"Persahabatan bukanlah tentang siapa yang telah bersamamu sejak awal, tetapi tentang siapa yang tetap ada di sampingmu ketika duniamu runtuh."
- Ragil Pangestu
Tiba-tiba, seorang sosok menggenggam tanganku. Aku berpaling dan terkejut melihat Fara, yang tersenyum lebar. Matanya berbinar-binar, dan senyumnya mengisyaratkan kegembiraan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
"Finn, itu luar biasa! Golmu benar-benar mengubah permainan," ucap Fara dengan penuh antusias.
Aku tersenyum dan merasa hangat di dalam. "Terima kasih, Ra. Semua ini tidak mungkin tanpa dukunganmu dan teman-teman."
Dia mengangguk setuju, "Kamu luar biasa, Finn. Dan aku senang bisa menyaksikan pertandingan ini bersama-sama."
Sejenak, kami berdua berdiri di koridor stadion, menikmati momen kemenangan dan kebahagiaan.
Pak Budi muncul dari dalam ruang ganti dan dengan ramahnya menyapaku, "Finn, sudah saatnya pulang. Kita harus segera bersiap-siap."
Aku melihat sekeliling dan menyadari teman-teman satu timku sudah bergegas menuju pintu keluar. Namun, mataku tertuju pada Fara yang sedang berdiri di samping. Dia memberikan senyuman manis dan berkata, "Aku tadi diantar ke sini oleh seorang guru, jadi aku mungkin akan naik taksi untuk pulang."
Aku tersenyum membalas, "Ayo pulang bersama, Ra, aku temenin."
Pak Budi mengangguk paham, "Baik, kalau begitu, hati-hati di perjalanan pulang, ya, Finn."
Kami berdua meninggalkan stadion menuju pintu keluar. Di luar, langit sudah mulai senja, tetapi semangat kemenangan masih menyala di dalam hati. Kami berjalan bersama-sama, berbagi cerita dan tawa, mengobrol tentang momen-momen penting dalam pertandingan tadi.
***
Kami memutuskan pulang naik taksi. Sesaat setelah berdiri di pinggir jalan, seorang sopir taksi yang ramah segera menghampiri kami. Kami masuk ke dalam taksi dengan senyum kepuasan masih tergambar di wajah kami.
Dalam perjalanan pulang, Fara dan aku duduk bersebelahan di belakang taksi. Jendela taksi terbuka sedikit, membiarkan angin sore masuk dan mengusap wajah kami yang penuh kemenangan. Aku melihat ke arah Fara, dan kami tertawa mengingat momen-momen dalam pertandingan.
"Bagaimana perasaanmu, Finn?" ucap Fara.
Aku tersenyum, "Aku suka perasaan ini, Ra. Kita semua bermain dengan hati, termasuk kamu. Kamu punya andil besar dalam semangat tim, juga penyelamatku tadi."
Fara tersenyum lebar, senyum itu aku tidak bosan menatapnya malah semakin candu. Dengan bulu mata yang lentik, matanya ikut melengkung seperti bulan sabit. Cantik.
Tak lama kemudian, taksi memasuki area sekolah kami. Kami berdua turun dari taksi di depan gerbang sekolah, dan tak jauh dari sana, terlihat Pak Hadi, Ayah Fara, datang menjemputnya. Fara memberi salam dan tersenyum ramah kepada Ayahnya dan aku mengikutinya.
Aku memberikan senyuman, "Selamat sore, Pak Hadi. Senang bisa bertemu lagi."
Pak Hadi mengangguk, "Senang juga bertemu lagi, Finn. Bagaimana pertandingan tadi?"
Fara dengan senang bercerita, "Finn mencetak gol, Ayah dan membawa timnya meraih kemenangan."
Kami berbincang-bincang sejenak tentang pertandingan dan suasana di lapangan. Setelah itu, Pak Hadi menawarkan untuk mengantarkan ku pulang.
"Terima kasih, Pak Hadi. Tetapi, aku sudah janjian sama teman. Kami akan pulang bersama," jawabku.
Pak Hadi memaklumi, "Baiklah kalo begitu. Sukses untuk pertandingan selanjutnya, Finn."
"Terima kasih, Finn. Sampai jumpa besok di sekolah ya," kata Fara sambil memberikan senyuman hangat.
"Aku yang berterima kasih, Ra. Sampai jumpa besok," jawabku.
