikan feedback positif untuk usaha kami. Setelah menyampaikan hasil penelitian dan tabel pengelompokkan Kingdom Fungi, Pak Agus tersenyum puas.

"Bagus, anak-anak! Kalian telah bekerja dengan baik. Tugas ini akan saya berikan sebagai PR yang harus dikumpulkan minggu depan. Pastikan untuk menyusun laporan dengan rapi dan memberikan penjelasan yang jelas. Semangat, ya!" ucap Pak Agus.

Aku dan Fara saling berpandangan, senang mendapatkan tantangan baru untuk dikerjakan bersama. Sebelum meninggalkan kelas, aku berbisik pada Fara, "Kita bisa menyelesaikannya bersama-sama, Ra. Bagaimana kalau kita bertemu di akhir pekan untuk mengerjakan tugas ini?"

Fara tersenyum setuju, "Tentu, Finn. Kita bisa membantu satu sama lain. Jangan lupa membawa buku dan catatan ya."

"Emm, bisakah kamu memilih tempatnya, Ra? Aku kurang tau tempat yang bagus di daerah ini." Aku bertanya kepada Fara.

"Boleh, Finn. Nanti aku kirim lokasinya lewat WhatsApp."

"Oke, terima kasih, Ra."

"Sama-sama Finn."

***

Aku dan Fara sepakat untuk bertemu di hari Minggu untuk mengerjakan tugas kelompok. Aku berpamitan kepada Ibu dan Ayah sebelum naik motor menuju lokasi yang telah dikirimkan oleh Fara. Sesampainya di sana, aku melihat Fara sudah duduk di sebuah kursi dan aku langsung menuju ke sana.

Cafe adalah tempat yang dipilih oleh Fara. Suasananya memang tenang dan mendukung untuk belajar. Aroma kopi yang menguar dan hembusan angin sepoi-sepoi membuat suasana semakin nyaman. Aku duduk di sebelah Fara, dan kami mulai membuka buku serta laptop untuk memulai mengerjakan tugas.

"Bagaimana menurutmu, Finn? Apakah kita harus memulai dengan merinci data atau langsung membuat outline laporan?" tanya Fara sambil menyisir rambutnya yang tergerai.

Aku tersenyum, "Hmm, mungkin kita bisa mulai dengan merinci data dulu, Ra. Itu bisa menjadi dasar untuk membuat outline nantinya."

Fara setuju, dan kami mulai menyusun data dengan penuh konsentrasi. Di antara tugas yang intens, kami menemukan waktu untuk berbicara dan tertawa, membuat atmosfer belajar tidak terasa begitu berat. Cafe yang tenang menjadi saksi dari kolaborasi kami dalam menyelesaikan tugas kelompok.

Kami sudah hampir menyelesaikan tugas tersebut. Sembari itu, aku memberikan komentar tentang cafe ini yang baru pertama kali aku kunjungi.

"Aku suka dengan tempat ini, Ra. Suasana tenangnya bikin fokus," ucapku sambil menyeruput kopi.

Fara tersenyum, "Iya, benar juga. Aku suka pilihan tempat yang mendukung untuk belajar. Kalau tempatmu nongkrong dengan Ragil dan Son, bagaimana?"

By the way, aku sudah mengenalkan Fara kepada dua sahabatku itu di kantin. Waktu itu aku mengambil inisiatif untuk mengajak Fara ke kantin bersama dan dia setuju. Di kantin kami bertemu dengan Ragil dan Son, kami duduk semeja dan mereka saling berkenalan. Ya kamu tau, ujung-ujungnya aku digodain mereka berdua, rese memang.

Aku tertawa, "Iya, jauh banget bedanya. Tempatku nongkrong lebih ramai, penuh tawa, dan berisik. Tapi di sini, rasanya lebih pas buat ngumpul buat belajar kayak gini."

Obrolan santai seperti itu membuat waktu terasa cepat berlalu. Seiring dengan aroma kopi yang semakin terasa, kami menyelesaikan tugas kelompok dengan hasil yang memuaskan. Cafe ini, yang awalnya hanya tempat untuk mengerjakan tugas, kini menjadi bagian dari kenangan menyenangkan kami bersama-sama.

***

Tiba saatnya untuk pulang, Fara memberitahu bahwa dia seharusnya dijemput oleh Kakaknya. Namun, setelah sekitar 15 menit, Kakaknya belum kunjung datang. Handphone Fara tiba-tiba berdering, dan itu adalah telepon dari Kakaknya. Kakaknya memberitahu bahwa dia ada kerjaan mendadak dan tidak bisa menjemput Fara. Fara disuruh untuk naik taksi atau angkutan umum lainnya.

Aku melihat Fara sedikit khawatir. "Fara, jangan khawatir. Aku bisa mengantarmu pulang. Di mana alamat rumahmu?" tanyaku dengan ramah.

Fara tersenyum lega, "Terima kasih, Finn. Alamatku tidak terlalu jauh dari sini. Aku bisa memberitahumu jalannya."

Aku berinisiatif untuk membantu, "Tidak usah repot. Aku mengantar kamu pulang, kok. Ayo, kita bisa naik motorku."

Kami berdua meninggalkan cafe dan menuju parkiran. Perjalanan pulang menjadi kesempatan lain untuk berbicara dan tertawa bersama.

Setelah beberapa menit menyusuri jalan dan kelokan, Fara memberitahu bahwa kita sudah sampai di rumahnya. Aku memelankan motor dan berhenti di depan sebuah rumah.

"Terima kasih banyak, Finn." ucap Fara dengan tulus.

Senyum terukir di wajahku, "Sama-sama, Ra. Senang bisa membantu. Kalau butuh bantuan lagi, jangan sungkan-sungkan untuk bilang, ya?"

Fara mengangguk, "Pasti, Finn. Sampai jumpa besok di sekolah."

Aku menyampaikan salam perpisahan dan melanjutkan perjalanan pulang. Waktu itu, kami belum menyadari arti dari rasa di hati ini. Masih jauh untuk kita menyadari masing-masing. Saat itu, aku hanya paham bahwa senyum Fara bisa membuat hatiku senang, bahkan sampai membuat bibirku melengkungkan senyuman. Di sisi lain, Fara juga merasa nyaman berada di dekatku. Kami masih remaja, dan rasa itu terasa sangat menyenangkan.

Rasa yang TerpendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang