2. TUESDAY

3.2K 253 13
                                    

Sembari tangannya terus menulis pelajaran Biologi, Echa terus menggoyangkan kepalanya mengikuti alunan musik yang keluar dari headset-nya. Bibir tipisnya sesekali bergumam, dan bernyanyi pelan mengikuti penyanyinya.

Love Myself milik Hailee Steinfeld menjadi pilihan Echa untuk terus semangat menulis. Tangan kanannya berhenti bergerak, ia melirik jam tangan yang melingkarinya. Jam dua tepat. Ia menghela napas panjang dan kembali menuliskan catatan yang ia saling dari buku paket Biologi itu.

"Cha," panggil Raja yang tiba-tiba saja duduk dihadapannya dan menoleh padanya. Echa tak mendengarnya sama sekali, mulutnya terus bersenandung mengikuti suara indah milik Hailee.

Sampai tangan Raja akhirnya bergerak menarik headset milik Echa, membuat Echa memekik kemudian memukul tangan Raja dengan kencang. "Sembarangan banget sih, jadi orang," gerutu Echa, tangannya kembali bergerak siap menyangkutkan headset ke telinga kanannya.

"Jangan dipakai," cegah Raja membuat Echa menghela napas panjang. Akhirnya hanya sebelah telinganyalah yang masih mampu mendengar alunan musik yang kini berubah menjadi lagu dari Shawn Mendes berduet dengan Camila Cabello asal girlgroup Amerika, yaitu Fifth Harmony.

Tak menyangkutkan headset, namun tangannya siap menulis kembali, sampai tangan Raja kembali menahan tangan kanannya, membuat Echa benar-benar menggeram kesal. "Apaan sih, Ja?"

Raja tersenyum kecil, gadis ini kenapa sangat menggemaskan saat digoda seperti ini, "lo benar-benar nolak untuk pentas drama bareng gue?" Echa berdeham mengiyakan dan tangannya kembali menulis.

"Kenapa, Cha? Lo nggak kasihan sama OSIS, OSIS kan butuh pemain dan latihan. Emang lo nggak mikirin anak OSIS?" Tangan Echa sontak berhenti menulis, matanya menatap tajam pada Raja yang kini menaikan kedua alisnya, menatap Echa dengan tatapan mengejek.

"Mau lo apaan, Ja?"

"Gue mau akting sama lo, Cha. Yuk?" Echa menghela napas panjang. Ia tak tahu kenapa teman sekelasnya ini bisa menyebalkan sekali.

"Nggak ada maksud lain kok. Murni gue mau akting bareng lo." Echa menarik napasnya kemudian menghempaskannya, kembali menulis. Dalam diam, ia terus berpikir. OSIS membutuhkan persiapan untuk menampilkan dramanya. Jika ia tak mengambil keputusan, bagaimana kelanjutan pentas drama ini.

"Gue tunggu kabar baik lo, ya. Btw, bel sekolah udah bunyi tuh. Rangkuman lo udah selesai belum?" Sontak Echa melirik jam tangannya. Benar saja, jam sudah menunjukan pukul dua lebih lima belas menit. Kini ia melirik catatannya. Sedikit lagi.

"Cha, cepetan dong, gue mau pulang nih."

"Tinggal aja, Jun, nanti gue yang anterin ke meja Pak Halim." Juno, ketua kelasnya mengangguk semangat mendengar perkataan dari Raja. Echa menatap Raja yang kini masih tersenyum padanya kemudian menganggukan kepalanya, memperintahkan Echa untuk meneruskan pekerjaan menulisnya.

"Cha, gue balik duluan, ya. Lo masih mau ke aula kan?" Echa mengangguk, mengiyakan Raya, teman sebangkunya untuk pulang terlebih dahulu. Ia tak pernah tahu, jika kerja tangannya menjadi sangat lelet.

"Senang banget pakai headset?" Echa melirik kesal pada Raja yang terus tersenyum menatapnya.

"Lagu paling baru?" Echa hanya diam, tak mengubrisnya, dan tetap melanjutkan tulisannya.

"Troye Sivan, udah download belum?"

"oh my god. Troye, ganteng tapi belok. Sayang banget." Echa memanyunkan bibirnya, membuat Raja terkekeh kemudian menyenggol rambut Echa yang digerai, membuat Echa makin mengkerucutkan bibirnya.

"Itu hak asasi manusia kok, Cha."