***
Pertandingan demi pertandingan kami lewati dengan teguh dan penuh semangat. Sekolah-sekolah yang berpartisipasi di Bupati Cup ini terbukti bukan kaleng-kaleng. Kami harus berusaha dengan ekstra supaya dapat meraih kemenangan, tidak ada kemenangan yang mudah.
Sampailah kami pada partai semifinal. Suasana stadion semakin memanas, dan tekanan untuk mencapai final semakin terasa. Lawan kami adalah SMA Nusantara, sekolah yang memiliki rekam jejak yang impresif dalam dunia sepak bola. Namun, semangat tim kami tidak kendur.
Sebelum pertandingan dimulai, aku teringat pesan Ibu tadi pagi agar aku lebih berhati-hati. Entah kenapa ucapan Ibu itu terus terbayang di benakku. Wajahnya penuh kekhawatiran, tapi juga penuh dukungan.
Aku duduk sejenak di bangku ruang ganti, membiarkan pesan Ibu meresapi pikiranku. "Ingat, Finn, bermainlah dengan semangat, tapi jangan lupakan kehati-hatian. Lindungi dirimu dan teman-temanmu di lapangan," ucap Ibu dengan suara lembutnya, memberikan senyuman yang mencoba menyembunyikan kekhawatiran seorang ibu.
Pesan itu membuatku merenung. Tentu, sepak bola adalah tentang semangat dan keberanian, tapi kehati-hatian juga penting. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk bermain dengan kepala dingin dan mematuhi nasihat Ibu.
Ketika aku keluar menuju lapangan, suasana di stadion semakin mendebarkan, tapi tekadku untuk bermain dengan cerdas dan hati-hati semakin kuat. Mungkin pesan Ibu menjadi pemicu semangat ekstra untuk melakoni pertandingan ini.
***
Peluit ditiup, wasit memulai pertandingan semifinal ini. Banyak momen yang diciptakan oleh kedua kubu untuk mencuri gol, tetapi peluang demi peluang tidak juga berbuah menjadi gol. Lapangan penuh dengan ketegangan, dan pertahanan kedua tim terbukti tangguh.
Sampai wasit meniup peluit tanda akhir babak kedua, skor masih bertahan kacamata 0-0. Pemain-pemain kami kembali ke ruang ganti dengan perasaan determinasi dan fokus yang semakin kuat meski fisik kami serasa di kuras. Di dalam ruang ganti, pelatih memberikan arahan dan strategi untuk memecah pertahanan lawan di ekstra time.
Aku duduk di bangku, merenung sejenak, dan kembali teringat pesan Ibu. Keinginanku untuk meraih kemenangan semakin besar, dan aku berjanji pada diriku sendiri untuk memberikan yang terbaik di ekstra time.
Ekstra time dimulai dengan intensitas yang sama. Kami menyerang dengan lebih gencar, menciptakan peluang-peluang berbahaya. Namun, pertahanan lawan juga tak kenal lelah. Saat-saat tegang menghiasi setiap serangan dan penyelamatan. Peluit wasit berkali-kali terdengar, menandakan situasi yang semakin panas di lapangan.
Sampai pada babak kedua ekstra time, tim kami mendapatkan bola dan membangun serangan. Operan demi operan dilepaskan, dan aku mencari celah di pertahanan lawan. Aku memanfaatkan fokus lawan yang mulai menurun dan mendapatkan bola tepat di dalam kotak penalti. Hatiku berdebar-debar, karena momen ini bisa menjadi penentu kemenangan bagi kami.
Aku mengambil ancang-ancang untuk menendang bola tersebut ke gawang dan berharap untuk berbuah gol. Tetapi sebelum aku sempat menendang bola, lawan dari samping berlari dan melancarkan tackle yang sangat keras tanpa ampun ke kakiku. Tubuhku terhempas ke tanah, sementara bola bergulir menjauh dari kaki-kaki.
Fara berteriak histeris dari tribun, "FINNNN!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa yang Terpendam
RomansaSebuah pertemuan tanpa kesengajaan, menikmati hari-hari bersama, menempuh pendidikan dan mengusahakan impian masing-masing. Canda tawa suka duka tak lupa juga cemburu mewarnai persahabatan mereka. Semesta menjadi saksi atas rasa mereka. Apakah takdi...