"Who are you today, will you be the sun or the pouring rain?
Who are you tomorrow, will you make me smile or just bring me sorrow?
Who are you gonna be when I'm lost and I'm scared?
Who are you gonna be when there's nobody there?"
Who are you, today?
'Cause I am still the same."
***
"Jadi persiapan sudah sejauh apa?" Kenan mengangkat bicara pada rapat kali ini. Rapat kedua dengan tema pembahasan pentas drama yang akan diadakan sebulan lagi. Pentas rutin yang diadakan setahun sekali oleh sekolahnya. Kini anggota OSIS dan MPK tengah berkumpul, membicarakan lanjutan dari rapat terakhirnya minggu lalu.
"Kepanitiaan sudah terbentuk semua kok, Ken." Kenan mengangguk mendengar perkataan sekertarisnya. Kemudian ia mulai menuliskan hal-hal yang mungkin penting pada buku kecil yang berada dihadapannya.
"Gue dengar, pentas musik tahun lalu itu sukses ya, karena ketua pelaksananya Echa?" Kenan menoleh lagi pada Sekertarisnya. Echa?
"Padahal tahun lalu itu dia masih kelas 10, tetapi dia bisa diangkat jadi ketua pelaksana hanya karena perusahaan Ayahnya kasih sponsor ke sekolah kita." Kenan mengusap pelipisnya sendiri kemudian berdesis.
"Kayaknya wakil pelaksana deh, bukan ketua. Ketua pelaksana itu wakil ketua OSIS tahun lalu, Kak Luna." Sekertaris OSIS itu pun mengangguk paham mendengarkan perkataan Kenan.
"Gue udah bicara kok sama Echa, dia bersedia jadi wakil ketua pelaksana." Kenan menoleh dengan terkejut pada pria diujung sana. Matanya memincing bingung, "kok gue nggak tahu?"
"Sorry, Ken. Sepulang rapat minggu lalu, kita biasa nge-gosip, terus anak-anak usul mau ajak Echa untuk jadi panitia. Akhirnya gue coba ngomong, dan dia bersedia jadi panitia, juga meminta sponsor ke orang tuanya." Kenan mengusap pelipisnya lagi. Ia menggelengkan kepalanya dengan bingung.
Bekerja sama dengan Echa? Mimpi indahnya atau mimpi buruknya kah ini?
"Coba bikin surat dispensasi untuk Echa dan ketua ekskul teater, kita perlu rapat dengan keduanya." Farah, sekertaris OSIS pun mengangguk paham. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju meja yang menyimpan berkas-berkas OSIS. Setelah menuliskan nama Echa, ia berjalan keluar ruang OSIS, mencari tanda tangan guru piket dan segera berjalan menuju kelas Echa yang kebetulan satu kelas dengan ketua ekskul teater.
Hanya berselang sekitar 15 menit, kini Farah sudah kembali bersama Echa dan Raja yang ikut duduk di kursi yang melingkari meja rapat. Echa menatap satu per satu anggota OSIS yang mungkin berperan penting di pentas drama ini. Matanya berhenti pada ketua OSIS yang tengah menatapnya dengan kedua alis terangkat.
Echa sadar, kini dunianya akan berubah. Kepalanya menunduk, menatap sebuah kertas yang berada dihadapannya dan sebuah pulpen hitam. Ia menarik nafas panjang saat mendengar Kenan mulai membuka suara. "Pentas drama kali ini, OSIS berniat bekerja sama dengan ekskul teater, apa lo keberatan?"
Echa masih menundukan kepalanya dalam-dalam. Ia tak pernah tahu jika Kenan sangat berbiwaba kala memimpin rapat seperti ini. Tenanglah, Echa, mulai saat ini lo akan selalu mendapatkannya. Echa tersenyum dalam hati, menyadari bahwa ia tak salah menerima tawaran dari Reza beberapa hari lalu.
"Gue harus ada rapat dengan anak-anak yang lain dulu, selain itu gue harus tahu konsep pentas dramanya kayak apa." Kenan menganggukan kepalanya, dan mulai menjelaskan tentang konsep drama yang diusung oleh timnya tahun ini.
Raja mengangguk-angguk mendengarkannya. Temanya adalah kerajaan klasik, Raja sudah sering mengadakan pentas drama seperti ini untuk ekskulnya sendiri. Ia kembali memperhatikan orang-orang yang ada disini, semua menatapnya dengan tatapan memohon.
"Okey, gue bakal rapat sama anak-anak yang lain. Tetapi," ujar Raja kemudian menoleh pada Echa yang masih memandang Kenan yang kini malah menatap Raja dengan alis berkerut.
"Gue pengen lawan main gue adalah Echa," lanjut Raja membuat Echa menoleh dengan terkejut. Bukan hanya Echa saja, Kenan sendiri terkejut mendengar perkataan Raja.
Selama hampir satu tahun ia memperhatikan seluruh gerak-gerik Echa di sekolah, ia tak pernah tahu ada laki-laki lain yang memperhatikannya selain Kenan sendiri. Kenan pikir, hanya dirinyalah yang tertarik pada Echa.
Kini matanya menoleh pada Echa, menatap Echa yang masih membulatkan matanya tak percaya. Tetapi gadis ini terlihat sangat manis, kedua matanya berwarna hitam dan terlihat sangat bulat, bulu matanya tak terlalu lentik, alisnya lumayan tebal, dan pipinya sangat tembab. Sangat manis, apa Kenan yakin hanya dirinya yang tertarik pada Echa.
"Gimana? Gue ketua teater, gue bisa nyetir anggota gue untuk terima ini."
Semua saling tatap bingung pada Echa, begitupun Kenan. Dan yang Raja lakukan hanyalah bersandar pada kursinya, tersenyum lebar sambil menatap Echa yang duduk tepat disisinya.
"Gue nggak bisa," jawab Echa cepat membuat semua mata menatapnya dengan tatapan kecewa, terdengar juga helaan nafas panjang dari orang-orang diruangan ini. Echa melirik Kenan yang kini malah menyunggingkan senyumannya. Echa meneguk air liurnya dengan gugup. Kenapa sedari tadi Kenan terus menatapnya?
"Gue cuma mau urus keperluan aja, gue nggak mau main dramanya."
Semua kepala terjatuh lemas ke atas meja. Jawaban Echa sangat disayangkan oleh seluruh orang disini, yang terdiri hampir 10 orang plus Echa, Raja, dan Kenan dan ketiga sobat Kenan, Reza, Juna, dan Seno.
"Oke kalau begitu, kalian cari aja pemain yang cocok." Raja bangkit dari duduknya, berjalan menuju pintu ruang OSIS dan menutupnya dengan kencang, membuat Echa terlonjak pelan dan memejamkan matanya dengan takut.
Saat ia membuka matanya, semua mata menatapnya dengan tajam, dan ia melirik sang ketua yang berjarak hanya dua bangku darinya. Dan yang ia dapatkan adalah tatapan teduh juga senyum tipis mengembang, membuat Echa sontak ikut menghela napas lega.
Setidaknya masih ada yang memihaknya.
---oOo---
Saran, Komentar, ditunggu, ya. Series pertama Songfiction yang juga masuk ke Short Story. Adakah lagu hang bisa dijadikan SFS 2? Yuk, komentar.
9th, April 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You
Short Story[Inspired by Who Are You by Fifth Harmony] Seperti hidup dalam sebuah lingkaran, Echa terus saja tertiban masalah yang tak pernah ada habisnya. Setelah paksaan dari Raja untuk menerima tawarannya, Kenan yang tiba-tiba mengacuhkannya, dekorasi aula y...