Echa mengangkat kepalanya kemudian menatap Raja dengan tatapan tajam, kini matanya memincing tak suka. "Lo setuju dengan LGBT?"

Raja terkikik kemudian menggelengkan kepalanya. "Terus kalau memang sudah kelainan begitu, kita bisa apa, menentang? Sia-sia, Cha."

Echa merapikan tasnya, menutup buku catatannya dan menumpuknya dengan buku teman-temannya yang sudah tertumpuk. "Semua orang punya hak untuk mempertahankan miliknya. Kayak gue yang lagi berusaha mempertahankan lo."

Echa menoleh sambil menaikan alisnya, menatap Raja yang kini berjalan menuju tumpukan buku dan mengangkatnya kemudian mengajak Echa untuk meninggalkan kelas. "Setengah-setengah, Ja, berat. "

Raja menggeleng, tak masalah dengan tumpukan buku sejumlah 40 buah ini. Echa mendesis kemudian menarik paksa setengah dari tumpukan buku tersebut. "Lo kan nungguin gue."

Kini keduanya sudah masuk ke dalam ruang guru, saling melemparkan pandangan ke penjuru ruangan ini. "Meja Pak Halim yang mana, ya?"

"Pojok sana, Ja." Raja mengangguk dan berjalan mendahului Echa menuju meja Pak Halim diujung sana. Setelah meletakan tumpukan buku-buku kelasnya, keduanya kembali berjalan meninggalkan ruangan guru.

"Echa, nggak ke aula?" Echa menoleh, mendapati Farah yang berjalan ke arahnya dengan setumpuk kertas-kertas ditangannya. "Mau dibantuin?"

Farah menggeleng, dan berpamitan untuk lebih dulu ke aula. Echa kembali menoleh pada Raja yang masih setia berjalan disisinya. "Gue ke aula dulu, Ja."

Raja mengangguk, mengiyakan, "jangan lupa kata-kata gue yang tadi, Cha. 3 minggu lagi lho." Echa mengangguk kemudian berjalan meninggalkan Raja dan menuju aula.

Dengan perlahan, Echa bergerak mendorong pintu aula, menatap teman-temannya yang sudah mulai sibuk dengan alat-alatnya masing-masing.

"Gue nggak habis pikir sama Echa, harusnya dia bisa ngerti posisi kita semua."

"Apa susahnya dia akting sama Raja, sih?"

"Kalian kenapa sih." Echa menoleh ke belakangnya, mendapati Kenan yang ternyata baru masuk ke dalam aula. Kenan berjalan mendekati teman-temannya sambil tangannya menarik pergelangan tangan Echa untuk mendekati mereka.

"Lo juga, Za," ketus Kenan pada Reza yang kini mendengus sebal karena Kenan yang membela Echa. Juna dan Raka hanya menepuk Reza sambil cengengesan.

Echa menatap Kenan dengan tatapan memohon maaf, Kenan hanya tersenyum kemudian mengangguk. "Bukannya kemarin udah dibahas, kita buka audisi untuk dua minggu ke depan."

"Pesertanya bukan anak theater, dan lo mau mereka latihan dalam waktu satu minggu. Lo gila?" Kenan mengusap kepalanya kemudian menatap Echa yang masih menunduk.
"Kita usaha,"

Echa makin menundukan kepalanya. Tak percaya bahwa Kenan ternyata membuka audisi hanya untuk mencari pemain. Kenan menolak dirinya untuk berakting bersama Raja. Dan sikap Kenan ini membuat Echa kembali memikirkan perkataan Kenan kemarin di halaman rumahnya. Kenan juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

"Pokoknya, kalian nggak usah mendesak Echa untuk mau akting sama Raja. Kita audisi. Insya Allah sukses, kita satu tim." Echa tersenyum saat mendengar Kenan yang sangat membelanya. Echa menatap Kenan yang kini tersenyum padanya.

Kenan, kenapa ia hobi sekali tersenyum. Manis sekali, sih. Echa benar-benar akan jadi perempuan bodoh jika ia terus menerus disodorkan senyuman manis Kenan.

"Lo tenang aja, gue dipihak lo. Lo nggak mau akting sama Raja, kan? Gue juga nggak mau lo sama dia."

Echa yakin, pipinya sudah memerah karena perkataan Kenan. Echa benar-benar terlihat seperti orang bodoh karena sepanjang hari terus-menerus tersenyum karena perkataan Kenan.

Nan, gue baper.

Who Are YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang